“Masya Allah” Kapan Diucapkan?

Bismillahirrahmanirrahim.

Kesempurnaan Islam sangat terasa manakala kita dapati di setiap keadaan ada doa atau zikir yang dianjurkan untuk dibaca. Salah satunya adalah ungkapan yang sangat populer, yaitu “masyaallah”.

Di dalam Al-Qur’an ungkapan ini banyak disebutkan. Seperti pada ayat berikut,

وَلَوۡلَآ إِذۡ دَخَلۡتَ جَنَّتَكَ قُلۡتَ مَا شَآءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِۚ إِن تَرَنِ أَنَا۠ أَقَلَّ مِنكَ مَالٗا وَوَلَدٗا

“Mengapa ketika Engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, ‘Māsyā Allāh, lā quwwata illā billāh.’ (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tidak ada kekuatan, kecuali dengan (pertolongan) Allah), sekalipun Engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu.” (QS. Al-Kahfi: 39)

Ayat ini bercerita tentang nasihat seorang pemilik kebun kepada temannya yang sama-sama mempunyai kebun, namun ia kafir. Saat masuk ke kebunnya, dengan penuh kesombongan pemilik kebun yang kafir ini mengatakan, “Menurutku, kebun ini akan abadi. Dan kiamat itu tidak akan terjadi. Kalau pun aku diambil oleh Tuhanku, aku pasti akan dapat tempat tinggal yang lebih baik dari ini.”

Mendengar ucapan itu, sang pemilik kebun yang mukmin menasihati temannya itu, “Apa kamu berani ingkar kepada Tuhan yang menciptakan kamu dari tanah dan setetes air mani, kemudian kamu menjadi laki-laki yang matang?!”

(Percakapan mereka ada di surah Al-Kahfi, ayat 35 – 38)

Kemudian, pemilik kebun yang mukmin itu melanjutkan nasihat yang terekam pada ayat 39 surah Al-Kahfi di atas.

Baca Juga:  Hikmah dari Variasi Bacaan Doa dan Dzikir

Kapan ungkapan “masyaallah” diucapkan?

Ayat di atas mengandung tuntunan, kapan ungkapan “masyaallah” diucapkan?

Bila dilihat dari latar belakang munculnya nasihat itu, yaitu di saat menegur saudaranya yang sombong atau takjub melihat kebunnya yang indah dan menawan, maka ucapan “masyaallah” dituntunkan untuk diucapkan pada saat melihat hal-hal yang menakjubkan, baik pada rezeki kita atau milik orang lain.

Sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah di dalam tafsirnya terhadap ayat ini,

أي هلا إذ أعجبتك حين دخلتها ونظرت إليها، حمدت الله ما أنعم به عليك وأعطاك من المال والولد ما لم يعطه غيرك، وقلت ما شاء الله لا قوة إلا بالله، ولهذا قال بعض السلف: من أعجبه شيء من حاله أو ماله أو ولده، فليقل: ما شاء الله لا قوة إلا بالله، وهذا مأخوذ من هذه الآية الكريمة.

“Maksud ayat ini, tidakkah Anda memuji Allah atas nikmat yang Allah berikan kepadamu yang tidak diberikan kepada orang lain berupa harta dan keturunan dengan mengucapkan ‘Māsyā Allāh, lā quwwata illā billāh (masyaallah, tidak ada kekuatan, kecuali milik Allah, pent)’, saat Anda masuk ke kebun itu dan memandangnya? Oleh karenanya, sebagian ulama salaf mengatakan, ‘Jika kalian takjub dengan sesuatu, entah itu berupa keadaan, harta atau anaknya, hendaknya kalian mengucapkan, ‘Māsyā Allāh, lā quwwata illā billāh.’ Pesan ini diambil dari ayat di atas.”

Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab Al-Wabil As-Shoyyib (hal. 371) menulis sebuah bab dengan judul “Zikir yang Diucapkan saat Melihat Sesuatu yang Menakjubkan dan Dia Khawatir dengan ‘Ain.” Kemudian, beliau menyertakan ayat 39 surah Al-Kahfi di atas dan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,

العين حق، ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين

Ain itu benar adanya. Andai ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, maka itu adalah ‘ain.(HR. Muslim)

Wallahua’lam bishshowab.

