Tidak Perlu Terlena dengan Pujian

Jangan tertipu pujian manusia dan jangan bersedih dengan cercaan mereka

KEHIDUPAN tak lepas dari penilaian mausia. Sebagian orang menganggap kita sebagai orang yang bertakwa, sebagian memandang kita pendosa dan ada pula yang melihat dengan pandangan sebelah mata.

Banyak di antara kita sering terlena oleh pujian. Bahkan, banyak di antaranya yang akan merasa sangat tidak dihargai jika hasil pekerjaan atau pengorbanan yang telah kita lakukan.

Padahal, jika kita mau mengambil pelajaran dan merenungkannya, sungguh pujian ini sangat membahayakan.

Mengenai Pujian

Pujian sering diberikan kepada kerabat dekat, teman, maupun orang yang mereka kagumi. Namun, sering kali pujian tersebut akan mengakibatkan seseorang yang dipuji merasa tinggi hati dan terlena dengan pujian yang diterimanya.

Kita lupa dengan maha pencipta sehingga membuat hati keras dan terlalu menginginkan dunia. Seseorang yang mendapat pujian lebih mudah jatuh daripada seseorang yang mendapat celaan dari orang lain.

Ibnu ‘Ajibah mengatakan; “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu.”

Ya, pujian memang bisa menjadi ancaman bagi diri kita sendiri. Terkadang kita hanya disibukan dengan urusan dunia demi mengejar sebuah pujian dari orang-orang disekitar. Padahal pujian yang kita dapat belum tentu sesuai dengan apa yang ada dalam diri kita sendiri.

Bahkan pujian yang diterima dapat menjauhkan diri kita dari Dia, sang maha mengetahui segalanya.

Jangan Sibuk Menilai Manusia
Kita selalu diajarkan bahwa tidak ada pujian yang berarti selain pujian Allah. Dan tidak ada celaan yang berarti, selain dari celaan Allah. Karna Dia-lah Dzat yang mengetahui kondisi hamba-Nya lahir batin.

“Allah ﷻ berfirman :

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ التَّقَى ( النجم : ٣٢ )

“Janganlah kalian memuji-muji diri kalian sendiri,karena DIA-lah yang paling tahu siapa yang bertaqwa.”  (QS: An-Najm:32)

Sebagai seorang mukmin, kita harus pandai menjaga serta memperhatikan kondisi batin ketimbang harus sibuk dengan penilain makhluk.

Harus kita sadari, manusia itu terbatas dan tentu hanya menilai berdasarkan apa yang dilihatnya, sedangkan masalah amalan hati(batin),manusia tidak punya kemampuan untuk menilai itu.

Karena itu jangan tertipu dengan pujian manusia. Jangan pula bersedih dengan cercaan mereka. Tidak ada yang mengetahui hubungan kita dengan Allah kecuali diri kita sendiri. Bukanlah Allah berfirman,

بَلِ الْإِنْسَانِ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيْرَةٌ ( القيامة : ١٤ )

“Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri.” (QS: Al-Qiyamah:14)

Doa Ketika Dipuji

Ketika ada pujian, sangat dianjurkan untuk menganggap pujian itu muncul lebih karena ketidaktahuannya tentang sisi kejelekan diri sendiri. Rasulullah ﷺ dalam menanggapi pujian, berdoa;

اللّهُمَّ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا يَقُوْلُوْنَ، وَاغْفِرلِي مَالاَ يَعْلَمُوْنَ وَجْعَلْنِي خَيْراً مِمَّا يَظُنُّوْن

YA ALLAH, jangan engkau menghukumku di sebabkan pujian yang dia ucapkan, ampunilah aku, atas kekurangan yang tidak mereka ketahui.dan jadikan aku lebih baik dari pada penilaian yang mereka berikan untuk ku.” (HR Bukhari).

