Jejak Kopi dalam Penyebaran Islam

Saat ini kopi menjadi salah satu bahan minuman yang populer di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, yang merupakan salah satu produsen kopi dunia, dalam beberapa tahun belakangan tumbuh kultur kopi spesialitas sebagai variasi dari dominasi kultur kopi instan. Kopi single original sebagai konsumsi sehari-hari, serta nongkrong di kafe, sudah jadi bagian dari gaya hidup normal, terutama di kalangan anak muda.

Sepanjang sejarahnya, kopi banyak terlibat dalam berbagai peristiwa menarik di berbagai belahan dunia. Mulai dari peristiwa yang menimbulkan kegegeran, sampai kronik-kronik jenaka. Mulai dari kelompok agamawan hingga kalangan pedagang, punya cerita masing-masing dengan kopi.

Dalam historiografi penyebaran Islam, kopi juga punya tempat tersendiri. Kuatnya kultur ngopi di kalangan bangsa-bangsa Arab membuat kopi menjadi salah satu bekal para penjelajah pendakwah Islam. Sejarawan Mark Pendergrast dalam bukunya Uncommon Grounds, bahkan menyimpulkan bahwa kopi menyebar bersama Islam. Di mana ada Islam, di situ ada kopi.

Awal mula penemuan kopi sendiri sampai sekarang masih simpang-siur karena tidak ada bukti sejarah yang bisa dijadikan rujukan. Salah satu versi paling populer adalah cerita rakyat tentang Kaldi, bocah penggembala dari Etiopia yang melihat kambing-kambingnya menjadi energik setelah memakan buah-buahan serupa beri berwarna merah yang akan dikenal sebagai kopi. Yang pasti, sejak ditemukan popularitas kopi lekas meroket di kalangan masyarakat sekitar. Orang menyukai efek kesegaran yang diberikan buah berukuran mini tersebut.

Kontroversi pertama yang melibatkan kopi segera muncul. Kelompok agamawan curiga bahwa kopi adalah tipu daya setan untuk melenakan manusia. Meski begitu, ketika merasakan langsung efek kopi pada tubuhnya, kelompok agamawan malah menjadikan kopi sebagai logistik penting untuk praktik ibadah. Sebab kopi membantu mata mereka tetap melek ketika menjalankan ibadah malam, baik dengan cara dikonsumsi atau dibakar. Dari sinilah pintu masuk kopi dikenal dalam dunia Islam.

Ada dua versi tentang titimangsa awal manusia mengenal kopi, yakni abad ke-6 dan abad ke-9 M. Meski begitu sebuah riwayat yang dikutip Pendergrast mengisyaratkan bahwa pada era Nabi Muhammad (abad ke-6 sampai 7 M.), kopi sudah dikenal umum di kalangan masyarakat Mekah. Nabi bahkan disebutkan berkata bahwa kopi, “mengalahkan tenaga empat puluh lelaki dan mempengaruhi empat puluh perempuan”.

Sejarawan Reay Tannahill menyebut bahwa di Arab pada masa itu, umat Islam menyambut gembira kopi karena dianggap sebagai pengganti khamr, minuman keras yang mulai dilarang Islam. Karenanya di Arab buah kopi salah satunya disebut dengan qahwa, yang berarti minuman anggur, alias wine. Nama lain penyebutan kopi dalam leksikon masyarakat Arab adalah kaffa atau kafta, yang dipercaya menjadi asal dari kata kopi atau coffee sekarang. Selain itu ada juga yang menyebutnya sebagai quwwa dan bunn.

Di era selanjutnya ketika Islam mulai disebarkan ke luar Jazirah Arab, di wilayah Turki, negara-negara. Balkan, Spanyol, dan Afrika Utara, kopi dapat ditemukan bersama dengan masuknya pengaruh Islam. Kopi bahkan populer disebut sebagai “minuman Islam”. Dari penyebaran inilah nanti penduduk Eropa dan dunia mulai mengenal kopi.

