Tafsir Ayat Puasa (10): Kehalalan di Malam Puasa

Suatu nikmat yang besar, masih halalnya hubungan intim di malam hari puasa Ramadhan.

Allah Ta’ala berfirman,

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. ” (QS. Al Baqarah: 187).

Kehalalan di Malam Puasa

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan, “Kaum muslimin ketika di bulan Ramadhan jika mereka telah melakukan shalat Isya, mereka dilarang untuk menyetubuhi istri, juga dilarang makan, yang semisal itu pula adalah bercumbu. Namun ada beberapa orang dari kaum muslimin menyetubuhi istrinya dan makan setelah Isya di bulan Ramadhan. Di antara yang melakukan seperti itu adalah Umar bin Khottob sampai ia pun mengadukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga turunlah ayat,

عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ

“Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu” sampai firman Allah Ta’ala,

فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ

Maksudnya adalah sekarang halal bagimu untuk menyetubuhi istri kalian (di malam hari). Kemudian Allah Ta’ala berfirman,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam.” Maksudnya adalah sampai nampak fajar Shubuh dan sebelumnya adalah gelap malam. Yang dimaksud rofats adalah nikah.

Dari Sa’id bin Jubair mengenai firman Allah Ta’ala,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ

“Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.” Sa’id berkata, “Diwajibkan bagi mereka ketika salah seorang dari mereka sudah tidur dan belum makan, maka tidak dibolehkan bagi mereka untuk makan sedikit pun ketika bangun, begitu pula tidak boleh mencumbu istri. Selama bulan puasa dilarang pula untuk berhubungan intim di malam hari dengan pasangannya. Allah akhirnya memberikan keringanan bagi kalian. Saat ini di malam hari dihalalkan untuk melakukan hubungan intim.” (Syarhul ‘Umdah – Shiyam, 1: 517-518).

Syaikh As Sa’di berkata, “Di awal-awal diwajibkannya puasa bagi kaum muslimin di malam hari setelah sebelumnya tidur diharamkan untuk makan, minum dan melakukan hubungan intim. Seperti ini terasa berat. Sehingga Allah meringankannya dan akhirnya dibolehkan melakukan hal-hal tadi di malam hari baik sebelumnya tidur ataupun tidak. Hal itu dibolehkan karena hawa nafsu tidak bisa ditahan sampai meninggalkan hal yang diperintahkan. Allah pun menerima taubat kalian. Allah memberikan kelapangan yang jika tidak diberikan maka akan membuat seseorang terjerumus dalam dosa. Namun Allah memaafkan hawa nafsu kalian di masa sebelumnya. Ini adalah keringanan dan kelapangan dari Allah. Sekarang boleh bagi kalian untuk bersetubuh, mencium dan bersentuhan dengan pasangan kalian.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87).

Syaikh As Sa’di juga mengatakan, “Niatkanlah dalam hubungan intim kalian dengan pasangan kalian sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Tujuan utama dari hubungan intim tersebut adalah mengharap keturunan, menjaga diri dari zina dan menggapai tujuan nikah.” (Idem).

Sampai-sampai dijelaskan oleh Syaikh As Sa’di, meski di malam hari puasa dibolehkan hubungan intim, namun jangan sampai hal ini membuat lalai dari ibadah di hari-hari terakhir Ramadhan yang terdapat Lailatul Qadar. Beliau rahimahullah berkata, “Allah menetapkan adanya Lailatul Qadar (malam yang penuh keutamaan) dan itu terdapat di malam-malam terakhir di bulan Ramadhan. Tidak sepantasnya kenikmatan hubungan intim melalaikan dari ibadah di malam-malam akhir bulan Ramadhan. Hubungan intim jika luput bisa dilakukan di lain waktu. Namun untuk Lailatul Qadar jika luput, maka ia tidak akan memperolehnya lagi untuk saat itu.” (Idem).

Itulah nikmatnya untuk saat ini dibolehkan untuk melakukan hubungan intim di malam hari, beda di masa-masa awal Islam. Sungguh nikmat yang besar yang patut disyukuri.

Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber https://rumaysho.com/8441-tafsir-ayat-puasa-10-kehalalan-di-malam-puasa.html