Apakah Bertransaksi Memakai Dinar dan Dirham Termasuk Sunnah Nabi?

Apakah Bertransaksi Memakai Dinar dan Dirham Termasuk Sunnah Nabi?

Baru-baru ini viral sebuah pasar yang menggunakan dinar (koin emas) dan dirham (koin perak) sebagai alat transaksi jual beli. Mereka berdalih menggunakan sistem perdagangan pada zaman Nabi Muhammad saw.  Dilihat dari hukum Islam, apakah pemakaian dinar dan dirham dalam transaksi jual beli termasuk sunnah Nabi?

Tidak Semua yang Berasal dari Nabi Harus Diamalkan

K.H. Ali Mustafa Yaqub dalam kitab beliau berjudul ath-Thuruq ash-Shahihah fi Fahm as-Sunnah an-Nabawiyah menjelaskan bahwa ayat Q.S. al-Hasyr: 7 yang sekilas memerintahkan orang Islam untuk mengamalkan segala hal yang berasal dari Nabi secara umum, baik urusan agama maupun dunia, telah ditakhshish (dikhususkan) oleh sabda beliau sendiri dalam sebuah hadis:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ ، إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ دِيْنِكُمْ فَخُذُوْهُ بِهِ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ رَأْيِيْ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ.

  “Sesungguhnya aku seorang manusia. Jika aku memerintahkan kalian dengan sesuatu  yang terkait dengan agama kalian maka ambillah (amalkan). Dan jika aku memerintahkan kalian dengan sesuatu yang berasal dari pikiranku, maka sesungguhnya aku juga manusia”

Hadits ini menjadi landasan bahwa tidak semua hal yang berasal dari nabi mesti diamalkan. Yang mesti kita amalkan adalah sunnah nabi yang berkaitan dengan perkara agama dan syariat. Sedangkan hadist yang mengandung unsur budaya dan tradisi Arab – tempat nabi berada dan berinteraksi- tidak mesti diamalkan oleh umat Islam. Tak heran apabila Imam Muslim menamakan salah satu bab dalam kitabnya:

 بَابُ وُجُوبِ امْتِثَالِ مَا قَالَهُ شَرْعًا دُوْنَ مَا ذَكَرَهُ مِنْ مَعَايِشِ الدُنْيَا عَلَى سَبِيْلِ الرَّأْيِ

“Bab tentang wajibnya mengikuti perintah nabi yang berkaitan dengan syariat, bukan sabda beliau berkenaan dengan kehidupan duniawi yang berdasarkan pendapat pribadi beliau”

Selanjutnya K.H. Ali Mustafa Yaqub menyebutkan beberapa kriteria untuk membedakan sunnah nabi yang memuat unsur agama, dan yang hanya terkait dengan tradisi, salah satunya adalah:

أَنَّ الدِّيْنَ فَيَفْعَلُهُ أَوْ يَسْتَعْمِلُهُ الـمُسْلِمُوْنَ فَقَطْ، بِخِلَافِ التَّقَالِيْدِ فَيَسْتَعْمِلُهَا الـمُسْلِمُوْنَ وَغَيْرُ الـمُسْلِمِيْنَ.

‘Hal yang berkaitan dengan agama hanya dilakukan atau digunakan oleh orang-orang Islam saja, sedangkan yang berkaitan dengan tradisi digunakan secara umum, baik orang Islam maupun non Islam” (kitab ath-Thuruq ash-Shahihah fi Fahm as-Sunnah an-Nabawiyah99)

Dinar dan Dirham: Syariat atau Tradisi?

