Shalat, Kewajiban Seluruh Nabi (Bag. 2)

Baca artikel sebelumnya Shalat, Kewajiban Seluruh Nabi (Bag. 1)

Kisah Nabi Dawud ‘alaihis salaam

Ketika beliau melakukan suatu kesalahan, dan ingin bertaubat, beliau memulai taubatnya dengan segera mendirikan shalat. Allah Ta’ala berfirman,

وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعاً وَأَنَابَ

“Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya, maka ia meminta ampun (istighfar) kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” (QS. Shaad [38]: 24)

Kisah Nabi Sulaiman bin Dawud ‘alaihimas salaam

Ditunjukkan kepada Nabi Sulaiman kuda di sore hari. Kemudian beliau tersibukkan diri dengan memandangi kuda-kuda tersebut sehingga beliau pun lupa mendirikan shalat Ashar dan shalat di akhir waktunya. Kemudian beliau pun menyesal. Allah Ta’ala berfirman,

وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَن ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ رُدُّوهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحاً بِالسُّوقِ وَالْأَعْنَاقِ

“Dan Kami karuniakan kepada Dawud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Ingatlah) ketika ditunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore, maka ia berkata, ‘Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan. Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.’ Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu.” (QS. Shaad [38]: 30-33)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

“Banyak salaf dan ahli tafsir menyebutkan bahwa beliau sibuk melihat (kuda) sampai terlewat dari waktu shalat ashar. Yang dapat dipastikan bahwa beliau tidaklah meninggalkan shalat Ashar secara sengaja, akan tetapi karena lupa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersibukkan diri saat perang Khandaq dari shalat Ashar sampai beliau mendirikan shalat Ashar setelah matahari tenggelam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7: 65)

Kisah Nabi Zakariyya ‘alaihis salaam

Allah Ta’ala berfirman,

فَنَادَتْهُ الْمَلآئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ

“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang dia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 39)

Kisah Nabi Isa ‘alaihis salaam

Ketika beliau mampu berbicara saat masih dalam gendongan, beliau berkata,

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيّاً وَجَعَلَنِي مُبَارَكاً أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيّاً

“Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.’” (QS. Maryam [19]: 30-31)

Kisah para Nabi Bani Israil

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيباً وَقَالَ اللّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلاَةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنتُم بِرُسُلِي

“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku …’” (QS. Al-Maidah [5]: 12).

Selain itu, Allah Ta’ala juga menyebutkan satu per satu Nabi, kemudian menceritakan tentang mereka,

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَن خَرُّوا سُجَّداً وَبُكِيّاً

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam [19]: 58)

Allah pun mengabarkan bahwa seluruh Nabi beribadah kepada Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah shalat. Kemudian Allah Ta’ala mengatakan,

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam [19]: 59)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersama Jibril

Sesungguhnya para Nabi terdahulu seluruhnya, mereka terus-menerus mendirikan shalat wajib lima waktu sebagaimana shalat yang diajarkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَّنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام عِنْدَ الْبَيْتِ مَرَّتَيْنِ، فَصَلَّى بِيَ الظُّهْرَ حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَتْ قَدْرَ الشِّرَاكِ، وَصَلَّى بِيَ الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ، وَصَلَّى بِيَ يَعْنِي الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ، وَصَلَّى بِيَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ، وَصَلَّى بِيَ الْفَجْرَ حِينَ حَرُمَ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ عَلَى الصَّائِمِ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ صَلَّى بِيَ الظُّهْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ، وَصَلَّى بِي الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَيْهِ، وَصَلَّى بِيَ الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ، وَصَلَّى بِيَ الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ، وَصَلَّى بِيَ الْفَجْرَ فَأَسْفَرَ

“Jibril ‘alaihis salam telah mengimamiku di sisi Baitullah dua kali. Dia shalat Zuhur bersamaku ketika matahari tergelincir (condong) ke barat sepanjang tali sandal, kemudian shalat Ashar denganku ketika panjang bayangan suatu benda sama dengannya, lalu shalat Maghrib bersamaku ketika orang yang berpuasa berbuka, kemudian shalat Isya’ bersamaku ketika awan merah telah hilang, dan shalat Subuh bersamaku tatkala orang yang berpuasa dilarang makan dan minum.

Besok harinya, dia shalat Zuhur bersamaku ketika bayangan suatu benda sama dengannya, lalu shalat Ashar bersamaku ketika bayangan suatu benda sepanjang dua kali benda itu, kemudian shalat Maghrib bersamaku ketika orang yang berpuasa berbuka, lalu shalat Isya’ bersamaku hingga sepertiga malam, dan shalat subuh bersamaku ketika waktu pagi mulai bercahaya.”

