Kritik Hadits Dinar dan Dirham sebagai Mata Uang Akhir Zaman

Apa benar ada hadits dinar dan dirham akan menjadi mata uang di akhir zaman? Pada tahun 2014 saat Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) berkuasa, mereka berupaya memproduksi mata uang sendiri dari uang logam dinar yang terbuat dari emas dan dirham dari perak. Gagasan serupa juga akhirnya diadopsi oleh beberapa orang Indonesia.

Pada tahun 2017, Ustadz Zulkifli Muhammad Ali pernah mengatakan, para pengamat dan pakar ekonomi dunia meramalkan bahwa tahun 2018 itu akan terjadi krisis moneter global terparah sepanjang sejarah dunia. Menurutnya, pada saat itu uang kertas sudah tidak ada harganya lagi di seluruh dunia. Katanya, negara-negara yang selamat adalah mereka yang mempunyai stok emas yang cukup.

Permasalahan terkait negara yang mempunyai stok emas yang cukup itu ia klaim ada hadisnya. “Benar kata Rasulullah saw. bahwa nanti kalian semua akan kembali kepada dinar dan dirham, lalu kalian akan membiarkan uang-uang kertas kalian,” jelas dai yang dikenal dengan ustadz akhir zaman.

“Zaman Nabi mana da uang kertas? Betul enggak? Ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa di akhir zaman itu manusia pernah menggunakan uang boongan ini,” lanjut Ustadz Zulkifli.  Menurutnya, uang kertas itu bentuk makar Dajjal dalam menguasai ekonomi global. Setelah 2 tahun berlalu, ternyata perkataan ustadz akhir zaman ini tidak terbukti hingga saat ini.

Hadits Dinar dan Dirham Sebagai Mata Uang

Dalam ceramahnya tersebut, Ustadz Zulkifli jarang sekali menyebutkan sumber kitab hadis Rasulullah yang ia kutip. Bila ia menyebutkan terdapat dalam kitab hadis tertentu, tentu ini akan memudahkan orang awam atau siapa pun yang mendengarnya untuk mengecek kebenaran hadis yang ia kutip. Bila tidak demikian, jangan-jangan hadis yang ia kutip bisa jadi dhaif atau bahkan palsu. Terkait akhir zaman, kita tentu tidak boleh menggunakan hadis dhaif atau palsu sebagai pegangan.

Nah, setelah saya telusuri di kitab-kitab hadis, ternyata saya menemukan hadis berikut ini:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يَنْفَعُ فِيهِ إِلَّا الدِّينَارُ وَالدِّرْهَمُ

“Suatu saat nanti manusia akan merasakan masa di mana hanya dinar dan dirham yang bermanfaat di masa itu.”

Hadis itu saya temukan di beberapa kitab hadis, di antaranya Musnad Ahmad bin Hanbal, al-Fitan karya Imam Nu’aim bin Hammad, Hilyatul Awaliya wa Thabaqat al-Ashfiya karya Abu Nu’aim, dan Imam al-Thabrani dalam beberapa kitabnya al-Kabir, al-Ausath, al-Shagir, dan Musnad al-Syamiyin.

Menurut Syekh Syu’aib al-Arnauth dan Imam Ibnu Hajar dalam Athraf al-Musnad, hadis ini dhaif karena dua hal. Pertama, salah satu perawi hadis tersebut bernama Abu Bakar bin Abi Maryam. Walaupun beliau seorang sufi dan ahli hadis, akan tetapi menurut banyak ulama, hafalan hadis beliau bermasalah.

Kedua, Abu Bakar bin Abi Maryam ini tidak pernah bertemu dengan perawi di atasnya, yaitu al-Miqdam bin Ma’di Karib. Abu Bakar bin Abi Maryam lahir pada masa pemerintahan Abdul Malik (sekitar 65-86 H), dam wafat tahun 156 H. Sementara al-Miqdam lahir sebelum hijriah, dan wafat pada tahun 87 H, versi lain 88 H.

Ini artinya, saat Abu Bakar bin Abi Maryam lahir, al-Miqdam itu baru saja wafat sekitar 1 atau 2 tahun sebelum kelahir Abu Bakar bin Maryam. Dalam khazanah ilmu hadis, kasus seperti ini biasa ulama kenal dengan inqitha’ sanad (keterputusan sanad). Makannya hadisnya dhaif. Memakai hadis dhaif untuk masalah akhir zaman itu gak boleh.

Maksud Hadits Dinar dan Dirham di Akhir Zaman

Tapi ada hadis lain dalam kitab al-Kabir karya Imam al-Thabrani yang lebih jelas dari hadis di atas.

إذا كان في آخر الزمان لا بد للناس فيها من الدراهم والدنانير يقيم الرجل بها دينه ودنياه

“Di akhir zaman itu manusia harus punya dirham dan dinar yang mana dapat ia pergunakan untuk kepentingan agama dan dunianya.” Hadis ini juga dhaif.

Nah, kalau kita baca di hadis ini, kita tahu maksud hadis yang saya sebutkan di awal tadi. Pesan Nabi itu bukan kita disuruh dadakan ngumpulin atau transaksi pakai dinar atau dirham. Tapi kita disuruh Nabi buat mandiri secara ekonomi di akhir zaman untuk menopang kebutuhan duniawi dan ukhrawi.

Bentuk kemandirian ekonomi itu gak harus pakai dinar dan dirham, tapi bisa pakai rupiah, dolar, real, rupe, atau mata uang lainnya. Bukankah sekarang strata sosial orang itu dilihat dari kemapaman dan seberapa banyak duit atau cuan yang dimiliki orang itu? Kalau ini pesannya, memang ada hadis shahih dalam Sunan Ibnu Majah.

Kata Rasulullah, “Carilah rezeki dengan cara yang baik. Semua manusia itu dipermudah sesuai jalannya masing-masing.” Nah, Nabi nyuruh kita nyari duit untuk kebutuhan hidup kita, mandiri secara ekonomi itu lebih baik. Tapi ingat, cara dapetinnya juga yang baik. Jangan sikut sana-sini, jangan korupsi, jangan nipu, dan tidak usah juga susah payah transaksi ekonomi pakai dinar dan dirham.

BINCANG SYARIAH