Seri Dua Contoh Yang Berbeda dalam Al-Qur’an (Bag 1)

1). Pemilik Dua Kebun dan Kawannya.

Dalam Surat Kahfi Allah Swt menceritakan tentang pemilik dua kebun yang congkak dengan kawannya yang mukmin dan miskin. Kisah ini di abadikan dalam 12 ayat, mulai dari ayat 32 hingga 44.

Perbedaan antara pemilik dua kebun yang congkak ini dengan kawannya yang mukmin dan miskin adalah :

a.) Pemilik dua kebun adalah orang kaya yang memiliki kebun anggur dan tumbuhan lainnya. Bahkan ditengah kebun mereka mengalir sungai yang deras.

Ini adalah perumpaan dari hiasan dunia yang membuat pemiliknya menjadi silau dan terbuai olehnya. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah :

“Apa yang terjadi kepada pemilik dua kebun setelah memiliki semua ini ?”

1. Dua kebun dengan hasil yang melimpah ini membuat pemiliknya lupa hingga ia menjadi congkak dan keluar kata-kata dari lisannya :

أَنَا۠ أَكۡثَرُ مِنكَ مَالٗا وَأَعَزُّ نَفَرٗا

“Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.” (QS.Al-Kahfi:34)

2. Dia pun akhirnya dikuasai oleh syahwat dunia hingga ia berkata :

مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدٗا

“Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (QS.Al-Kahfi:35)

3. Kesombongannya semakin melampaui batas hingga akhirnya ia pun mulai mengingkati hari kiamat.

وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةٗ

“Dan aku kira hari Kiamat itu tidak akan datang.” (QS.Al-Kahfi:36)

4. Kecongkaannya pun semakin memuncak hingga ia berani berkata :

وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهَا مُنقَلَبٗا

“Dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada ini.” (QS.Al-Kahfi:36) 

Itulah kesombongan dan kecongkaan yang dimiliki oleh dua pemilik kebun. Dan begitulah manusia ketika merasa kaya dan hebat seperti yang digambarkan jelas oleh Firman Allah Swt

كَلَّآ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَيَطۡغَىٰٓ – أَن رَّءَاهُ ٱسۡتَغۡنَىٰٓ

“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.” (QS.Al-‘Alaq:6-7)

Pemilik dua kebun ini di butakan oleh kenikmatan-kenikmatan yang ia miliki. Ia tenggelam dalam kekayaan sehingga lupa daratan. Ia sombong, dzalim dan mulai tidak percaya dengan adanya hari pembalasan.

b.) Sementara kawannya adalah seorang mukmin yang tidak memiliki kekayaan seperti pemilik dua kebun tersebut. Harta termahal yang ia miliki adalah keimanan yang kuat dalam hatinya. Sehingga ia berkata kepada pemilik dua kebun itu :

فَعَسَىٰ رَبِّيٓ أَن يُؤۡتِيَنِ خَيۡرٗا مِّن جَنَّتِكَ

“Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberikan kepadaku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini).” (QS.Al-Kahfi:40)

Perbedaan antara dua orang ini, pemilik kebun yang sombong dan seorang mukmin yang miskin adalah :

1). Pemilik kebun tenggelam dalam kenikmatan dunia sehingga ia lupa dan tidak lagi mengingat Allah Swt, Pemberi semua kenikmatan termasuk dua kebunnya.

Sementara kawannya yang miskin memiliki keimanan kepada Allah dan hari akhir. Dia memiliki keyakinan yang mutlak bahwa Allah dengan mudah akan merubah kondisi hamba-Nya.

فَعَسَىٰ رَبِّيٓ أَن يُؤۡتِيَنِ خَيۡرٗا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرۡسِلَ عَلَيۡهَا حُسۡبَانٗا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ فَتُصۡبِحَ صَعِيدٗا زَلَقًا

Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberikan kepadaku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. (QS.Al-Kahfi:40)

2. Pemilik dua kebun mengingkari hari kebangkitan sementara kawannya yakin pasti akan datang.

3. Pemilik dua kebun menganggap seluruh kekayaannya akan kekal.

مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدٗا

“Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (QS.Al-Kahfi:35)

4. Sementara kawannya yang miskin yakin bahwa seluruh kenikmatan duniawi pasti akan habis.

وَيُرۡسِلَ عَلَيۡهَا حُسۡبَانٗا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ فَتُصۡبِحَ صَعِيدٗا زَلَقًا

“Dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin.”