Kemudian Jibril menoleh kepadaku seraya berkata,

يَا مُحَمَّدُ، هَذَا وَقْتُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِكَ، وَالْوَقْتُ مَا بَيْنَ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ

“Wahai Muhammad, inilah waktu shalat para Nabi sebelum kamu, dan jarak waktu untuk shalat adalah antara dua waktu ini.” (HR. Abu Dawud no. 393, At-Tirmidzi no. 149, dan Ahmad no. 3322. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 1402)

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita agar mengagungkan shalat dan senantiasa mendirikan shalat.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Shalat, Kewajiban Seluruh Nabi (Bag. 1)

Termasuk yang menunjukkan agungnya kedudukan shalat adalah kewajiban shalat tersebut yang berlaku kepada seluruh Nabi ‘alaihimush shalaatu was salaam. Juga berita yang menunjukkan betapa seluruh Nabi tersebut mengagungkan ibadah shalat. Terdapat banyak dalil yang menguatkan dan menunjukkan hal tersebut dalam Al-Qur’an Al-Karim.

Kisah Nabi Yunus ‘alahis salaam

Allah Ta’ala berfirman ketika beliau dimakan ikan,

فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنْ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah. Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS. Ash-Shaaffat [37]: 143-144)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

“Termasuk orang-orang yang mendirikan shalat.”

Demikian juga semisal penafsiran tersebut dari Sa’id bin Jubair, Qatadah, dan lain-lain. (Tafsir Ath-Thabari, 21: 109)

Kisah Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimus salaam

Ketika beliau meninggalkan Isma’il ‘alaihis salaam di sebuah lembah yang tidak ada seorang manusia lain di sana. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah Ta’ala dengan mengatakan,

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat.” (QS. Ibrahim [14]: 37)

Dan beliau tidak menyebutkan amalan lain selain shalat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada amalan yang lebih afdhal dibandingkan shalat, juga tidak ada amalan yang sebanding dengannya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَن لَّا تُشْرِكْ بِي شَيْئاً وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, orang-orang yang beribadah, dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.’” (QS. Al-Hajj [22]: 26)

Allah Ta’ala juga menyebutkan bahwa di antara doa beliau adalah,

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim [14]: 40)

Adapun Nabi Isma’il ‘alaihis salaam, Allah Ta’ala berfirman menceritakan kondisi beliau,

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولاً نَّبِيّاً وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِ مَرْضِيّاً

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan dia menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat. Dan dia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (QS. Maryam [19]: 54-55)

Kisah Nabi Ishaq ‘alaihis salaam dan keturunannya

Allah Ta’ala berfirman,

وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً وَكُلّاً جَعَلْنَا صَالِحِينَ وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ

“Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshak dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang shalih. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka agar mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 72-73)

Kisah Nabi Syu’aib ‘alaihis salaam

Allah Ta’ala menceritakan kisah Nabi Syu’aib ‘alaihis salaam, ketika beliau melarang kaumnya dari beribadah kepada selain Allah Ta’ala dan juga melarang mereka melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan,

قَالُواْ يَا شُعَيْبُ أَصَلاَتُكَ تَأْمُرُكَ أَن نَّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَن نَّفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاء إِنَّكَ لَأَنتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ

“Mereka berkata, ‘Hai Syu’aib, apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.’” (QS. Huud [11]: 87)

Hal ini menunjukkan bahwa kaum Nabi Syu’aib tidak melihat Nabi Syu’aib mengagungkan sesuatu melebihi pengagungan terhadap ibadah shalat.

Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini,

“Shalat terus-menerus disyariatkan atas para Nabi terdahulu dan shalat merupakan amal yang paling utama. Sampai-sampai tertanam dalam diri orang kafir tentang keutamaan dibandingkan amal-amal yang lain. Bahwa shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar, dan shalat merupakan timbangan bagi iman dan syariat. Dengan mendirikan shalat, sempurnalah kondisi seseorang, dan dengan tidak mendirikan shalat, maka cacatlah kondisi agamanya.”

Kisah Nabi Musa ‘alaihis salaam

Allah Ta’ala mengajak Nabi Musa berbicara secara langsung. Dan perkara yang pertama kali diwajibkan kepada Nabi Musa setelah Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Musa beribadah kepada-Nya adalah kewajiban shalat. Allah Ta’ala berkata secara langsung kepada Nabi Musa tanpa ada penerjemah,

فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“Maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaaha [20]: 13-14)

Hal ini menunjukkan tingginya kedudukan shalat dibandingkan seluruh amal ibadah yang lain. Karena Allah Ta’ala tidaklah memulai pembicaraan untuk menyebutkan kewajiban suatu ibadah, kecuali menyebutkan ibadah shalat.

Kemudian di antara yang diperintahkan oleh Nabi Musa ‘alaihis salaam kepada kaumnya Bani Israil setelah perintah agar mereka beriman adalah perintah untuk mendirikan shalat. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى وَأَخِيهِ أَن تَبَوَّءَا لِقَوْمِكُمَا بِمِصْرَ بُيُوتاً وَاجْعَلُواْ بُيُوتَكُمْ قِبْلَةً وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, ‘Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah shalat, serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.’” (QS. Yunus [10]: 87)

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id