Secara historis, dinar dan dirham yang digunakan untuk bertransaksi pada zaman Nabi Muhammad adalah koin dinar dan dirham cetakan Romawi dan Persia, dua negara adikuasa pada waktu itu. Dinar dan dirham masuk ke jazirah Arab sebagai mata uang berkat ekspansi pedagang Arab yang berdagang di Syam (di bawah kekuasaan Romawi) dan Yaman (di bawah kekuasaan Persia). Fakta ini dijelaskan oleh Syaikh Al-Baladzur, seorang sejarawan Islam, dalam kitab Futuh al-Buldan (1/443) dengan mengutip riwayat dari Tsa’labah bin Sha’ir:

كَانَتْ دَنَانِيْرُ هِرْقَلَ تَرِدُ عَلَى أَهْلِ مَكَّةَ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ وَتَرِدُ عَلَيْهِمْ دَرَاهِمُ الفَرْسِ البغلِية…فَأَقَرَّ الرَّسُوْلُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَقَرَّهُ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ

“Dinar Hiraklius (Romawi) dan dirham baghli Persia telah beredar di kalangan ahli Makkah pada masa jahiliah. Kemudian Rasululah membiarkan hal itu (berlakunya dinar & dirham), begitupula Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman, serta Ali membiarkannya juga”

Dirham yang dikeluarkan oleh bangsa Persia disebut dengan dirham baghli sebagaimana riwayat di atas karena terdapat gambar hewan bagal (peranakan kuda dan keledai) dalam cetakan koin dirham tersebut. Dan koin dirham jenis ini yang banyak digunakan dalam transaksi pada zaman nabi, selain juga dirham thabariyah yang setengah lebih kecil daripada dirham baghli (Syihabuddin al-Qastallani, Irsyadu Sari Li Syarh Shahih Al-Bukhari, 3/11).

Fakta lain juga dijelaskan oleh Imam Abdurrahim al-Iraqi dalam kitab Tharh at-Tatsrib:

أَمَّا الدَّرَاهِمُ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَلَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا قُرْآنٌ، وَلَا اسْمُ اللهِ، وَلَا ذِكْرٌ، لِأَنَّهَا كَانَتْ مِنْ ضَرْبِ الرُّوْمِ، وَغَيْرُهُمْ مِنْ أَهْلِ الكُفْرِ. وَإِنَّمَا ضُرِبَتْ دَرَاهِمُ الإِسْلَامِ فِيْ أَيَّامِ عَبْدِ الـمَلِكِ بْنِ مَرْوَان.

“Dirham yang digunakan pada masa Nabi Muhammad SAW tidak ada ukiran ayat al-Qur’an, atau lafal jalalah, maupun kalimat zikir. Sebab dirham tersebut merupakan cetakan Romawi dan bangsa nonmuslim lainnya. Dirham islam baru dicetak pada masa khalifa Abdul Malik bin Marwan”

Jadi, dinar dan dirham pada waktu itu tidak hanya digunakan oleh Rasulullah dan umat Islam saja, tapi juga dipakai secara luas oleh masyarakat non-Muslim sebagai alat transaksi, baik yang berada di jazirah Arab maupun yang berada di wilayah kekuasaan Romawi dan Persia.

Transaksi Menggunakan Dinar dan Dirham di Indonesia

Selain bukan merupakan sunnah Nabi, Negara Kesatuan Republik Indonesia juga mempunyai undang-undang mengenai transaksi yang tidak menggunakan rupiah. Bank Indonesia (BI) menegaskan setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam bertansaksi itu dapat dijatuhi pidana kurang paling lama satu tahun. Di samping itu, orang terkait juga dibebankan denda maksimal Rp. 200 juta.

Peraturan ini tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Peraturan ini memberlakukan kewajiban penggunaan rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi keuangan lainnya.

Berdasarkan kriteria yang disebutkan oleh K.H. Mustafa Ali Ya’qub di atas dan Undang-undang dari BI, dapat kita simpulkan bahwa bertransaksi dengan dinar dan dirham masih masuk wilayah tradisi yang berlaku pada zaman tertentu, dan sama sekali tidak termasuk sunnah Nabi yang harus diamalkan oleh umat Islam. Di samping itu, terdapat risiko hukum yang dapat ditanggung apabila memaksakan menggunakan selain rupiah. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH