Ketetapan hati menjadi karakter khusus setiap hamba terbaik yang memperoleh petunjuk dan kasih sayang dari Allah SWT. Dengan ketetapan hati, setiap hamba dapat mengarungi kehidupannya sebaik mungkin. Di dalam Al-Quran dijelaskan tentang bagaimana seorang hamba memohon kepada Allah SWT tentang ketetapan hati. Allah SWT berfirman dalam Surat Ali Imran Ayat 8:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ ٨
Rabbanaa Laa tuzigh quluubanaa ba’da idzhadaitanaa wahablanaa min ladunka rahmatan innaka antal wahhaab
Artinya: “(Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (Surat Ali Imran Ayat 8)
Dalam kitab tafsir Min Wahyil Quran karya Muhammad Husain Fadhlullah, dijelaskan bahwa pada ayat ini menjelaskan tentang doa yang dipanjatkan oleh “war raasikhuuna fil ‘ilmi” orang-orang yang ilmunya mendalam (disebutkan dalam ayat sebeumnya Surat Ali Imran Ayat 7). Yakni, golongan orang-orang yang perangainya baik, berilmu dengan penuh ketawadhuan dan berhati-hati dalam mengkonsumi makanan. Kelompok ini juga dalam praktik ibadahnya melebihi kualitas ibadah orang biasa dan masih banyak lagi kelebihan kelompok ini.
Dikisahkan di dalam ayat tersebut golongan “war raasikhuuna fil ‘ilmi” melantunkan doanya sebagai ungkapan syahdu dalam memohon kepada Allah SWT. Pada ayat ini diawali dengan kata “Rabbanaa” sebagai bukti kedekatan seorang hamba dengan Sang Pencipta tentang permohonannya. Lalu pada ayat ini, lafadz “Laa tuzigh quluubana” dimaknai sebagai ketersesatan seseorang, didahului oleh subjektivitas yang tersesat yang memulai ketersesatannya.
Lafadz “Ba’da idzhadaitanaa” pada ayat ini membuktikan bahwa setiap orang telah mendapatkan petunjuk bisa saja tergelincir atau berpaling kembali dalam lubang keburukan. Konsistensi dalam meneguhkan hati pun tergoyahkan kembali karena beberapa penyebab seperti kesalahan atau dosa yang dilakukan.
Maka dari itu, seorang hamba yang totalitas dalam beribadah kepada-Nya akan memohon dengan sungguh-sungguh agar diberi keteguhan atau ketetapan hati. Seperti halnya doa yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinika
Artinya: ”Wahai (Rabb) yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi)
Hati itu ibarat benda yang dikepal di antara dua telapak tangan, mudah untuk dibolak-balikkan. Maka dari itu, betapa pentingnya setiap dari kita memohon kekuatan kepada Allah SWT agar dikaruniakan ketetapan hati untuk mengarungi kehidupan yang dijalani.
Kemudian, “Wahablanaa min ladun karahmah” dimaknai sebagai permohonan yang berisi pemberian yang diberikan secara spontan dan cepat (ilmu) serta kasih sayang yang paripurna dari Allah SWT. Lalu, “Innaka antal wahhaab” dimaknai sebagai kebesaran Allah yang memiliki sifat “Al-Wahab” berarti Maha Pemberi. Memberikan banyak karunia kepada hamba-Nya atas dasar kasih sayang dengan tanpa pamrih.
Maka dari itu, “ar raasikhuuna fil ‘ilmi” ini memohon kepada Allah SWT agar setelah menerima hidayah atau petunjuk, tidak tergelincir dalam hal-hal yang salah atau dosa. Lalu, tidak menjauh dari hidayah atau petunjuk tersebut. Kemudian, memohon dikaruniakan kasih sayang dari Allah SWT Yang Maha Pemberi.
Dapat disimpulkan bahwa kita hendaknya selalu memohon kepada Allah SWT tentang segala apa pun yang kita perlukan, khususnya dalam meneguhkan hati dalam kebaikan untuk mengarungi kehidupan yang dijalani.
Doa ini pun hendaknya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bukti kita berniat sungguh-sungguh karena Allah, ikhlas dalam belajar ilmu apa pun yang baik untuk kebahagiaan di dunia dan di keabadian kelak. Wallahu a’lam.