ujian atau adjab

Ujian Atau Adzab?

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-

Pertanyaan:

Apabila seseorang ditimpa suatu musibah seperti penyakit atau musibah pada diri atau hartanya, maka bagaimana dia bisa mengetahui musibah itu ujian atau kemurkaan dari Allah Ta’ala?

Jawab:

Allah memberikan musibah kepada hambanya berupa kelapangan, kesempitan, kesusahan dan kelapangan, sebagai cobaan kepada hambanya untuk mengangkat derajatnya, meninggikan kedudukannya, dan melipat gandakan kebaikan-kebaikan untuknya. Sebagaimana cobaan yang dihadapi oleh para Nabi dan Rasul alaihimus shalatu was salam dan para hamba-hambanya yang saleh. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أشد الناس بلاء الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل

“Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian yang semisal, dan semisalnya” (HR. At Tirmidzi no. 2398, dihasankan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.143).

Terkadang Allah Ta’ala menimpakan musibah diakibatkan oleh dosa dan maksiat yang diperbuat hamba, maka jadilah cobaan yang dihadapinya tersebut sebagai hukuman yang disegerakan oleh Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syura: 30).

Umumnya manusia itu berbuat kesalahan dan tidak melaksanakan kewajiban yang diperintahkan, maka musibah yang menimpanya adalah disebabkan dosa dan maksiat terhadap perintah Allah Ta’ala. Apabila salah seorang dari hamba Allah yang saleh diuji dengan suatu cobaan seperti sakit dan lain-lain, maka cobaannya ini sejenis dengan cobaan para nabi dan rasul yang fungsinya adalah untuk menaikkan derajatnya, membesarkan pahalanya, dan sebagai teladan bagi orang lain dalam hal kesabaran dan mengharapkan pahala.

Kesimpulannya bahwa musibah bisa terjadi dalam rangka untuk mengangkat derajat dan membesarkan pahala sebagaimana musibah yang dihadapi oleh para nabi, rasul, dan orang-orang saleh. Terkadang musibah bisa menjadi penghapus keburukan. Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ يَّعْمَلْ سُوْۤءًا يُّجْزَ بِه

“Barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu” (QS. An-Nisa’: 123).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ما أصاب المسلم من هم ولا غم ولا نصب ولا وصب ولا حزن ولا أذى إلا كفر الله به من خطاياه حتى الشوكة يشاكها

“Tidaklah menimpa kepada seorang muslim berupa kegelisahan, kesukaran, kesulitan, kesedihan, dan gangguan kecuali Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya meskipun berupa duri yang menusukknya sekalipun” (HR. Bukhari no.5641).

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَن يُرِدِ اللَّهُ به خَيْرًا يُصِبْ منه

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, maka Allah akan mengujinya” (HR. Bukhari no. 5645).

Dan terkadang hukuman azab yang disegerakan disebabkan oleh maksiat yang diperbuat dan tidak bersegera dalam bertaubat. Sebagaimana yang terdapat di dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إذا أراد الله بعبده الخير عجل له العقوبة في الدنيا وإذا أراد الله بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافي به يوم القيامة,  خرجه الترمذي وحسنه

“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hambanya, maka Allah akan menyegerakan hukuman di dunia untuknya dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi hambanya, maka Allah akan menahan hukumannya di dunia dengan membiarkan dosanya sampai dibalas di hari kiamat” (HR. At Tirmidzi no.2396, ia menghasankannya. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

***
Sumber binbaz.org.sa

Penerjemah: Muhammad Bimo P

Artikel: Muslim.or.id