Tayammum Karena Sakit, Apakah Wajib Qadla’ Shalat?

Tayammum Karena Sakit, Apakah Wajib Qadla’ Shalat?

Syariat memberikan dispensasi kepada pemeluknya berupa kebolehan tayammum ketika jatuh sakit. Bukan sembarang sakit melainkan sakit pada anggota tubuh yang menurut diagnosa dokter tidak boleh terkena air. Oleh-karenanya pada kondisi tersebut seorang muslim bisa menunaikan shalat tanpa harus berwudu terlebih dahulu.

Pertanyaannya kemudian, apakah shalat yang dilakukan dengan tayammum tersebut wajib diqadla’ begitu sembuh? Simak ulasan berikut ini.

Dalam konteks tayamum, secara implisit para ulama membagi tubuh yang sakit menjadi dua kategori; satu, tubuh yang diperban; dua, tubuh yang tidak diperban.

Untuk seseorang yang bagian tubuhnya tidak diperban, dia tidak wajib mengqadla’ shalatnya ketika sudah pulih dari sakitnya. Syekh Syamsuddin al-Syarbini dalam kitabnya Mugni al-Muhtaj juz I halaman 275 menjelaskan;

أَوْ تَيَمَّمَ لِمَرَضٍ يَمْنَعُ الْمَاءَ مُطْلَقًا أَيْ فِي جَمِيعِ أَعْضَاءِ الطَّهَارَةِ أَوْ يَمْنَعُهُ فِي عُضْوٍ مِنْ أَعْضَائِهَا وَلَا سَاتِرَ عَلَى ذَلِكَ الْعُضْوِ مِنْ لُصُوقٍ أَوْ نَحْوِهِ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ، سَوَاءٌ أَكَانَ حَاضِرًا أَمْ مُسَافِرًا؛ لِأَنَّ الْمَرَضَ عُذْرٌ عَامٌّ تَشُقُّ مَعَهُ الْإِعَادَةُ. وَقَدْ قَالَ تَعَالَى:وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ 

“Jika seseorang bertayammum lantaran sakit pada seluruh atau sebagian tubuhnya dan sakit tersebut tidak bisa terkena air serta tidak dibalut perban atau semacamnya, maka dia tidak wajib mengqadla’ shalatnya. Karena sakit adalah suatu udzur, jika diharuskan qadla maka itu malah menyulitkannya.”

Hal ini selaras dengan al-Quran ayat 78 surat al-Hajj; “Dan Allah tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama”

إلَّا أَنْ يَكُونَ بِجُرْحِهِ دَمٌ كَثِيرٌ بِحَيْثُ لَا يُعْفَى عَنْهُ وَيَخَافُ مِنْ غَسْلِهِ مَحْذُورًا مِمَّا مَرَّ، فَيُصَلِّي مَعَهُ وَيَقْضِي لِعَدَمِ الْعَفْوِ عَنْ الْكَثِيرِ فِيمَا رَجَّحَهُ الرَّافِعِيّ

“Terkecuali pada tubuhnya terdapat luka yang mengeluarkan darah begitu banyak sehingga tidak dima’fu (ditolerir) dalam tinjauan fikih. Maka pada kondisi tersebut, dia wajib mengqadla’ shalatnya.”

Sementara untuk seseorang yang anggota tubuhnya diperban, dia tidak wajib mengqadla’ shalatnya jika; pertama, perban tidak berada pada anggota tayammum (wajah dan kedua tangan sampai siku-siku).

Syarat kedua, ukuran perban tidak over (tidak melebihi ukuran yang dibutuhkan).  Terakhir, Perban dipasang dalam kondisi suci.

Dari ketiga syarat ini, hanya syarat pertama yang harus selalu terpenuhi sedangkan syarat kedua dan ketiga tidak. Dengan kata lain, jika syarat kedua terpenuhi maka syarat ketiga tidak harus terpenuhi dan jika syarat ketiga terpenuhi maka syarat kedua tidak harus terpenuhi. (Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu [Juz I/ Hal: 508]).

Oleh-karenanya jika tidak memenuhi syarat-syarat di atas maka shalat-shalat yang dilakukan dengan tayammum wajib diqadla’ ketika sudah sembuh. Wallahu a’lam bi al-sawab.

BINCANG SYARIAH