Penyembah Berhala di Masa Jahiliyah Juga Beriman?

Beriman Sekaligus Menyekutukan Allah?

Pertanyaan ini mungkin terbetik dalam benak ketika membaca firman Allah ta’ala dalam al-Quran surat Yusuf ayat 106. Allah ta’ala berfirman,

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” [Yusuf: 106]

Mengapa Allah ta’ala menetapkan keberadaan iman pada diri penyembah berhala? Padahal kita tahu bahwa keimanan dan kesyirikan besar ( syirik akbar) tidak mungkin bersatu. Jika demikian, apa makna ayat di atas?

Keimanan  Penyembah Berhala

Keimanan yang dimaksud dalam ayat di atas adalah pengakuan (al-iqrar) dan pembenaran (at-tashdiq), yang merupakan hal nyata yang dilakukan oleh kaum musyrikin. Mereka mengakui rububiyah Allah ta’ala. Mereka tidak mengingkari bahwa Sang Pencipta, Sang Pemberi rezeki, Sang Penguasa, Sang Pengatur, Yang Maha Menghidukan, Yang Maha Mematikan adalah Allah ta’ala. Namun, bersama dengan pengakuan tersebut, mereka membuat tandingan bagi Allah ta’ala dalam peribadahan alias melakukan kesyirikan.

Pengakuan inilah keimanan mereka yang diisyaratkan dalam ayat tersebut. Demikian pula dengan kesyirikan mereka dalam peribadahan, pun diisyaratkan dalam ayat itu. Hal itu tercermin dan tampak dalam kalimat talbiyah yang diucapkan kaum musyrikin ketika mereka berhaji,

لبيك لا شريك لك، إلا شريكا هو لك، تملكه وما ملك

Aku menjawab panggilan-Mu, ya Allah; tiada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu; Engkau menguasainya dan ia tidak berkuasa.” [HR. Muslim: 1185]

Ternyata meski mengakui rububiyah Allah ta’ala dan beribadah kepada-Nya, mereka juga mempersembahkan peribadahan kepada selain Allah. Tentu hal itu adalah kesyirikan yang nyata.

Hal ini menunjukkan bahwa keimanan yang selaras dengan ajaran agama dan menafikan kesyirikan besar tidak akan terwujud pada diri seseorang dengan hanya mengakui rububiyah Allah ta’ala. Akan tetapi, keimanan tersebut harus diiringi dengan perbuatan mengesakan Allah ta’ala dalam peribadahan. Itulah tauhid uluhiyah yang menjadi inti dakwah para rasul ‘alaihim as-salam.

Contoh Keimanan  Penyembah Berhala di Masa Jahiliyah

Di antara bukti pengakuan kaum musyrikin terhadap rububiyah Allah ta’ala adalah apa yang disampaikan dalam firman-Nya,

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ. قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ . قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ فَأَنَّىٰ تُسْحَرُونَ

Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak ingat?’ Katakanlah, ‘Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?’ [al-Mukminun: 84-89]

Dalam surat al-Ankabut, Allah ta’ala berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” [al-Ankabut: 61]

Juga firman-Nya,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’, Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah’, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” [al-Ankabut: 63]

Di antara bukti keimanan mereka adalah pengakuan kaum musyrikin terhadap kehendak (masyi’ah) Allah ta’ala yang merupakan tuntutan dari rububiyah Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman,

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ ۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّىٰ ذَاقُوا بَأْسَنَا ۗ قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا ۖ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ

Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun’. Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, ‘Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?’ Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.” [al-An’am: 148]

Dan di antara atsar terkait ayat 106 surat Yusuf tersebut adalah apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau menyatakan,

من إيمانهم، إذا قيل لهم: من خلق السماء؟ ومن خلق الأرض؟ ومن خلق الجبال؟ قالوا: الله، وهم مشركون

Di antara keimanan mereka (kaum musyrikin) adalah jika mereka ditanya siapa yang menciptakan langit, bumi, dan pegunungan? Niscaya mereka akan menjawab bahwa Allah yang menciptakan itu semua. Namun, meski begitu, mereka tetap berbuat kesyirikan.”

Ikrimah rahimahullah juga mengatakan,

تسألهم من خلقهم؟ ومن خلق السماوات والأرض، فيقولون: الله. فذلك إيمانهم بالله، وهم يعبدون غيره

Tanyalah mereka siapa yang menciptakan diri mereka, serta yang menciptakan langit dan bumi? Pasti mereka akan menjawab bahwa Allah yang menciptakan semua itu. Itulah keimanan mereka kepada Allah. Meski demikian, mereka juga tetap menyembah selain-Nya” [lihat Tafsir ath-Thabari, diakses di http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura12-aya106.html]

Bentuk keimanan yang juga dipraktikkan kaum musyrikin adalah keimanan temporer yang yang dilakukan ketika mereka menghadapi marabahaya. Ketika Allah ta’ala menyingkirkan marabahaya itu, serta-merta mereka kembali berbuat kesyirikan! Beberapa ayat dalam al-Quran menunjukkannya, di antaranya adalah firman Allah ta’ala,

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” [al-Ankabut: 65]

Kesimpulan

Keimanan yang dimaksud dalam ayat 106 surat Yusuf adalah pengakuan kaum musyrikin terhadap rububiyah Allah ta’ala. Pengakuan terhadap rububiyah ini boleh jadi masih mencakup kesyirikan seperti kondisi kaum musyrikin di zaman kenabian. Berbeda dengan pengakuan terhadap tauhid uluhiyah yang sama sekali tidak mengandung kesyirikan, dimana keberadaannya akan meniadakan kesyirikan besar.  Oleh karena itu, setiap orang yang hanya mengakui rububiyah Allah ta’ala belum menjadi orang beriman hingga bertauhid uluhiyah, karena ia tahu bahwa tauhid rububiyah adalah prasyarat tauhid uluhiyah.

Sebagian ulama memperluas mafhum (pemahaman) ayat di atas, di mana mereka memasukkan kesyirikan kecil tercakup dalam kesyirikan yang diisyaratkan dalam ayat tersebut. Dengan demikian, ayat tersebut juga mencakup seorang muslim yang terjangkit dengan kesyirikan kecil seperti terjerumus dalam riya dan semisalnya.  Wallahu ta’ala a’lam.

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Sumber: https://muslim.or.id/66871-penyembah-berhala-di-masa-jahiliyah-juga-beriman.html