Semoga Allah ﷻ senantiasa melindungi dan membimbing kita dari penyakit hati yang mana bisa merusak seluruh pahala kebaikan yang selama ini telah kita lakukan. Wallahu a’alam bish shawab.*/ Nur Hafidzatul Jannah

HIDAYATULLAH

Mau jadi Ahli Surga? Berikut 5 Amalan agar Dimudahkan Menjadi Ahli Surga

Surga adalah dambaan setiap umat Islam. Tempat penuh kenikmatan yang kekal abadi. Namun, untuk bisa masuk ke dalamnya, tentu ada amalan dan perbuatan baik yang harus kita lakukan. Berikut ini adalah 5 amalan yang bisa memudahkan kita menjadi ahli surga.

Islam agama yang sempurna, tidak hanya mengurusi urusan iman dan ibadah semata tapi juga konsen dalam urusan sosial terutama memberikan solidaritas kepada sesama muslim khususnya maupun membantu orang lain yang membutuhkan didasari jiwa kemanusiaan.

Allah Maha sempurna akan menerima kebaikan makhluknya sekecil apapun tak membedakan si kaya dan miskin, ahli ibadah atau ahli maksiat. Pada dasarnya rahmat Allah lebih luas daripada dosa atau kesalahan yang dilakukan hambanya.

5 Amalan Ahli Surga

Imam al-Mundziri dalam kitab at-Targib wat-Tarhib mengutip sebuah hadis yang berisi tentang lima hal bila dipraktikkan dalam keseharian maka seseorang akan mendapatkan pahala surga,

وعن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول خمس من عملهن في يوم كتبه الله من أهل الجنة من عاد مريضا وشهد جنازة وصام يوما وراح إلى الجمعة وأعتق رقبة

Artinya:”Diriwayatkan dari Sa’id al-Khudri RA mendengar bahwa Rasulullah bersabda,’lima hal ini bila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari maka Allah akan mencatatnya sebagai penghuni surga. Pertama, orang yang mau menjenguk orang sakit. Kedua, orang yang mau mengantarkan jenazah. Ketiga, orang yang berpuasa. Keempat, orang yang mengerjakan shalat Jum’at. Kelima, orang yang memerdekakan budak.’” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya).

Menurut Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadir menjelaskan bahwa hadis ini mengisyaratkan bahwa orang yang mengamalkan lima hal di atas akan diberikan kabar gembira akan pahala surga  dan juga sebagai pertanda husnul khatimah bagi yang mengerjakannya.

Dari sini dapat dipahami bahwa surga akan terbuka bagi siapapun tidak terbatas orang yang ahli ibadah semata namun juga diperuntukkan bagi orang yang baik dalam bersosialisasi dengan orang lain.

Dengan demikian, jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah SWT agar dimudahkan menjadi ahli surga. Mintalah keistiqamahan, keteguhan iman, dan lindungi diri dari godaan setan. Dengan doa yang tulus dan ikhlas, inshallah Allah SWT akan mengabulkan permohonan kita.

BINCANG SYARIAH

Kementerian Haji Saudi Luncurkan Kartu Pintar ‘Nusuk’ untuk Jamaah

Jamaah yang tak membawa kartu Nusuk akan menghadapi hukuman.

Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi meluncurkan kartu pintar ‘Nusuk’ yang wajib dibawa oleh jamaah haji yang akan melakukan ibadah haji ke negara itu.

Menurut keterangan tertulis Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi yang diterima di Jakarta, Jumat (10/5/2024), Kementerian meluncurkan dua versi kartu pintar ‘Nusuk’, salah satunya adalah versi kertas untuk dibawa oleh jamaah. Sedangkan versi lainnya adalah versi digital yang dapat diakses dengan memindai kode pada kartu kertas dengan menggunakan kamera ponsel pintar.

Kementerian menegaskan, semua individu yang ingin masuk ke tempat-tempat suci, terutama jamaah haji 2024, wajib memiliki kartu pintar tersebut. Persyaratan itu berlaku bagi jamaah haji serta penyelenggara yang mengurus urusan jamaah dan pekerja tanpa terkecuali.

Pihak Kementerian juga mengatakan pelanggar akan menghadapi hukuman serupa dengan pelanggaran peraturan dan instruksi Haji.

Mereka juga menegaskan bahwa individu yang tidak memiliki kartu tersebut akan ditolak masuk ke tempat-tempat suci, sekaligus juga membedakan antara jamaah yang patuh dan tidak patuh.

