Dari mana muncul dosa? Suatu waktu Goenawan Mohammad bertanya dalam Catatan Pinggir. Dosa ada karena larangan. Dosa ada karena hukum. Dosa ada ketika ada kesepakatan, kemudian dilanggar. Dosa ada karena ada pengakuan akan kesalahan.
Renungan ini sulit. Tak populer. Tak sedikit manusia yang lalai memikirkannya. Pasalnya, manusia sering lengah dan terpeleset pada kesalahan. Manusia menganggap kesalahan dan dosa itu takings things for granted—sudah begitu dari sananya. Akhirnya manusia terjebak dalam keadaan pasrah terhadap hidup dan dosa.
Manusia jadi putus asa. Tak ada ghairah untuk memperbaik diri. Jatuh dalam kubangan dosa. Minder dalam hidup. Muncul perasaan insecure. Pendek kata; manusia menyerah dalam hidup.
Padahal tak sesederhana itu. Sejatinya manusia adalah makhluk yang mulia. Manusia adalah makhluk paket lengkap. Allah berikan akal untuk berpikir. Anugerah berupa kemampuan analisis tentang sebab dan akibat. Manusia bergerak maju dari ketidaktahuan. Akal untuk merespons dan memecahkan Pelbagai persoalan yang dilemparkan ke depan manusia.
Dalam buku Menjadi Manusia Rohani, karya Kiai Ulil Abshar Abdalla mengatakan salah satu hukum alam universal adalah melakukan ikhtiar dan usaha. Ini bertujuan untuk menggapai keberhasilan dalam hidup.
Seorang yang pendosa misalnya, tak bisa terus menerus berputus asa. Seorang malas, tak seharusnya merasa tak bisa memperbaiki diri. Perasaan insecure harus kita kendalikan. Manusia punya keistimewaan, yakni akal. Itulah hukum alam, sekaligus hukum sosial yang berlaku di dunia ini.
Lantas apa yang bisa diperbuat manusia pendosa dan tukang maksiat? Dengan akal yang dimilikinya, seorang pendosa bisa hijrah. Sejatinya, hijrah adalah beralih suatu yang lama menuju pada keadaan baru. Meninggalkan kelamnya dosa di masa lalu, lantas menuju arah kebaikan.
Hijrah dari kemaksiatan dan dosa tak akan berhasil bila tak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Seyogianya, konsep hijrah itu dibarengi dengan mujahadah. Tujuannya, agar orang yang hijrah tak tergoda lagi pada perbuatan dosa terdahulu.
Tokoh Sufi, Al-Qusyairi menyebut bahwa mujahadah Suatu ikhtiar membebaskan diri dari kekangan hawa nafsu duniawi yang menjadi sifat manusiawi. Sikap mujahadah juga berusaha mengendalikan diri serta tidak memperturutkan kehendak nafsu. Imam Qusyairi berkata;
أصل مجاهدة النفس فطمها عن المألوفات وحملها على غير هواها
Artinya: Sikap mujahadah diri adalah penyapihan diri syahwat, dan menjauhkan diri dari nafsu birahi.
Di sisi lain, Imam al Ghazali mengatakan dalam kitab kitab Ihya Ulumuddin, mengatakan mujahadah adalah pintu masuk hidayah Allah. Tak ada pintu masuk hidayah, selain mujahadah. Ia berkata dalam Ihya Ulumuddin, Jilid I, halaman 145;
مفتاح الهداية لا مفتاح لها سواها
Artinya; Kunci hidayah ialah mujahadah (berjuang membersihkan hati dari pelbagai sifat yang buruk dan tercela). Tak ada kunci hidayah selain itu.
Dengan demikian hijrah dan mujahadah adalah motivasi untuk memperbaiki diri. Hijrah bertujuan untuk migrasinya diri dari kebejatan kepada kebaikan, sedangkan mujahadah bertugas melazimi diri untuk senantiasa dalam kebaikan. Dan tak kerjatuh dalam kubangan dosa lagi.