Rasulullah Pentingkan Ibadah Sosial, Haji Cukup Sekali

Ibadah haji diwajibkan bagi umat muslim yang mampu. Berapa kali umat muslim afdol untuk berhaji? Setelah Fath Makkah, Nabi Muhammad SAW hanya mengerjakan haji satu kali dan melakukan umrah empat kali pada tahun 10 Hijriah.

Ibadah haji dan umrah sendiri diwajibkan kepada umat Islam pada tahun 6 Hijriah. Begitu lah pendapat yang masyhur di kalangan ulama. Dengan para shahabat, pada tahun itu Muhammad bermaksud melakukan umrah ke Makkah, namun tidak berhasil memasuki kota Makkah, karena masih dikuasai kaum musyrikin.

Berdasarkan perjanjian Hudaibiyah dengan kaum musyrikin, Muhammad diizinkan untuk melakukan umrah pada tahun ke 7 Hijriah. Pada tanggal 12 Ramadhan 8 Hijriah, Muhamamd berhasil membebaskan kota Makkah melalui operasi damai Fath Makkah. Pada bulan Dzulqa’dah di tahun itu, nabi kemudian melakukan ibadah umrah dari Ji’ranah di luar kota Makkah. Dan, selanjutnya ke Madinah tanpa melakukan ibadah haji, padahal waktu itu kota Makkah sudah dikuasai umat Islam.

Namun baru pada tahun 10 Hijriah, Muhammad melakukan ibadah haji dan umrah, lalu setahun kemudian dia wafat. Walau Muhammad mempunyai kesempatan untuk beribadah haji sebanyak tiga kali, yaitu pada tahun 8, 9, 10 H, beliau melaksanakan ibadah haji hanya satu kali.

“Sahabat Anas bin Malik menuturkan, bahwa Nabi SAWA melakukan ibadah haji hanya satu kali saja, dan melakukan ibadah umrah empat kali, semuanya dilakukan pada bulan Dzulqa’dah, kecuali umrah yang bersama ibadah haji,\\\” kata Naib Amirul Haj 1430 Hijriah, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, KH Ali Mustafa Yaqub dalam khutbah Arafah di tenda perkemahan jamaah haji Indonesia dalam pelaksanaan Wukuf di Padang Arafah, Arab Saudi, Kamis (26\/11\/2009) ba’da Sholat Dzuhur.

Ali pun mengutip hadits Bukhari dan Muslim yang menyabutkan, dari Qatadah; aku bertanya kepada Anas bin Malik RA, “Berapa kali Nabi Muhammad SAW beribadah umrah?” Anas menjawab,”Empat kali”, yaitu; pertama, umrah Hudaibiyah (6 H) di bulan Dzulqa\\\’dah saat dihalang-halangi kaum musyrikin; kedua, umrah yang dilakukan pada tahun berikutnya (7 H) di bulan Dzulqa’dah; ketiga, umrah Ji’ranah di saat pembagian harta rampasan perang (Ghanimah) Hunain. Aku bertanya lagi,”Berapa kali Nabi Muhammad SAW?” Anas menjawab, “Satu kali”.

Pertanyaan yang muncul sekarang, lanjut Ali, mengapa Muhammad beribadah haji hanya satu kali saja, padahal beliau mempunyai kesempatan untuk beribadah haji tiga kali? Bandingkan dengan selera kaum muslimin sekarang yang, tentu yang punya dana, ingin beribadah haji setiap tahun. Nampaknya, selera seperti ini sudah menjadi gejala bagi sebagian besar umat Islam di mana saja mereka berada.

Ali mengungkapkan ada tiga hal yang menyebabkan Nabi Muhammad SAW tidak melakukan haji berulang ulang. Pertama, saat Muhammad masih melakukan Jihad fi Sabilillah melawan kaum musyrikin. Kedua, lebih memperhatikan untuk menyantuni anak yatim dan janda akibat peperangan dengan kaum musyrikin. Bahkan Muhammad menegaskan; penyantun janda dan orang miskin (pahalanya) seperti berjihad fi sabilillah atau seperti orang yang berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari (Hadis Bukhari dan Muslim).

Tentang menyantuni anak yatim Muhammad juga menyatakan; Aku dan penyantun anak yatim di surga nanti seperti ini. Shahabat Sahal bin Sa\\\’ad mengatakan, “Rasulullah memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan jari tengahnya” (Hadis Bukhari dan Muslim).

“Dan tentulah surga yang didiami Nabi Muhammad SAW bukanlah surga kelas ekonomi, melainkan surga kelas super VIP. Bandingkan dengan surga yang dijanjikan bagi ibadah haji yang mabrur, hanya disebut surga saja, dan itu pun harus haji yang mabrur. Nabi saw bersabda; ibadah umrah yang satu dengan ibadah umrah yang lain itu kafarat (penghapus dosa) antara kedua umrah tadi, dan haji yang mabrur tidak ada balasan kecuali surga,” jelas Ali lagi.

Selebihnya, Muhammad lebih mementingkan syiar Islam kepada para pemuda pengikutnya, serta menjamin makanannya selama belajar. Dari ketiga hal penting itulah yang menyebabkan Muhammad tidak mendahulukan ibadah-ibadah sunnah individual (ibadah qashirah), tetapi justru beliau memprioritaskan ibadah-ibadah sosial (ibadah muta’addiyah).

Karenanya, Muhammad tidak pernah walau sekali beribadah haji sunnah, tidak pernah beribadah umrah pada bulan Ramadhan. Sementara sebagian umatnya sekarang ingin beribadah haji setiap tahun, ingin beribadah umrah setiap bulan atau setiap minggu. Padahal rata-rata keadaan umat Islam saat ini di segala penjuru dunia sangat memprihatinkan.

Menurut catatan FAO (Foods and Agriculture Organization), dunia saat ini masih didiami oleh 830 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah fakir 830 juta itu, 700 juta adalah orang Islam. Sekiranya uang yang hampir Rp 115 triliun yang digunakan setiap tahun untuk perbuatan yang tidak wajib dan tidak pernah dicontohkan oleh Muhammad, itu dipakai untuk mengentaskan kemiskinan 700 juta orang Islam itu, maka pada suatu saat jumlah orang Islam yang miskin akan sangat kecil.

“Dalam keadaan umat Islam seperti ini, pantaskah seorang muslim yang kaya setiap tahun pergi ke Makkah untuk melakukan sesuatu yang tidak wajib? Pantaskah mereka bolak-balik umrah ke Makkah. Siapakah gerangan yang menyuruh mereka begitu? Ayat al-Qur’an manakah yang menyuruh agar kita beribadah haji berulang-ulang, sedangkan kondisi umat Islam sedang terpuruk? Hadis manakah yang menyuruh kita bolak-balik umrah, sementara kaum muslimin sedang kelaparan?” tanya Ali lantang.

Ali menegaskan, semua itu tidak ditemukan dalam ayat Al Quran maupun hadis yang menyuruh umat Islam untuk melakukan hal itu. Bila demikian, maka tidak ada lain, yang menyuruh mereka untuk melakukan hal seperti itu adalah hawa nafsu atas bisikan setan.

“Maka haji seperti itu layak disebut sebagai haji pengabdi setan, bukan haji yang mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan ternyata perilaku Nabi Muhammad adalah berhaji cukup sekali, berinfak ribuan kali. Atau dengan kata lain, Nabi Muhammad lebih mengutamakan ibadah sosial daripada ibadah individual,” pungkasnya.

 

sumber: Detik.com