***

Penulis: Ahmad Anshori, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/70496-masya-allah-kapan-diucapkan.html

Apa Arti Masya Allah?

Tentu tidak asing lagi ucapan “Masya Allah“[1] (ما شاء الله) di tengah kaum Muslimin. Bahkan pembaca sekalian mungkin sudah sering mengucapkannya. Tapi apakah anda sudah tahu arti Masya Allah?

Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “disyariatkan bagi orang mukmin ketika melihat sesuatu yang membuatnya takjub hendaknya ia mengucapkan ‘Masya Allah‘ atau ‘Baarakallahu Fiik‘ atau juga ‘Allahumma Baarik Fiihi‘ sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاء اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu “MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH”‘ (QS. Al Kahfi: 39)” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.39905).

Kita akan coba jelaskan apa makna dari ucapan “Masya Allah“? Simak penjelasan berikut:

Di dalam kitab Tafsir Al Quranul Karim Surat Al Kahfi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa kalimat “Masya Allah” (ما شاء الله) bisa diartikan dengan dua makna. Hal tersebut dikarenakan kalimat “maa syaa Allah” (ما شاء الله) bisa di-i’rab[2] dengan dua cara di dalam bahasa Arab:

  1. I’rab yang pertama dari “Masya Allah” (ما شاء الله) adalah dengan menjadikan kata “maa” (ما) sebagai isim maushul (kata sambung) dan kata tersebut berstatus sebagai khabar (predikat). Mubtada’ (subjek) dari kalimat tersebut adalah mubtada’ yang disembunyikan, yaitu “hadzaa” (هذا). Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah :هذا ما شاء الله/hadzaa maa syaa Allah/Jika demikian, maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: inilah yang dikehendaki oleh Allah.
  2. Adapun i’rab yang kedua, kata “maa” (ما) pada “maa syaa Allah” merupakan maa syarthiyyah (kata benda yang mengindikasikan sebab) dan frase “syaa Allah” (شاء الله) berstatus sebagai fi’il syarath (kata kerja yang mengindikasikan sebab). Sedangkan jawab syarath (kata benda yang mengindikasikan akibat dari sebab) dari kalimat tersebut tersembunyi, yaitu “kaana” (كان) . Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah:ما شاء الله كان/maa syaa Allahu kaana/Jika demikian maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi.

Ringkasnya, “maa syaa Allah” bisa diterjemahkan dengan dua terjemahan, inilah yang diinginkan oleh Allah atau apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi. Maka ketika melihat hal yang menakjubkan, lalu kita ucapkan “Masya Allah” (ما شاء الله), artinya kita menyadari dan menetapkan bahwa hal yang menakjubkan tersebut semata-mata terjadi karena kuasa Allah.

Itulah arti Masya Allah yang bisa kita simpulkan. Semoga lisan-lisan kita dapat senantiasa dibasahi ucapan dzikir kepada Allah Ta’ala. Wabillahit taufiq.

***

Catatan Kaki[1] Sebagian orang mempermasalahkan penulisan Masya Allah yang benar, antara lain “Masya Allah” atau “Masha Allah” atau “Maasyaa Allah” atau “Masyallah”. Mungkin bagi mereka yang benar adalah “Maa Syaa-Allah” atau “Maa Syaa-a Allah”. Namun hal ini sebenarnya tidak patut dipermasalahkan, semuanya bisa digunakan. Karena memang tulisan huruf latin tidak bisa mengakomodasi bahasa arab dengan sempurna. Sehingga yang penting adalah pengucapan lisannya. Bahkan dalam tulisan formal, hendaknya mengikuti kaidah transliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor 158 tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987. Lihat disini.
Jika dengan pedoman ini, maka penulisan yang baku adalah: Māsyā-a Allāhu
Namun, sekali lagi, ini bukan masalah besar selama tidak terlalu jauh dari pengucapan arabnya.[2] I’rab adalah penjabaran struktur kalimat di dalam bahasa Arab.


Penulis: Muhammad Rezki Hr, ST., M.Eng

Sumber: https://muslim.or.id/21845-apa-arti-masya-allah.html