5. Bagi pemilik dua kebun yang congkak itu, kemuliaan ada pada harta, jabatan, anak dan pengikut.

أَنَا۠ أَكۡثَرُ مِنكَ مَالٗا وَأَعَزُّ نَفَرٗا

“Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.” (QS.Al-Kahfi:34)

Sementara kawannya yang miskin tidak pernah menganggap semua itu adalah tolok ukur kemuliaan manusia. Dia tidak pernah merasa bahwa kekayaan adalah jaminan kebahagiaan dan keselamatan di masa depannya. Dia yakin bahwa kepasrahan kepada Allah adalah sumber kekuatan dan sumber kebahagiaan.

Nah, pelajaran yang dapat kita ambil dari dua kisah ini adalah :

Pemilik dua kebun adalah contoh orang yang dilupakan oleh kekayaan sehingga dia lupa kepada Pemilik kekuatan yang sebenarnya yaitu Allah Swt yang mengatur segalanya di alam wujud ini. Ia menganggap kekayaannya akan kekal dan tidak ada kekuatan yang mampu mengalahkannya.

Sementara kawannya adalah gambaran indah tentang seorang mukmin yang  bangga dengan imannya, ia selalu pasrah dan bergantung total dengan Allah Swt. Ia selalu bersyukur dan yakin bahwa tiada kekuatan yang mampu memberinya sesuatu selain kekuatan Allah Swt.

Dan pada akhir cerita Allah Swt menghancurkan dua kebun yang dimiliki oleh orang congkak tersebut. Sebagai pelajaran bahwa dunia ini hanya sementara dan jangan menghina dan merendahkan orang miskin.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Kajian Rumahan; Islam Adalah Agama Kemanusiaan

 Ustad Taufiqurahman, Dekan Fakultas Dakwah PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an) menyampaikan bahwasanya Islam merupakan agama kemanusiaan. Karenanya, ajaran Islam semuanya adalah tentang memanusiakan manusia.

Lihatlah bagaimana di dalam Quran, Allah menyebutkan 240 kali kata “insan” dan turunannya. Bahkan, firman Allah yang pertama kali disampaikan kepada Rasulullah (Al-‘Alaq 1-5), sudah disebut kata “insan”.

Maka tentu tidak mengherankan jika menyebut Islam adalah agama kemanusiaan. Tema utama Islam adalah manusia, baik sebagai subjek maupun objek.

Karena itu, dapat kita lihat bahwa misi utama Nabi Muhammad adalah memanusiakan manusia. Nabi saja pernah lupa rakaat shalat Ashar. Karena sifat basyariyah, maka lupa menjadi salah satu hal yang dimaafkan dalam syariat Islam.

Syariat Islam penuh dengan dimensi kemanusiaan. Misal dalam Surat Al-Maun, orang yang mendustakan agama itu adalah orang yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, sementara hanya rajin shalat saja. Dalam ayat ini, agama mengajarkan agar tidak hanya memperbaiki ke dalam diri, tapi berbuat baii ke sesama.

Selain itu jika diperhatikan dalam Al-Quran, porsi muamalah jauh lebih banyak dari ibadah. Dalam ibadah yang sifatnya mahdhah pun, banyak dimensi muamalah. Contohnya naik haji, menggerakkan perekonomian, bayar zakat, dll.

Ketika Orang-orang Jahat Beraksi Terang-terangan

DUNIA yang tak bersahabat kini telah kita rasakan. Banyak terjadi kerusakan dan ketidakamanan di dalam negeri ini.
Banyak orang-orang jahat melakukan aksinya secara terang-terangan. Tak ada rasa takut pada diri mereka akan ancaman Allah yang nyata. Berbagai macam fitnah mulai terjadi, dan akan semakin membesar di akhir zaman kelak.

