Jagalah Lisan

Syekh A’idh bin Abdullah Al Qarni pada bukunya Aqbalta Ya Ramadhan menyatakan, dalam rangka menyambut Ramadhan, hal terpenting yang perlu ditempuh, yaitu menyiapkan mental dan spiritual.

Terutama, meletakkan pemahaman bahwa lewat Ramadhan, Allah akan menguji iman seseorang. Sejauh manakah kualitas keimanannya. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi.” (QS al-Ankabuut [29] : 2).

Karena itulah, kata Syekh Al Qarni, posisi niat sangat menentukan. Berpuasa hendaknya didasari dengan niat dan iktikad beribadah. Tanpa niat maka ia tak berhak atas pahala. Sangat disayangkan sebagian orang berpuasa tanpa niat yang jelas. Mereka melakukannya atas dasar kebiasaan. Ikut-ikutan puasa, seperti orang tua, kerabat, dan tetangga. “Maka, berniatlah karena Allah,” tulisnya.

Syekh Al Qarni juga menggarisbawahi agar mengisi Ramadhan dengan beribadah. Bukan malah menghabiskan hari-hari Ramadhan dengan tidur sepanjang waktu. Ada saja kebiasaan negatif selama Ramadhan. Tidur dari ba’da shubuh hingga siang, bahkan dari siang ada pula yang sampai sore jelang berbuka. “Kesempatan ini terlalu langka untuk disia-siakan,” katanya menegaskan.

Jelang Ramadhan, ujar Syekh Al Qarni, tingkatkan intensitas membaca Alquran. Ini akan sangat membantu memaksimalkan Ramadhan dengan baca-bacaan Alquran.

Keutamaannya pun berlipat ganda. Pasalnya, di bulan inilah kitab suci umat Islam tersebut diturunkan. “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS al-Baqarah [2] : 185).

Para salaf memaksimalkan Ramadhan untuk berinteraksi penuh dengan Alquran. Imam Malik bin Anas berhenti sejenak dari aktivitas taklim dan memberikan fatwa selama Ramadhan Pencetus Mazhab Maliki ini fokus membaca Alquran. Imam as-Syafi’i konon mengkhatamkan Alquran 60 kali selama bulan suci itu.

Lalu, perbanyaklah berbuat bagi sesama dan berbuat sedekah. Rasul, seperti dinukilkan Ibnu Abbas, adalah sebaik-baik manusia ketika Ramadhan. Ini dilakukan pula oleh para generasi salaf. Abdullah bin Umar tak pernah melewatkan berbuka dengan dhuafa. Hamad bin Abi Sulaiman memberi hidangan berbuka untuk 500 orang miskin tiap harinya. Ketika Idul Fitri, ia memberikan mereka per orang 100 dirham.

Selain itu, berusahalah menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah. Mulai dari shalat tarawih, tahajud, witir, atau berzikir. Rasulullah, seperti dikisahkan oleh Aisyah, senantiasa menjaga shalat malam di Ramadhan sekalipun kondisi kesehatan badan kurang mendukung. Abu Hurairah juga demikian. Sahabat periwayat hadis itu bahkan membuat tugas jaga malam di internal keluarganya. Ini agar anggota keluarganya bisa bertahajud.

Jaga lisan. Barang siapa berpuasa, namun tak mampu menjaga lisan dengan tetap menggunjing, menebar fitnah, berdusta, berkata kasar, atau tak pantas, sejatinya puasanya nihil makna dan pahala. Penegasan ini terdapat di hadis Bukhari dari Abu Hurairah. Ali bin Abi Thalib pernah bertutur, hakikat puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan menjauhi perkataan yang dusta, batil, dan nista.   

 

REPUBLIKA

Mencontoh Puasa Rasulullah

Ibadah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW menjadi contoh bagi Umat Islam untuk menjalankannya. Termasuk berpuasa.

Tak mudah mengikuti seperti apa yang diberikan dan disampaikan oleh Rasul SAW. Sebab, Rasulullah adalah teladan terbaik bagi seluruh umat manusia.

Dalam Alquran, Allah memuji Rasulullah SAW sebagai suri teladan yang baik bagi umat. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab [33]: 21). Hal ini menunjukkan bahwa akhlak dan pribadinya sangat baik dan mulia.

Bahkan, dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari Aisyah RA dinyatakan bahwa akhlak Rasulullah SAW itu senantiasa merujuk pada Alquran.

Karena itu, sudah selayaknya umat Islam mencontoh dan meneladani kepribadian Rasulullah SAW dalam segala hal, termasuk puasa. Berikut beberapa cara yang biasa dilakukan Rasulullah SAW dalam menjalankan ibadah puasa dan menghidupkan Ramadhan.

Berniat puasa sejak malam

Diriwayatkan dari Hafsah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tidak berniat untuk puasa Ramadhan sejak malam, maka tak ada puasa baginya.” (HR Abu Dawud).

Mengawali dengan sahur

Setiap akan berpuasa, Rasul SAW selalu makan sahur dengan mengakhirkannya, yakni menjelang datangnya waktu imsak.

Menyegerakan berbuka dan shalat

Dan ketika berbuka itu, Rasul SAW hanya memakan tiga biji kurma dan segelas air putih, lalu segera berwudhu untuk mengerjakan shIalat Maghrib secara berjamaah.

Dari Abu ‘Athiyah RA, dia berkata, “Saya bersama Masruq datang kepada Aisyah RA. Kemudian Masruq berkata kepadanya, “Ada dua sahabat Nabi Muhammad SAW yang masing-masing ingin mengejar kebaikan, dan salah seorang dari keduanya itu segera mengerjakan shalat Maghrib dan kemudian berbuka. Sedangkan yang seorang lagi, berbuka dulu baru kemudian mengerjakan shalat Maghrib.” Aisyah bertanya, “Siapakah yang segera mengerjakan shalat Maghrib dan berbuka?” Masruq menjawab, “Abdullah bin Mas’ud.” Kemudian Aisyah berkata, “Demikianlah yang diperbuat oleh Rasulullah SAW.” (HR Muslim No 1242).

Memberbanyak ibadah

Selama bulan Ramadhan, Rasul SAW senantiasa memperbanyak amalan, seperti shalat malam, tadarus Alquran, zikir, tasbih, dan sedekah.

Iktikaf

Memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasul SAW meningkatkan aktivitas ibadahnya, terutama dengan iktikaf.

Reporter : Syahrudin El-Fikri
Redaktur : A.Syalaby Ichsan