Tradisi Khataman Al Qur’an Sistem Sewa untuk Dihadiahkan Kepada Orang yang Telah Meninggal?

Kebiasaan yang masih langgeng sampai saat ini, utamanya di desa-desa, adalah tradisi mengkhatamkan al Qur’an dengan cara menyewa atau mengupah orang lain. Biasanya, mengundang tiga puluh orang dan satu orang satu juz. Mereka membaca secara bersama-sama. Kisaran lima belas menit selesai. Pahala dari khataman al Qur’an berjamaah tersebut dihadiahkan untuk kerabat atau keluarga yang telah meninggalkan dunia.

Tradisi ini tidak luput dari sorotan sekte Islam yang sangat puritan dan radikal. Mereka memvonis sebagai amalan bid’ah dan pahalanya tidak sampai kepada mereka yang telah meninggal. Sebab tidak pernah terjadi pada masa Nabi dan tidak ada dalilnya dalam Islam. Apakah benar demikian? Atau kaum radikal yang belum tuntas membaca literasi klasik karya para ulama?

Karena ternyata, tradisi mengupah orang untuk mengkhatamkan al Qur’an dan pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal telah dibahas oleh para ulama sejak dulu. Akad ini termasuk akad ijarah (sewa).

Dalam fikih, akad ijarah sah untuk setiap amalan yang tidak wajib diniati ibadah. Seperti adzan, mengajarkan al Qur’an dan perawatan janazah. Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar, yang masyhur dengan sapaan Ba’alawi menjelaskan hal ini dalam karyanya Bughyatu al Mustarsyidin.

Ditegaskan dalam kitab ini, bahwa pahala dari bacaan yang dihadiahkan untuk mayit sampai kepada mereka. Suatu hari seseorang lewat di pekuburan, ia kemudian membaca surat al Fatihah dan pahalanya dihadiahkan kepada penghuni pekuburan tersebut. Pahala surat al Fatihah tersebut sampai kepada mereka seutuhnya. Satu persatu, menurut Ibnu Hajar, mendapat pahala surat al Fatihah secara utuh. Bukan satu pahala surat al Fatihah dibagi untuk mereka semua seperti pendapat beberapa ulama. Keterangan semisal juga terdapat dalam kitab Fatawa al Kubra dan kitab Tuhfatu al Muhtaj.

Lebih rinci tentang tema ini dibahas dalam kitab I’anatu al Thalibin (3/112-113). Bahwa menyewa seseorang untuk membaca al Qur’an yang pahalanya dihadiahkan untuk orang yang telah meninggal hukumnya sah dan orang yang disewa berhak mendapatkan upah. Dengan syarat dibaca disamping kuburannya, atau dibaca di tempat lain tetapi disertai doa bahwa pahalanya untuk mereka yang telah disebutkan oleh empunya hajat, atau dibaca didekat orang orang yang menyewa, dan atau dibaca beserta niat dalam hati.

Semua imam madhab fikih; Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali sepakat tentang sahnya menyewa orang lain untuk membaca al Qur’an dan pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal. Dengan demikian, jelas bahwa tradisi khataman al Qur’an dengan sistem sewa yang pahalanya dihadiahkan kepada orang lain yang telah meninggal bukan tanpa dalil. Dalilnya ada, jelas serta mudah ditemukan dalam kitab-kitab klasik yang mu’tabarah (bisa dipertanggungjawabkan). Kalau demikian, mereka yang menyebutnya sebagai bid’ah karena belum membaca literatur-literatur tersebut.

ISLAM KAFFAH