Ketika para pembuat kerusakan banyak jumlahnya, semuanya binasa meski di antara mereka ada orang-orang saleh.

Al-Bukhari menuturkan, Malik bin Ismail bercerita kepada kami, Ibnu Uyainah bercerita kepada kami, bahwa ia mendengar Az-Zuhri meriwayatkan dari Urwah, dari Zainab binti Ummu Salamah, dari Ummu Habibah, dari Zainab binti Jahsy, ia berkata, “Suatu ketika Nabi SAW bangun tidur dengan rona muka memerah sambil berkata, Laa ilaaha illallah! Celakalah bangsa Arab karena keburukan yang kian mendekat. Pada hari ini, tembok penghalang Yajuz dan Majuz telah dibuka seperti ini.

Beliau melingkarkan jari-jari mengisyaratkan angka sembilan puluh atau seratus. Dikatakan kepada beliau, Apakah kami binasa sementara di antara kami ada orang-orang yang saleh? Beliau menjawab, Ya, jika banyak keburukan.”

Selanjutnya, Muslim meriwayatkan hadis ini dari Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Zainab, dari Habibah, dari Ummu Habibah, dari Zainab. Dengan demikian, dalam sanad hadis ini ada dua tabiin, dua Zainab dan dua istri Nabi SAW atau ada empat sahabat wanita.

Al-Bukhari menuturkan, Musa bin Ismail bercerita kepada kami, Wuhaib bercerita kepada kami, Ibnu Thawus bercerita kepada kami, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Pada hari ini, tembok penghalang Yajuz dan Majuz telah dibuka seperti ini.” Wuhaib melingkarkan jari membentuk angka sembilan puluh.

Al-Bukhari meriwayatkan dari hadis Az-Zuhri, dari Hindun binti Harits Al-Firasiyah, bahwa Ummu Salamah, istri Nabi SAW berkata, “Suatu ketika, Nabi SAW terbangun dalam keadaan takut sambil berkata, Subhanallah! Apa gerangan simpanan-simpanan yang diturunkan malam ini? Apa gerangan fitnah-fitnah yang Allah turunkan? Adakah yang mau membangunkan para penghuni bilik-bilik (istri-istri beliau) agar mereka salat? Berapa banyak wanita berpakaian di dunia, telanjang di akhirat.” []

Sumber: Bencana dan Peperangan Akhir Zaman Sebagaimana Rasulullah SAW Kabarkan/Karya: Ibnu Katsir/Penerbit: Ummul Qura#

INILAH.com

6 Kunci Meraih Surga Menurut Ali bin Abi Thalib RA

Terdapat beberapa kunci surga yang bisa digunakan menuju surga

Surga menjadi dambaan bagi seluruh umat manusia, karena di dalamnya terdapat kenikmatan yang abadi. 

Barang siapa yang memasukinya, dia akan senang, tak pernah susah dan akan kekal tak pernah mati, pakaiannya tak pernah renyuk dan masa mudanya tak pernah lenyap.

Namun, ada beberapa hal yang bisa dilakukan umat Islam untuk memasuki surga. Dalam kitab “Nashaihul ‘Ibad”, Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan, Ali bin Abi Thalib berpesan bahwa siapa yang mengumpulkan enam perkara berarti dia telah mendapatkan kunci untuk membuka pintu surga dan menutup pintu neraka.

Enam perkara yang merupakan kunci surga tersebut adalah yang pertama, mengenali Allah  SWT bahwa Dialah penciptanya, menghidupkannya, dan mematikannya, lalu menaati-Nya atau melaksanakan semua perintah-Nya.

Kedua, mengenali setan bahwa dia lah musuhnya, lalu mendurhakainya atau tidak menuruti perintah setan. Lalu, perkara yang ketiga adalah mengenali akhirat bahwa ia tempat yang kekal, lalu berusaha mendapatkannya dengan menyiapkan bekal untuknya.

