Akhlak Mulia, antara Tabiat (Bawaan) dan Usaha Manusia

Ada dua jalan meraih akhlak yang mulia: (1) secara tabiat (alamiah atau bawaan) memang dia memiliki akhlak mulia; dan (2) usaha keras untuk memiliki akhlak mulia. Yang pertama lebih afdhal daripada yang kedua, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Al-Mundzir Asyaj bin ‘Abdul Qais radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ، الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ

“Sesungguhnya Engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu santun dan sabar.”

Al-Mundzir bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمُ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا؟

“Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?”

Beliau menjawab,

بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا

“Allah yang memberikan itu kepadamu.”

Al-Mundzir berkata,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ

”Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Muslim no. 17, Abu Dawud no. 5225, dan At-Tirmidzi no. 2011)

Ketika akhlak mulia itu sudah menajadi tabiat (bawaan), maka akan sulit hilang dari diri seseorang. Berbeda halnya dengan akhlak mulia sebagai hasil dari usaha dan latihan, yang terkadang akan hilang dalam beberapa kesempatan. Hal ini karena dia membutuhkan usaha ekstra, kerja keras, dan butuh selalu diingatkan.

Seseorang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, berilah aku nasihat.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan,

لَا تَغْضَبْ

“Jangan marah.”

Orang tersebut mengulangi beberapa kali. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan,

لَا تَغْضَبْ

“Jangan marah.” (HR. Bukhari no. 6116 dan At-Tirmidzi no. 2020)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan,

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Orang yang paling kuat bukanlah orang yang tidak dapat dikalahkan oleh orang lain. Tetapi orang yang paling kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika dia sedang marah.” (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609)

Salah satu akhlak mulia adalah ketika seseorang bisa menguasai diri ketika sedang marah. Dia tidak memperturutkan amarahnya. Akan tetapi, dia berusaha menghilangkan amarahnya dengan segera berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan yang terkutuk.

Kiat-kiat meraih akhlak mulia

Seseorang haruslah berusaha keras untuk meraih akhlak mulia, yaitu dengan berlatih dan bersungguh-sungguh dalam mewujudkannya. Seseorang dapat meraih akhlak mulia melalui beberapa jalan, di antaranya:

Pertama, dengan merenungi Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Seseorang merenungi dalil-dalil yang menunjukkan pujian terhadap akhlak mulia yang dia inginkan untuk bisa mewujudkannya. Karena ketika seorang mukmin melihat ada dalil yang memuji suatu akhlak atau perbuatan, tentu dia akan terdorong dan termotivasi untuk mewujudkannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat tentang hal ini dalam sabda beliau,

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ، وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ، كَحَامِلِ الْمِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Hanyalah perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk itu ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu minyak wangi atau Engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Dan kalaupun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) akan mengenai (membakar) pakaianmu. Dan kalaupun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau asap yang tidak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Kedua, berteman dengan orang-orang yang memiliki akhlak mulia dan menjauh dari berteman dengan orang-orang yang memiliki akhlak buruk. Dia jadikan teman dengan akhlak mulia tersebut sebagai tempat latihan yang membantu dan menuntunnya agar memiliki akhlak mulia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu sesuai dengan agama sahabatnya. Oleh karena itu, perhatikanlah siapa yang menjadi sahabat kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4833 dan Tirmidzi no. 2378. Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani.)

Ketiga, merenungkan akibat jika memiliki akhlak yang buruk.

Dia harus senantiasa ingat bahwa orang dengan akhlak buruk akan dijauhi, dikucilkan dari pergaulan manusia, juga akan senantiasa disebut-sebut dan diingat dengan sebutan yang jelek. Oleh karena itu, jika seseorang merenungkan akibat dari akhlak yang buruk, tentu dia akan berusaha untuk menjauhinya.

Keempat, senantiasa mengingat bagaimanakah kemuliaan akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jika seseorang senantiasa mengingat bagaimanakah akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik dan mulia, maka ringanlah jiwanya dan akhirnya akan terdorong untuk memiliki akhlak mulia.

Demikian pembahasan ini, semoga bisa menjadi bahan renungan dan diamalkan.

[Selesai]

***

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc., PhD.

Artikel: Muslim.or.id