Kementerian menyatakan bahwa kartu tersebut memfasilitasi pergerakan jamaah dan memberikan peringatan mengenai tanggal keberangkatan. Selain itu, jamaah dapat menggunakan kartu itu untuk mengevaluasi dan mengajukan keluhan tentang layanan haji.

Pihak Kementerian juga menyampaikan agar para calon jamaah tidak terpengaruh dengan kampanye haji yang diiklankan di platform media sosial di berbagai negara.

Kementerian menegaskan ibadah haji hanya diperbolehkan melalui perolehan visa haji yang dikeluarkan otoritas terkait di Kerajaan Arab Saudi yang berkoordinasi dengan kantor urusan haji di masing-masing negara. Bagi negara yang tidak memiliki kantor urusan haji atau misi haji, para calon jamaah bisa memperoleh visa haji melalui platform ‘Nusuk Haji’.

IHRAM

Khutbah Jumat: Takwa Bukanlah Identitas Melainkan Proses yang Berkelanjutan

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

 وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللَّهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

 قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

وَقَالَ الله تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul di hadapan-Nya pada hari yang penuh berkah ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah menjadi suri tauladan bagi umat manusia.

Saudara-saudara yang dirahmati Allah,

Bulan Ramadan jelang berakhir, bulan yang penuh berkah dan kebaikan, bulan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan dengan ibadah puasa yang diwajibkan atas umat-Nya. Dalam ayat yang mulia dari surah Al Baqarah ayat 183, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Takwa, saudara-saudara, adalah tujuan utama di balik disyariatkannya ibadah puasa Ramadan. Takwa bukanlah sekadar menjauhi makan dan minum selama siang hari, tetapi lebih jauh dari itu, takwa merupakan kesadaran yang mendalam akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Takwa adalah menjaga diri dari segala larangan-Nya dan berusaha keras untuk melakukan segala yang diperintahkan-Nya.

Dalam QS. Al Baqarah ayat 197, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa sebaik-baik bekal bagi perjalanan hidup ini adalah takwa.

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”

Marilah kita manfaatkan bulan Ramadan ini sebagai momentum untuk memperkuat takwa kita. Mari tingkatkan ibadah kita, baik puasa, salat, sedekah, tilawah dan tadarus Al-Quran, dan berbagai bentuk ibadah lainnya. Mari tingkatkan ketaqwaan kita dengan menjauhi segala larangan-Nya dan memperbanyak amal shaleh. Dengan begitu, kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, seperti yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah,

Dalam ayat yang mulia dari surah Al Baqarah ayat 183, kata “tattaqun” menunjukkan sebuah proses yang berkelanjutan dari perilaku takwa. Terlalu sering kita memahami takwa sebagai pangkat atau gelar yang melekat pada diri orang yang berpuasa, padahal takwa seharusnya dipahami sebagai sebuah perjalanan, sebuah proses untuk terus-menerus membentuk diri kita menjadi orang yang bertakwa dengan penuh kesadaran.

“Tattaqun” bukanlah sekadar identitas, tetapi sebuah panggilan untuk terus menghadirkan kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap langkah kita. Ini adalah proses yang terus-menerus, sebuah transformasi yang membutuhkan kesungguhan dan kejujuran dari dalam diri kita.

Kata “tattaqun” adalah fiil mudlari, menunjukkan kebutuhan akan konteks aktual sebuah pekerjaan, sebuah perbuatan yang terus menerus kita lakukan. Sementara “muttaqun” sebagai kata benda mengindikasikan kemapanan, sebagai hasil dari proses tersebut.

Oleh karena itu, saudara-saudara, mari kita pahami bahwa ibadah puasa Ramadan bukanlah sekadar rutinitas atau identitas, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang membutuhkan kesadaran, kejujuran, dan kesungguhan dari dalam diri kita. Marilah kita terus berusaha untuk meningkatkan takwa kita, untuk menjadi orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya dalam setiap langkah kehidupan kita.

Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah,

Perlu kita pahami bahwa “tattaqun” bukanlah sekadar pangkat, gelar, atau identitas, yang mungkin lebih dekat dengan kata “muttaqun”. “Tattaqun” menuntut aktualitas riil dari sebuah perbuatan takwa, sebuah proses yang terus-menerus kita jalani dalam kehidupan sehari-hari.

Karenanya, bila selepas Ramadan tindak takwa tidak dilanjutkan, maka “la’allakum tattaqun” tidak akan didapat; sepadan dengan kembali ke kondisi sebelum Ramadan. Artinya, ibadah puasa Ramadan seharusnya tidak hanya menjadi puncak dari kebaikan kita, tetapi menjadi titik awal bagi sebuah perubahan yang berkelanjutan menuju kesadaran dan takwa yang lebih dalam.

Banyak di antara kita yang berbuat baik di bulan Ramadan, tetapi setelah bulan suci itu berakhir, tidak sedikit dari kaum muslimin kembali ke titik nol. Hal demikian menunjukkan bahwa kita belum meraih ketakwaan yang sejati. Orang yang benar-benar bertakwa memiliki perisai diri yang kokoh. Mereka tidak akan terjerumus dalam perbuatan korupsi, kekerasan, penyimpangan, atau segala bentuk kerusakan di muka bumi. Mereka tidak akan mencari keuntungan semata, tidak tamak, dan tidak menyia-nyiakan mandat rakyat. Mereka yang bertakwa senantiasa peka dan tidak buta-tuli terhadap derita orang lain. Mereka menjadi pribadi yang selalu waspada dan menjauhkan diri dari segala bentuk kemunkaran.

Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah,

Jika puasa diproyeksikan untuk meraih derajat takwa, maka marilah kita jadikan puasa sebagai mi’raj ruhaniah, yakni proses naik tangga ruhani ke puncak tertinggi kualitas manusia utama. Puasa bukanlah sekadar menahan lapar dan haus, tetapi lebih dalam dari itu, puasa adalah sebuah proses pembentukan karakter dan kesadaran yang mengantar kita kepada ketakwaan yang sejati.

Marilah kita manfaatkan akhir dari bulan Ramadan ini sebagai peluang untuk melangkah lebih jauh dalam perjalanan spiritual kita, untuk menjadi manusia yang lebih baik tidak hanya di bulan Ramadan, tetapi sepanjang tahun. Marilah kita tetap teguh dalam menjaga perisai diri kita dari godaan dunia, dan terus berupaya menjadi hamba yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Semoga Allah memberikan kita kekuatan dan petunjuk untuk terus meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan kita, dan semoga puasa kita diterima-Nya sebagai amal yang ikhlas.

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ

 اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْ مِنِيْنَ وَالْمُؤْ مِنَاتِ, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, يَا قَاضِىَ الْحَاجَاتِ, وَيَا كَافِىَ الْمُهِمَّاتِ

. اَللّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُ قْنَا اتِّبَاعَةَ, وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِنَابَهُ

رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

. اِنَّ اللهَ يَاْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ, اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

MUHAMMADIYAH

Tiga Cara Selesaikan Masalah dalam Islam

Ustadz Atabik Luthfi menjelaskan ada tiga cara bagi umat muslim ketika ada permasalahan dalam hidup. Pertama yakni mengikhtiarkan apa yang sudah direncanakan sebelumnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, setiap permasalahan pasti akan ada seseorang yang membantu. Karena menurutnya, manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial.

Yang terakhir, yakni serahkan semuanya kepada Allah SWT. Menurutnya terkadang umat muslim lupa akan kehadiran Allah SWT dalam hidupnya yan bisa membantu menyelesaikan permasalahan apapun.

Link Video: https://tv.republika.co.id/berita/sb7x5t418/tiga-cara-selesaikan-masalah-dalam-islam

Video Editor | Fian Firatmaja

Punya Masalah Bertubi-tubi Meski Bergelimang Harta? Ini Penyebabnya

Alquran juga telah memperingatkan tentang orang-orang yang curang.

Syekh Dr. Essam Al Rubi, pendakwah asal Mesir, menyampaikan pandangan yang menarik mengenai kepemilikan harta yang melimpah namun terasa seolah hanya numpang lewat.