Ilmuwan muslim Persia Al-Razi (abad 9-10 M) dipercaya sebagai orang pertama yang menyebut kopi dalam literatur. Ia mendaftar buah bunn dan minuman buncham dalam ensiklopedia berbagai bahan yang punya khasiat menyembuhkan penyakit. Sayangnya ensiklopedia ini telah musnah. Sementara ilmuwan Persia sesudahnya, Ibnu Sina (abad 10-11), pernah menyebut kopi punya khasiat menambah daya tahan tubuh, membersihkan kulit dan memberikan bau tubuh yang enak.

Meskipun kopi sudah demikian populer di berbagai belahan dunia, tapi sampai abad ke-15 M. tidak pernah ada bibit kopi yang menyebar ke luar Jazirah Arab. Pendergrast menyebut bahwa bangsa Arab yang paham berharganya komoditas ini, memonopoli produksi kopi dengan menjaga ketat kebun-kebun kopi dan hanya membolehkan penjualan buah atau biji kopi yang sudah diolah, agar tidak dijadikan bibit. Rencana tersebut berantakan karena ulah seorang jamaah haji asal India, Baba Budan.

Entah darimana dapatnya, Budan disebut menyelundupkan tujuh biji kopi segar di perutnya ketika selesai melakukan ibadah haji. Di kampungnya, Misore, India, ia sukses menumbuhkan pohon-pohon kopi. Dari sinilah monopoli bangsa Arab atas kopi perlahan-lahan runtuh. Atas “dosa” Baba Budan inilah sekarang kita bisa mendapatkan dan menikmati beragam jenis kopi dengan mudah.

Kalau kita sering mendengar ormas-ormas mengatasnamakan Islam yang kerap menggerebek tempat-tempat hiburan, jangan dianggap itu gejala yang cuma terjadi pada saat ini. Pada sekitar abad ke-15 M. praktek penggerebekan oleh sekelompok orang Islam juga melanda kedai kopi yang saat itu mulai tumbuh subur dan menjadi tempat nongkrong berbagai kalangan di Turki. Alasannya, mereka tidak rela kopi yang selama ini dikenal sebagai logistik ibadah, kini bercampur baur dengan segala aktivitas hiburan dan kesenangan duniawi.

Tapi sejarah membuktikan bahwa berbagai upaya memonopoli dan membatasi kopi pada akhirnya kalah juga. Bahkan para penguasa yang khawatir dan sempat melarang kedai-kedai kopi, lantaran kerap menjadi tempat berkumpul warga untuk bergosip politik, akhirnya mesti angkat tangan. Ini misalnya terjadi pada Khair-Beg, gubernur Mekkah pada abad 16 M.

Sebuah cerita kondang yang menarik, meski sulit dibuktikan kebenarannya, disebut terjadi pada abad ke-16 M di Eropa. Saat itu kopi masih dikenal sebagai “minuman Islam” dan penduduk Eropa baru mengenalnya. Sebagaimana beberapa kelompok dan pemuka Islam pernah mencoba menolak kopi karena menimbulkan kesenangan, di kalangan Kristen juga tumbuh kekhawatiran yang sama ketika popularitas kopi mulai melanda Eropa.

Para pemuka gereja pun menghadap Paus Clement VIII (abad 16-17 M.), membawa bukti kopi dan memintanya agar memfatwa haram “minuman setan” tersebut. Clement VIII memutuskan untuk mencicipinya sebelum menjatuhkan fatwa.

“Kenapa minuman ini lezat sekali?” kata Clement VIII begitu selesai menyeruput. “Sayang jika membiarkan orang Islam menguasainya sendiri. Kita mesti “menipu” setan dengan membaptis kopi”.

Dan hingga kini kopi terus bertahan dari zaman ke zaman.

BINCANG SYARIAH