Tak Sekadar Tawakal

Tawakal merupakan salah satu ibadah hati yang diperintahkan Allah Ta’ala. Tawakal mencakup kumpulan (himpunan) dari keimanan dan seluruh urusan hamba itu berkaitan dengan tawakal. Allah Ta’ala berfirman,

وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

“Dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 61)

Dalam firman-Nya yang lain,

وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)

Bahkan, para pelaku maksiat dan kemungkaran terkadang juga bertawakal kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Seperti halnya ketika seseorang melakukan syirik kecil dengan menggunakan tamimah (jimat) yang mana ia bertawakal kepada Allah Ta’ala, tetapi berkeyakinan memakai jimat tersebut sebagai sebab atau perantaranya. Padahal Allah Ta’ala telah memperingatkan agar jangan bertawakal dan menjadikan selain Allah Ta’ala sebagai penolong sebagaimana firman-Nya,

أَلَّا تَتَّخِذُوا۟ مِن دُونِى وَكِيلً

“Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku” (QS. Al-Isra’: 2)

Tawakal butuh aksi

Tawakal bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Inti dari tawakal adalah penyandaran hati kepada Allah Ta’ala bersamaan dengan melakukan sebab (ikhtiar atau usaha) dan rida kepada keputusan yang Allah Ta’ala tetapkan. Jika usaha yang dilakukan gagal, maka hal tersebut tidak mempengaruhi tawakalnya kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ خُذُوا۟ حِذْرَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada.” (QS. An-Nisa: 71)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Dalam firman-Nya yang lain,

قَالَ رَجُلَانِ مِنَ ٱلَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمَا ٱدْخُلُوا۟ عَلَيْهِمُ ٱلْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَٰلِبُونَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya, ‘Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka bila kamu memasukinya, niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.’” (QS. Al-Maidah: 23)

Dari beberapa ayat di atas dapat kita pahami bahwa ketika bertawakal, maka Allah Ta’ala juga perintahkan kita untuk berusaha. Tawakal tanpa usaha termasuk kemalasan, sedang usaha saja tanpa tawakal termasuk kesombongan.

Nabi pun mengambil sebab

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan manusia yang paling bertawakal dan beliau pun menempuh usaha dalam melakukan tawakal sebagaimana hadis berikut.

عن الزُّبير بن العَوَّام رضي الله عنه قال: كان على النبي صلى الله عليه وسلم دِرْعان يوم أحد، فنهض إلى الصَّخرة فلم يستطع، فأَقعد طلحة تحته، فصعد النبي -صلى الله عليه وسلم عليه- حتى استوى على الصخرة

Dari Zubair bin ‘Awwam raḍhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memakai dua (lapis) baju besi ketika perang Uhud, lalu beliau bangkit hendak naik ke atas batu besar, namun tidak bisa. Lantas beliau memerintahkan Ṭalhah duduk di bawahnya dan beliau naik di atasnya hingga berdiri tegak di atas batu besar tersebut.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِنَّ اللَّه جَعَلَ رِزْقِي تَحْت ظِلّ رُمْحِي

Allah menjadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku.(HR. Ahmad, dari Ibnu ‘Umar. Lihat Shahih Al-Jami no. 2831)

Burung juga menempuh usaha

Dalam suatu hadis, Umar bin Khattab raḍhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mencontohkan bagaimana tawakalnya seekor burung dengan menempuh usaha.

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang. (HR. Ahmad. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 310)

Hadis di atas menunjukkan bahwa burung yang telah Allah Ta’ala jamin rezekinya tidak berdiam diri di sangkar, tetapi ia keluar di pagi hari yang dingin dalam kondisi lapar untuk mencari rezeki yang telah Allah tetapkan dan ia pun pulang kembali ke dalam sangkarnya dalam kondisi kenyang.

Tempuh cara yang halal

Bagi seorang muslim, tatkala melakukan tawakal dengan mengambil sebab (usaha) itu haruslah sesuai dengan syariat. Jika melanggar syariat, maka ia telah bertolak belakang dengan makna tawakal. Sebagaimana menyogok untuk mendapatkan pekerjaan atau menyontek saat ujian. Hal demikian tidak teranggap sebagai tawakal.

Tawakal itu berbeda dengan isti’anah

Isti’anah adalah khusus terkait dengan amalan-amalan yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, seperti salat, umrah, dan semisalnya. Adapun tawakal, maka lebih luas cakupannya, yakni meminta pertolongan Allah dalam berbagai aspek termasuk di dalamnya isti’anah.

Allah Ta’ala berfirman,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5)

Ayat di atas menunjukkan bahwa isti’anah hanya terkhusus pada hal ibadah. Dan isti’anah merupakan bagian dari ibadah. Sehingga ketika melakukan suatu ibadah, kita memerlukan pertolongan dari Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada Mu’adz, Demi Allah, aku sungguh mencintaimu. Aku wasiatkan padamu, janganlah engkau lupa untuk mengucapkan pada akhir shalat (sebelum salam),

اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Allahumma ainni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatik

“Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berzikir/mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, sahih)

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86816-tak-sekedar-tawakal.html