Dalam penjelasannya, dia menyoroti bagaimana banyak orang merasa harta mereka tak memberi kebahagiaan yang sebenarnya, terutama saat dihadapkan dengan masalah rumah tangga yang hancur, anak yang sulit diatur, atau permasalahan lainnya yang menguras kedamaian batin.

Pandangan yang disampaikan oleh Syekh Essam al-Rubi mengajak kita untuk merefleksikan makna sebenarnya dari kepemilikan harta. Bukan sekadar jumlah harta yang dimiliki, melainkan bagaimana kita menjalani hidup dengan kebijaksanaan dan ketenangan dalam menghadapi segala ujian yang diberikan Allah.

Dalam konteks ini, dia mengingatkan bahwa kekayaan sejati bukanlah semata-mata harta duniawi, melainkan kekayaan spiritual dan ketenangan jiwa yang didapatkan melalui ketakwaan dan ketaatan kepada-Nya.

Pesan yang disampaikan oleh pendakwah Mesir ini menjadi pengingat tidak terjebak dalam ilusi kekayaan materi yang seolah menjadi segalanya. Sebagai gantinya, diajak untuk menjaga harta dengan bijaksana, menggunakan kekayaan tersebut sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan yang lebih mendalam dan keberkahan dalam kehidupan serta memberikan manfaat bagi sesama.

Syekh Essam kemudian mengutip ayat 29-30 Surat An Nisa. Allah SWT berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.”

Ayat tersebut, demikian penjelasan Syekh Essam, memperingatkan orang-orang beriman untuk menjauhi segala bentuk uang haram. Dia mengingatkan, uang haram bisa mendatangkan suatu penyakit.

Uang haram itu, lanjut Syekh Essam, akan menggerogoti sekaligus merusak keharmonisan rumah tangga. Uang haram tersebut juga bisa menjadi penyebab anak kehilangan masa depan. Uang haram bisa menyakiti dan merusak akal pikiran mereka serta juga merusak moral mereka.

“Uang haram ibarat peledak, yang mengakibatkan ledakan hingga tidak ada lagi yang tersisa,” tuturnya.

Syekh Essam menyampaikan, Allah SWT telah memberi peringatan soal uang haram itu. Karena justru ketika seseorang memiliki banyak uang, ia akan diminta pertanggungjawaban dari mana uang itu berasal dan untuk apa uang tersebut digunakan.

Dalam riwayat Abu Barzah, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang bagaimana usianya dihabiskan, bagaimana ilmunya digunakan, bagaimana hartanya diperoleh dan digunakan untuk apa, dan tubuhnya digunakan untuk apa saja.” (HR Tirmidzi dan ad-Darimi)

Alquran juga telah memperingatkan tentang orang-orang yang curang. Allah SWT berfirman, “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.” (QS Al-Mutaffifin ayat 1-3)

IHRAM

Qarun dan Fir’aun Masa Kini

Qarun pernah hidup dalam nikmat harta yang kelewat melimpah. Dikisahkan dalam Al-Quran kunci-kunci gudang hartanya sangat banyak dan berat. Setiap bepergian, Qarun mengenakan baju-baju mewah yang selalu berbeda, memilih kuda terbaik untuk ditungangi, dan berjalan dengan didampingi oleh sepuluh tentaranya untuk memanggul emas, batu Ruby, permata, mutiara, dan perhiasan-perhiasan miliknya. Qarun pamer dan riya. Semua orang terkagum-kagum pada dia dan hartanya.

Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa[1], maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”(Q.S. Al-Qashash: 76).

Kisah Qarun berakhir ketika suatu kali dia sedang jalan pamer dengan hartanya. Lalu azab Allah datang, seketika bumi bergemuruh dan retak. Tanah yang merekah menelan Qarun, hartanya, kunci-kunci gudang hartanya, dan bala tentaranya. Dan Allah pun memerintahkan bumi untuk menelan istananya.

Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). (Q.S. Al-Qashash: 81).

