Tiga Tipe Orang Berpuasa Ramadhan

Oleh: Jazaul Ikhsan

Sungguh sebuah kenikmatan yang tidak terkira, kita masih dipertemukan lagi dengan ibadah yang sangat istimewa, yakni puasa Ramadhan. Salah satu keistimewaannya, puasa ini bisa dikerjakan sambil kita melakukan ibadah-ibadah lain.

Contohnya, ibadah puasa dapat dilakukan bersama-sama dengan shalat, bekerja, tadarus Alquran, atau yang lain-lain. Tetapi, tidak demikian dengan ibadah selain puasa. Misalnya, kita tidak bisa mengerjakan shalat sambil bekerja dan seterusnya.

Entah sudah berapa Ramadhan yang sudah kita jalani sampai kini dan bagaimana pengaruhnya terhadap kualitas ketakwaan kita. Apakah kita melakukan puasa dengan penuh kesadaran dalam rangka mencapai visi ayat ke-183 surah al-Baqarah, yaitu la’allakum tattakun–takwa?

Ataukah, hanya sekedar rutinitas dan tanpa bekas apa pun pasca-Ramadhan nanti? Hanya pribadi kita masing-masing yang bisa menjawabnya. Demikian pula, hanya kondisi sosial masyarakat yang mampu membuktikannya.

 

Tipologi Orang Puasa

Secara umum, tipologi orang berpuasa dibagi menjadi beberapa tipe. Ada puasa tipe “pelayan”, “pedagang”, dan “suami-istri.”

Tipe pertama yakni mereka melakukan puasa dengan penuh keterpaksaan. Alasan yang melatarbelakanginya bisa karena alasan gengsi, malu, situasi lingkungannya, atau lain-lain.

Mereka berpuasa karena ada “tekanan” yang memaksa mereka. Persis seperti seorang pelayan yang menampakkan kerja karena ada majikan. Namun, setelah tekanan tersebut hilang, mereka akan mengerjakan seenaknya, bahkan meninggalkannya.

Jika kita grafikkan kegiatan ibadahnya, maka gradiennya akan bernilai negatif. Kegiatan ibadahnya akan selalu berkurang sering perjalan waktu.

Tipe kedua adalah “pedagang.” Mereka melakukan puasa dan ibadah lain karena ada keuntungan yang sangat besar, ada diskon besar-besaran, dan hitungan yang menggiurkan selama Ramadhan.

Selama Ramadhan, mereka all-out dalam beribadah demi mencapai potongan harga tersebut. Namun, sayangnya tidak ada bekas kegiatan puasa dan ibadah-ibadah lain di luar Ramadhan.

Kalau digrafikkan kegiatan ibadahnya, maka gradiennya sama dengan nol, tidak ada peningkatan sama sekali dari waktu ke waktu.

Tipe yang terakhir adalah “suami-istri.” Mereka berpuasa bukan didasari keterpaksaan, atau karena akan mendapat keuntungan yang besar. Mereka berpuasa atau melakukan ibadah-ibadah lainnya didasari rasa tanggung jawab.

Mereka melakukannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan sebagai perwujudan bakti seorang hamba kepada Sang Penciptanya. Mereka menjadikan Ramadhan sebagai momen untuk melatih diri demi peningkatan kualitas ketakwaan.

Selama Ramadhan, mereka melakukan puasa dan ibadah lainnya dengan sepenuh hati, tanpa paksaan dan pamrih. Pencapaian selama Ramadhan akan dipelihara dan dikerjakan di luar Ramadhan.

Jika digrafikkan kegiatan ibadahnya, maka gradiennya bernilai positif. Sehingga kualitas ketakwaan akan selalu meningkat dari waktu ke waktu. Merekalah yang akan mencapai visi ayat 183 Q.S Al Baqarah.