Apakah Sikat Gigi Bisa Menggantikan Siwak?

Apakah Sikat Gigi Bisa Menggantikan Siwak?

Sunah Bersiwak

Siwak atau bersiwak memiliki makna membersihkan mulut dan gigi dengan siwak. Kata ‘siwak’ seringkali dimaksudkan untuk alatnya, yaitu dahan pohon yang digunakan untuk membersihkan mulut.

Siwak merupakan sebab dari bersihnya mulut dan akan mendatangkan keridaan Allah Ta’ala sebagaimana yang terdapat di hadis Aisyah bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

السواك مطهرة للفم ، مرضاة للرب

“Siwak itu membersihkan mulut dan mendatangkan keridaan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Nasa’i)

Hukum bersiwak dan membersihkan mulut adalah sunah muakkadah (sunah yang ditekankan). Hampir saja nabi Muhammad mewajibkannya untuk kita. Nabi bersabda,

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة

“Kalau saja tidak memberatkan umatku, niscaya sudah aku perintahkan mereka untuk bersiwak (membersihkan mulut) setiap kali mereka hendak melaksanakan salat.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi bahkan  menukilkan kesepakatan ulama akan disunahkannya bersiwak, yang mana hal ini menunjukkan agungnya perkara ini. Beberapa ulama bahkan ada yang mewajibkannya. Di antaranya adalah Imam Ishak bin Rahuwaih.

Bersiwak (membersihkan mulut) disunahkan untuk dilakukan di setiap keadaan, baik itu di siang hari maupun di malam hari, karena keumuman hadis Aisyah yang sudah disebutkan. Akan tetapi, ada beberapa keadaan di mana bersiwak lebih ditekankan untuk dilakukan, di antaranya:

  1. Ketika berwudu dan hendak salat.
  2. Saat akan masuk rumah untuk menemui keluarga kita dan berkumpul dengan mereka. Hal ini berdasarkan hadis Aisyah, beliau pernah ditanya, “Apa yang dilakukan Rasulullah saat hendak masuk ke dalam rumah?” Aisyah menjawab,

كان إذا دخل بيته بدأ بالسواك

“Beliau ketika hendak masuk ke dalam rumah, memulai dengan bersiwak (membersihkan mulut)” (HR. Muslim)

  1. Ketika bangun dari tidur baik itu siang hari maupun malam hari. Hal ini berdasarkan hadis,

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا قام من الليل يشوص فاه بالسواك

“Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam jika terbangun dari tidur di malam hari, maka yang beliau lakukan adalah mencuci dan memijat mulutnya dengan siwak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Saat bau mulut berubah, baik itu karena memakan sesuatu yang memiliki bau tidak enak, atau karena lama menahan rasa lapar, ataupun haus atau karena faktor lain.
  2. Ketika masuk masjid, karena ini merupakan salah satu bentuk kesempurnaan di dalam menghias diri, yang mana Allah perintahkan setiap kali hendak masuk masjid. Allah Ta’ala berfirman,

يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31)

  1. Ketika membaca Al-Qur’an dan saat mendatangi majelis ilmu, karena hadirnya para malaikat bersama kita.

Apakah Penggunaan Sikat Gigi dan Odol Bisa Menggantikan Kedudukan Siwak?

Lalu, apakah penggunaan sikat gigi dan odol yang lebih dikenal dan lebih sering digunakan saat ini bisa menggantikan kedudukan siwak?

Syekh Shalih Al-Munajjid menjelaskan,

Hadis-hadis yang menunjukkan keutamaan siwak serta anjuran untuk menggunakannya, maka itu mencakup semua jenis alat yang bisa digunakan untuk membersihkan gigi, jika tujuannya telah tercapai dan memang diniatkan sebagai bentuk mengikuti sunah nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, baik itu menggunakan dahan pohon arak, ataupun dahan pohon zaitun, ataupun dahan kurma, ataupun selainnya.

Termasuk di dalamnya menggunakan ‘gosok gigi’ karena tujuan membersihkan dan memijat gigi  tercapai dengannya, bahkan menggosok gigi dengan gosok gigi dan pasta gigi memudahkan kita di dalam menjangkau area gigi dalam serta memiliki kandungan zat yang akan menyucikan dan membersihkan gigi.

Di antara dalil bahwa menggosok gigi dengan sikat gigi masuk ke dalam keutamaan siwak ada beberapa hal:

  1. Kalimat “السواك” “as-siwak” secara bahasa digunakan untuk perbuatan memijat gigi, tanpa melihat alat apa yang digunakan, namun karena dahulu kala yang lebih sering digunakan untuk membersihkan gigi adalah ranting pohon arak maka penyebutan siwak akhirnya lebih dikenal untuk penggunaan ranting pohon arak tersebut.
  2. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dahulu kala tidak hanya bersiwak dengan ranting pohon arak, di dalam hadis yang menceritakan tentang detik-detik menjelang kematiannya disebutkan bahwa Rasulullah bersiwak dengan ranting pohon kurma.

مَرَّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ وَفِي يَدِهِ جَرِيدَةٌ رَطْبَةٌ ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَظَنَنْتُ أَنَّ لَهُ بِهَا حَاجَةً ، فَأَخَذْتُهَا ، فَمَضَغْتُ رَأْسَهَا ، وَنَفَضْتُهَا ، فَدَفَعْتُهَا إِلَيْهِ ، فَاسْتَنَّ بِهَا كَأَحْسَنِ مَا كَانَ مُسْتَنًّا ، ثُمَّ نَاوَلَنِيهَا ، فَسَقَطَتْ يَدُهُ ، أَوْ : سَقَطَتْ مِنْ يَدِهِ ، فَجَمَعَ اللَّهُ بَيْنَ رِيقِي وَرِيقِهِ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنَ الدُّنْيَا، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ الآخِرَةِ

Abdurrahman bin Abu Bakr radhiyallahua ‘anhuma masuk sambil membawa siwak yang terbuat dari ranting kurma yang masih basah dan sedang menggunakannya.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  melihat apa yang dilakukannya saya menyangka beliau membutuhkan siwak tersebut. 

Maka aku mengambilnya, mengunyah ujungnya dan mengibas-ngibaskannya, kemudian aku pun menyerahkannya kepada beliau. Kemudian beliau menggosok gigi menggunakan ranting tersebut, dengan sebaik-baik cara bersiwak yang pernah beliau lakukan. 

Setelah itu beliau memberikannya kepadaku, namun tangannya terjatuh atau ranting kayu siwak dari pohon kurma tersebut jatuh dari tangannya.

Maka, Allah mengumpulkan antara air liurku dengan air liur beliau pada hari-hari terakhir beliau di dunia dan pada hari-hari pertama di akhirat kelak.” (HR. Al-Bukhari no. 4451)

  1. Saat memerintahkan para sahabatnya bersiwak, nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tidak membatasi hanya dengan menggunakan ranting kayu tertentu. Bahkan, bangsa Arab dahulu kala menggosok gigi dengan berbagai macam ranting.
  2. Para ahli fikih tidak pernah membatasi bersiwak dengan ranting kayu tertentu dalam membahas fikih tentang siwak di kitab-kitab mereka. Sebagai contoh Syekh ‘Utsaimin menyebutkan di dalam Syarh Riyadhus Shalihiin,

ويحصل الفضل بعود الأراك، أو بغيره من كل عود يشابهه

“Keutamaan bersiwak bisa didapatkan dengan menggunakan ranting kayu Al-Arok (kaya siwak) atau dengan selainnya dari setiap ranting yang semisalnya.”

  1. Sejatinya bersiwak adalah ibadah yang terkait dengan alasan dan tujuan, yaitu bersihnya mulut. Sehingga, bisa terlaksana dengan setiap alat yang mubah/ diperbolehkan dan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Syekh ‘Utsaimin pernah ditanya terkait hal ini, lalu beliau menjawab,

“Ya benar, menggunakan sikat dan pasta gigi bisa mewakili kayu siwak, bahkan lebih mampu membersihkan dan mengeluarkan kotoran gigi, maka jika seseorang gosok gigi dengan sikat gigi (itu berarti) sudah terlaksana sunah (bersiwak) dengannya, karena yang dijadikan patokan bukanlah  alat untuk bersiwaknya. Namun, yang dijadikan patokan adalah perbuatan dan hasilnya. Sedangkan sikat dan pasta gigi bisa menghasilkan hasil yang lebih maksimal dibandingkan dengan kayu siwak saja (di dalam kebersihan dan keharuman gigi).”

Dari penjabaran di atas bisa kita ketahui bahwa penggunaan sikat gigi dan odol tentu saja bisa menggantikan kedudukan bersiwak menggunakan ranting pohon, serta akan diganjar dengan pahala jika kita niatkan sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan menghidupkan sunah Nabi-Nya.

Yang Harus Diperhatikan di dalam Perkara Bersiwak (Membersihkan Gigi)

Pertama, Bersiwak dengan kayu siwak memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Karena bersiwak dengannya adalah yang paling banyak digunakan dahulu kala oleh nabi dan sahabatnya, ditambah lagi mudah dibawa dan dipindah-pindah di segala tempat dan kondisi. Dan hal itu telah menjadi kebiasaan tanpa ada yang mengingkarinya serta tidaklah hal itu terhitung ‘nyeleneh’.

Lain halnya dengan sikat gigi yang sulit jika digunakan pada setiap saat, karena sikat gigi tersebut membutuhkan tempat tersendiri.

Kedua, Saat menggunakan sikat gigi konvensional, apakah kita juga dianjurkan untuk menggosok gigi di setiap keadaan yang disunahkan untuk bersiwak dengan menggunakan kayu siwak?

Syekh ‘Utsaimin menjelaskan, “Apakah bisa kita katakan bahwa penggunaan sikat dan pasta gigi itu sebaiknya ketika setiap kali disunahkan penggunaan kayu siwak atau justru hal ini tergolong melampaui batas dan berlebih-lebihan (karena) barangkali berdampak  pada mulut, baik berupa bau, luka, atau semisalnya? Maka hal ini perlu pembahasan (lebih lanjut).”

Dan bisa jadi menggunakan gosok gigi dan odol di setiap keadaan akan menjatuhkan diri kita ke dalam perbuatan Israf (pemborosan), yang mana hal tersebut dilarang oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,

وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ

“Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna, serta membuang-buang harta.” (HR. Muslim).

Wallahu A’lam Bishowaab.

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/72367-apakah-sikat-gigi-bisa-menggantikan-siwak.html