Kisah kesombongan selain Qarun datang dari Mesir dan terjadi pada zaman yang sama, yaitu kisah seorang Firaun, Raja Mesir sombong yang mengaku sebagai tuhan. Dia ingin disembah-sembah manusia. Firaun adalah raja pemilik piramida yang selalu diagungkan kedigdayaanya. Dia dengan sombong membangun piramida untuk melihat Tuhan Musa, yaitu Allah.

Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia dari orang-orang pendusta. (Q.S. Al-Qashash: 38).

Firaun dan bala tentaranya ditenggelamkan Allah di Laut Merah. Ketika itu mukjizat Allah datang pada Nabi Musa untuk mampu membelah lautan. Nabi Musa serta kaumnya selamat, sedangkan Firaun dan tentaranya tenggelam tak pernah sampai ke seberang.

Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu[2], kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).” Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. (Q.S. Thaha: 77-78)

Kisah Qarun dan Firaun bukanlah sekadar dongeng. Kejadian itu memang nyata pernah terjadi di bumi serta jelas diabadikan ceritanya dalam kitab suci Al-Quran. Kisah manusia-manusia congkak zaman dulu itu harusnya mengingatkan kita semua yang hidup sekarang ini. Qarun dan Firaun memang sudah mati, tetapi sifat-sifatnya tetap turun-temurun hidup hingga sekarang.

Mulai perhatikanlah orang-orang di sekeliling kita! Sekarang, banyak orang yang gila fashion: baju, tas, sepatu, dan jam tangan bermerek yang bisa berharga jutaan rupiah. Harga-harga yang kita tahu sebenarnya tidak rasional. Qarun dulu menunggangi kuda terbaiknya. Sekarang orang menunggangi kendaraan mewah yang mencitrakan dirinya siapa. Penilaian khalayak menjadi penting dalam setiap pengambilan keputusan pembelian barang-barang yang prestisius.

Jika Qarun pada zaman dulu memerintahkan pembantunya untuk memanggul harta, orang sekarang tidak perlu susah melakukan itu semua. Gadget-gadget mahal sekarang enteng dibawa sendiri. Merek-merek gadget telah mendefinikan status sosial pemiliknya pada orang lain. Namun, Qarun zaman dulu dengan Qarun zaman sekarang bukankah sama saja, tujuannya riya dan pamer kekayaan pada orang lain.

Sifat Firaun kini juga masih ada. Memang sekarang tidak ada orang yang terang-terangan mengaku sebagai tuhan. Namun, banyak orang yang ingin disembah-sembah orang lain. Banyak yang ingin diakui kehebatannya, kecerdasannya, kepemimpinannya, kemampuannya; merasa hanya dia yang bisa melakukannya, tidak butuh orang lain, merasa mendapatkan semuanya dengan usaha dirinya sendiri; dan lama-kelamaan tidak percaya adanya Tuhan. Sifat Firaun yang utama adalah mengagungkan diri sendiri dan merasa esa.

Qarun dan Firaun dulu berpamer pada kaumnya saja. Celakanya aksi pamer-pameran seperti itu saat ini terfasilitasi semakin luas tidak hanya pada satu kaum saja. Melalui internet membuat orang bisa berpamer tidak hanya pada tetangganya atau orang-orang yang melihat dia di sekelilingnya, melainkan sudah lintas negara, bahkan seluruh dunia.

Padahal, Allah sudah mengingatkan pada kita semua. Qarun dan Firaun telah nyata-nyata diazab lebih dahulu. Manusia seperti kita yang tidak hidup sezaman dengan nabi akan sering mudah lupa. Manusia sekarang banyak yang congkak. Jatuh oleh puji-pujian orang lain. Siapa pun bisa terjebak. Kita yang tidak hati-hati bisa jatuh kapan saja. Semoga kita belajar dari kisah yang penuh hikmah ini. Silakan bermuhasabah diri! ∎

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakaan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (Q.S. Al-Qashash: 83).

Maulida Rahma, Kader HMI FEB UGM

HMISLEMAN

Kisah Qorun: Pelajaran Berharga tentang Harta dan Kegagalan Manusia

Harta, sebatas anugerah nikmat atau jebakan terkutuk? Kisah Qorun, yang terkenal dalam Quran, memberikan kita pandangan mendalam tentang bagaimana harta dapat menjadi ujian bagi manusia.

Qorun, dengan kekayaannya yang melimpah, tidak hanya memperlihatkan keberhasilannya, tetapi juga kebanggaan dan kesombongannya. Hartanya, sebagian besar emas dan perak, disimpan dalam ribuan gudang yang kuncinya memerlukan kekuatan luar biasa untuk dibuka.

Namun, kekayaan Qorun menjadi bagian dari kebanggaannya. Ia senantiasa memamerkan kemewahannya, tidak sadar bahwa kekayaan itu adalah anugerah dari Allah. Bahkan ketika nasihat-nasihat bijak dari orang-orang shaleh datang, Qorun menolaknya, merasa kekayaannya semata-mata karena kecerdasan dan usahanya sendiri.

Tetapi, apa yang terjadi selanjutnya tidak bisa diprediksi. Allah menenggelamkan Qorun beserta hartanya ke dalam bumi, tanpa seorang pun yang dapat menolongnya.

Dari kisah ini, kita bisa mengambil beberapa pelajaran berharga:

  1. Harta Bukan untuk Pamer: Kekayaan seharusnya tidak membuat kita sombong. Ketika harta hanya digunakan untuk memamerkan status dan kekuatan, itu menjadi sumber masalah.
  2. Kekayaan dengan Kekuasaan Berpotensi Menyebabkan Kerusakan: Kekayaan yang tidak diimbangi dengan empati dan kepedulian bisa menjadi alat untuk menyebabkan kerusakan, baik kepada lingkungan maupun sesama manusia.
  3. Kebaikan Haruslah Diturunkan dari Kekayaan: Harta tidak hanya untuk dinikmati sendiri, tetapi juga untuk berbagi dengan yang membutuhkan. Menahan diri dari memberikan yang seharusnya diberikan kepada sesama manusia adalah kegagalan besar.
  4. Kekayaan adalah Anugerah Allah: Merasa bahwa kekayaan diperoleh semata-mata melalui usaha dan kecerdasan pribadi adalah kesombongan. Seharusnya kita selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah.

Kisah Qorun mengingatkan kita bahwa kekayaan bukanlah tujuan akhir, tetapi ujian yang harus dijalani dengan bijak. Semoga kita dapat menjaga hati dan pikiran dari kesombongan dan keserakahan, serta selalu mengingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa.

Sumber: TABUNG WAKAF

Ayat tentang Bulan Dzulhijjah

Bulan Dzulhijjah disebut juga sebagai bulan haji.

Seluruh umat musim akan bertemu dengan bulan Dzulhijah yang menandakan sebagai tanda waktu untuk melaksanakan ibadah Haji bagi yang mampu merupakan termasuk dalam rukun Islam yang kelima. Selain itu, pada bulan tersebut juga bertepatan dengan dilaksanakannya penyembelihan kurban. Terdapat tafsir ayat yang menjelaskan 10 hari pertama di bulan Dzulhijah.

Allah SWT menurunkan ayat dan menjelaskan tentang keutamaan 10 hari pertama di bulan Dzulhijah. Seperti yang tertulis pada surat Al Fajr ayat 1 dan 2, Allah SWT berfirman,

وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2) 

Arab Latin: Wal-fajr(i). Wa layālin ‘asyr(in).

Artinya: “Demi fajar; Demi malam yang sepuluh.”

Menurut tafsir tahlili Kemenag, pada ayat tersebut menjelaskan Allah SWT bersumpah dengan fajar. Fajar yang dimaksud adalah fajar yaumun-naḥr (hari penyembelihan kurban), yaitu tanggal 10 Zulhijah, karena ayat berikutnya membicarakan “malam yang sepuluh”, yaitu sepuluh hari pertama bulan itu. Akan tetapi, ada yang berpendapat bahwa fajar yang dimaksud adalah fajar setiap hari yang mulai menyingsing yang menandakan malam sudah berakhir dan siang sudah dimulai. Ada pula yang berpendapat bahwa fajar itu adalah fajar 1 Muharram sebagai awal tahun, atau fajar 1 Zulhijah sebagai bulan pelaksanaan ibadah haji.

Dalam ayat tersebut menandakan bahwa terdapat ibadah – ibadah yang bilamana seorang muslim menjalankannya, akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT dan bisa dinikmati ketika di akhirat nanti. Seperti ibadah yang hanya dapat dilakukan bagi orang yang mampu, yaitu ibadah haji. Jika tidak mampu menunaikan haji, dapat melaksanakan ibadah shalat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban. Allah SWT Maha Pengasih memberikan kenikmatan yang luar biasa bagi umat muslim yang beriman.

Allah SWT sangat mencintai saat amalan kebaikan dilakukan pada saat bulan Dzulhijah. Seperti yang dijelaskan pada Hadits Riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّام. يَعْنِي أَيَّامُ الْعُشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيءٍ. (رواه البخاري) 

Artinya : “Tidak ada hari di mana amal kebaikan saat itu lebih dicintai oleh Allah SWT daripada hari-hari ini. Rasulullah menghendaki 10 hari (awal Dzulhijjah). Lantas para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun (mati syahid).” 

IHRAM

Jamaah Haji Haid Saat Hendak Tawaf dan Harus Segera Pulang, Harus Bagaimana?

Haid atau menstruasi adalah salah satu hal yang menjadi perhatian jamaah haji wanita.

Haid atau menstruasi adalah salah satu hal yang menjadi perhatian jamaah haji wanita. Sebagian jamaah haji mengonsumsi obat untuk menghentikan haid sementara.

Bagaimana dengan jamaah haji yang tidak mengonsumsi obat tersebut sedangkan jadwal menstruasi bertepatan dengan saat ia hendak tawaf? Dalam buku Tuntunan Manasik Haji terbitan Kementerian Agama disebutkan sejumlah kekhususan haji bagi jamaah perempuan.

Perempuan yang hendak melakukan haji tamattu’ namun terhalang haid sebelum selesai umroh, maka ia harus melakukan sejumlah hal.

a. Menunggu suci kemudian melaksanakan tawaf, sa’i dan cukur.

b. Bila menjelang berangkat ke Arafah belum suci, dia mengubah niat menjadi haji qiran dengan dikenakan dam satu ekor kambing.

8. Jika jamaah perempuan segera pulang padahal belum melaksanakan tawaf ifadhah, maka langkah-langkah yang harus ia lakukan secara berurutan adalah:

a. Menunda tawaf dan menunggu sampai suci jika dia memiliki cukup waktu dan tidak terdesak oleh waktu kepulangan.

b. Meminum obat sekadar untuk memampatkan kucuran darah jika dia adalah jamaah haji gelombang I kloter awal yang harus segera balik ke tanah air.

c. Mengintai atau mengintip kondisi dirinya sendiri seandainya ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan kucuran darah haid mampat dalam durasi yang cukup untuk sekadar melaksanakan tawaf tujuh putaran.

Jika dia mendapati saat-saat kucuran darah haidnya mampat, jamaah perempuan itu harus segera mandi haid lalu menutup rapat lubang tempat darah berasal dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar apalagi menetesi masjid. Selanjutnya dia melakukan tawaf.

Jika setelah dia tawaf darahnya keluar lagi, kondisi ini namanya artinya lebih tepat diartikan bersih, yang kemungkinan tidak keluar darah. Ini pendapat salah satu qoul Imam Syafi’i.

d. Mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, yang membolehkan perempuan haid melakukan thawaf tetapi wajib membayar dam seekor unta.

e. Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang tidak menjadikan suci sebagai syarat sahnya tawaf jika kondisi yang dihadapi jamaah perempuan ini darurat, misalnya dia harus segera pulang ke tanah air dan menuju ke Madinah berdasarkan jadwal penerbangan yang ada, lalu segera melaksanakan tawaf ifadhah dengan menutup rapat-rapat tempat darah keluar dengan pembalut agar tidak ada setetes pun darah jatuh ke lantai masjid selama dia melaksanakan tawaf ifadhah. Jamaah perempuan yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam.

IHRAM