Keempat, mengenali dunia bahwa ia fana dan merupakan tempat yang akan segera lenyap. Kemudian, menolak dunia atau meninggalkannya dan tidak mengambilnya kecuali sebatas yang diperlukan sebagai bekal akhirat.

Kelima, mengenali hal yang haq atau yang benar dalam hukum, lalu mengikutinya dan mengamalkannya. Sedangkan yang terakhir atau keenam adalah mengenali yang batil bahwa itu tidak baik, lalu menjauhinya dan tidak melakukannya.  

KHAZANAH REPUBLIKA


Pengertian dan Dalil Tentang Asmaul Husna

Asmaul Husna terdiri atas dua kata. Pertama, asma yang memiliki makna nama-nama. Kedua, husna yang memiliki arti baik atau indah.

Jadi, apa yang dimaksud dengan Al-Asmaul Husna adalah nama-nama yang baik nan indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya.

Kata Asmaul Husna diambil dari ayat al-Qur’an yakni dalam Q.S. Taha (20) Ayat 8 sebagai berikut:

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ

Allāhu lā ilāha illā huw, lahul-asmā`ul-ḥusnā

Artinya: “Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik),”

Dalil-dalil tentang Asmaul Husna

Ada dua dalil tentang Al-Asmaul Husna. Yang pertama adalah ayat dan yang kedua adalah sebuah hadits.

Pertama, firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’raf (7) Ayat 180:

 وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Wa lillāhil-asmā`ul-ḥusnā fad’ụhu bihā wa żarullażīna yul-ḥidụna fī asmā`ih, sayujzauna mā kānụ ya’malụn

Artinya: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

Al-Asmaul Husna adalah amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilai tak terhingga tingginya. Memanjatkan ddoa dengan menyebut nama-nama dalam Asmaul Husna sangat dianjurkan menurut ayat tersebut.

Kedua, Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

“Dari Abu Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafalkannya, maka ia akan masuk surga.” (H.R. Bukhari)

Menghafalkan nama-nama dalam Al-Asmaul Husna akan mengantarkan orang yang melakukannya masuk ke dalam surga Allah Swt. Apakah hanya dengan menghafalkannya seseorang dengan mudah akan masuk ke dalam surga?

Jawabnya, tentu saja tidak. menghafalkan Asmaul husna mesti diiringi dengan menjaganya. Baik menjaga hafalannya dengan terus-menerus menzikirkannya, atau menjaganya dengan menghindari perilaku-perilaku yang bertentangan dengan sifat-sifat Allah Swt.[]

BINCANG SYARIAH

Amalan Agar Terhindar dari Masalah Hukum

Dalam kitab Al-Nujum Al-Zahirah fi Al-AzkarHabib Zain bin Sumaith mengatakan bahwa amalan ini bersumber dari Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi. Amalan ini memiliki faidah agar kita terhindar dan terhindar dari masalah hukum dan orang-orang yang tidak kita sukai. Berikut amalan agar terhindar dari masalah hukum:

Pertama, membaca surah Al-Fatihah kepada Nabi Muhammad Saw.

Kedua, membaca shalawat Al-Fatih. Yaitu sebagai berikut;

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍنِ الْفَاتِحِ لِمَا اُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ وَالنَّاصِرِ الْحَقَّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِي اِلَى صِرَاطك المُسْتَقِيْمٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْ رِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ

Allohumma sholli wa sallim wa baarik ‘alaa sayyidinaa muhammadinil faatihi limaa ughliqa, wal khootimi lima sabaqa, wan naashiril haqqi bil haqqi, wal haadi ilaa shirootikal mustaqiim. Shollallaahu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa ashhabihii haqqa qodrihii wa miqdaarihil ‘adzhiim.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan keberkahan kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW, pembuka apa yang terkunci, penutup apa yang telah lalu, pembela yang hak dengan yang hak, dan petunjuk kepada jalan yang lurus. Semoga Allah limpahkan shalawat kepadanya, keluarga dan para sahabatnya dengan hak derajat dan kedudukannya yang agung.

Ketiga, membaca ayat dalam surah Yasin berikut;

وَجَعَلْنَا مِنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّۭا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّۭا فَأَغْشَيْنَٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ

Dan kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.

Keempat, lala ditutup dengan membaca doa berikut;

اَللَّهُمَّ بِحَقِّ هذه الاية ان تجعل بيني وبين هؤلاء غشاوة كما جعلتها بين نبيك محمد صلى الله عليه وسلم وبين اعدائه حم عسق حميت كهيعص كفيت

Allohumma bihaqqi haadizihil aayati antaj’ala bainii wa baina haa-ulaa-i ghisyawah kamaa ja’altahaa baina nabiyyika muhammadin shollallaahu ‘alaihi wa sallama wa baina a’daa-ihii. Haa-mim ‘ain-sin-qof, humiitu. Kaf-ha-ya-‘ain-shod, kufiitu.

Artinya:

Ya Allah, dengan kebenaran ayat ini, (aku mohon kepada-Mu) agar Engkau menjadikan antara diriku dan mereka selubung sebagaimana Engkau menjadikannya antara Nabi-Mu Muhammad dan musuh-musuhnya. Ha-mim-‘ain-sin-qof, aku dipelihara. Kaf-ha-ya-‘ain-shod, aku dicukupkan.

BINCANG SYARIAH

Zakat, Infak dan Sedekah di Masa Pandemi

Kesadaran masyarakat mengeluarkan zakat, infak dan sedekah dibutuhkan saat pandemi.

Pada masa-masa sulit  saat sekarang ini, kita sebagai Muslim  dituntut untuk mewujudkan perintah Allah  untuk saling menolong  dan meningkatkan rasa solidaritas sosial kepada sesama. Kebijakan pemerintah memutus penyebaran Covid-19 masyarakat diminta untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah saja, membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya, banyak orang menjadi pengangguran, banyak orang tidak lagi bisa mengais rezeki, banyak orang yang membutuhkan bantuan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada masa seperti saat ini, sebagai Muslim yang mampu  kita bisa mewujudkan perintah Allah  untuk berempati juga menanamkan  solidaritas sosial kepada sesama anak bangsa keluar dari krisis. 

Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, bahwa ada bagian penting dari ajaran agama Islam yang dapat dimaksimalkan untuk menghadapi dampak pandemi virus Corona jenis baru (Covid-19), yakni pranata zakat. Menurutnya, zakat dalam Islam merupakan ajaran yang diwajibkan kepada setiap Muslim yang mampu untuk disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.

Hal tersebut merupakan yang dibutuhkan saat ini, mengingat pandemi Covid-19 berdampak kepada seluruh lapisan masyarakat. Uluran tangan dari orang yang berpunya saat ini menjadi hal penting untuk membantu mereka di masa sulit ini melalui zakat, ataupun infak  dan sedekah  berdasarkan ketentuannya.

“Dalam hal ini kita ingin mengetuk para agnia atau orang-orang kaya serta para muzakki orang-orang yang berpotensi mengeluarkan zakat untuk bersama saat ini berbagi, sebagaimana hukum zakat ataupun infak  dan sedekah yang sangat berharga,” ujar Haedar, dalam diskusi virtual tentang ‘Zakat Digital: Solusi Alternatif Bantu Indonesia di Masa Pandemi’, Jumat (15/5).

Ancaman Allah terhadap orang yang enggan membayar zakat terdapat dalam QS. Ali-Imran : 180, “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Begitu juga hadis riwayat Bukhari mempertegas firman Allah tersebut. “Barang siapa yang tidak membayar zakat yang wajib atasnya (kelak) di hari kiamat akan dimunculkan baginya ular jantan yang memiliki bisa yang sangat banyak. Ular tersebut akan menarik kedua tangan orang itu dan berkata kepadanya “saya ini adalah harta dan kekayaan yang telah kamu kumpulkan di dunia”.

Masihkah kita enggan membayar zakat? Mari kita renungkan HR Muslim berikut,  “Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu bersyahadat mengEsakan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji.”

Oleh Nur Hasim

KHAZANAH REPUBLIKA

Lebih Utama Mana, Sedekah Diam-Diam atau Terang-Terangan?

edekah merupakan jenis ibadah dimana kita menginfakkan sebagian harta kita kepada mereka yang lebih membutuhkan, dengan niat semata karena Allah SWT. Secara pertimbangan matematis duniawi, sedekah ini seolah akan mengurangi harta yang kita miliki. Namun menggunakan perhitungan ukhrowi, sebagaimana yang telah Rasulullah ajarkan, bersedekah justru akan membuat rejeki kita menjadi bertambah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 261:

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Maṡalullażīna yunfiqụna amwālahum fī sabīlillāhi kamaṡali ḥabbatin ambatat sab’a sanābila fī kulli sumbulatim mi`atu ḥabbah, wallāhu yuḍā’ifu limay yasyā`, wallāhu wāsi’un ‘alīm

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Pertanyaan yang sering hadir dalam benak kita terkait sedekah adalah mana yang lebih utama, sedekah secara diam-diam atau terang-terangan ?

Pada prinsipnya, sedekah baik secar terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi adalah sama baiknya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 271:

إِن تُبْدُوا۟ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا ٱلْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمْ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

In tubduṣ-ṣadaqāti fa ni’immā hiy, wa in tukhfụhā wa tu`tụhal-fuqarā`a fa huwa khairul lakum, wa yukaffiru ‘angkum min sayyi`ātikum, wallāhu bimā ta’malụna khabīr

“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dari penjelasan ayat diatas, bisa kita pahami bahwa kedua metode dalam bersedekah adalah sama baiknya. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan bahwa yang terpenting dalam bersedekah ialah keikhlasan dalam diri kita, jangan sampai ada rasa riya yang tertinggal di dalam hati kita saat kita mengulurkan bantuan untuk orang lain.

Lebih lanjut, imam al-Ghazali juga memperinci beberapa faidah daripada kedua metode diatas, dimana dua-duanya sama-sama memiliki keutamaan, yakni:

Bersedekah Secara Diam-Diam (Sirr)

Dengan bersedekah secara sembunyi-sembunyi, setidaknya terdapat lima keutamaan yang bisa kita dapatkan, yaitu:

  1. Melindungi kehormatan penerima sedekah. Sebab, sebagian orang enggan meminta-minta padahal dirinya sangat membutuhkan, ini dikarenakan dirinya menjaga kehormatan dirinya
  2. Menjaga hati dan lisan manusia serta mengantisipasi munculnya iri dengki (hasad) dari mereka. Ketika kita bersedekah secara sembunyi-sembunyi, potensi hasutan manusia tersebut akan bisa diminimalisir.
  3. Menjaga kerahasiaan amal merupakan bagian daripada adab islam, sebab dengan itu, kita akan terhindar dari sifat sombong ataupun riya.
  4. Sedekah secara rahasia menimalisir kemungkinan si penerima merasa terhina dalam kekurangannya, dan meminimalisir kemungkinan si pemberi dari rasa riya dan sombong serta hasrat ingin masyhur di hadapan orang.
  5. Sedekah yang tidak murni karena Allah akan membuat kita terjerumus kepada kesyikiran karena berarti beramal demi selain Allah. Dengan bersedekah secara sembunyi-sembunyi, kita menutup kemungkinan potensi ingin dipuji oleh orang lain dalam beramal.

Bersedekah Secara Terang-Terangan (‘alaniyyah)

Terdapat empat potensi besar bagi orang yang memperlihatkan sedekahnya, yaitu:

  1. Dengan bersedekah secara terang-terangan, membuktikan bahwa seseorang sudah sampai pada kondisi tidak peduli dengan apapun, karena baginya, beramal adalah semata karena Allah SWT.
  2. Menampakkan syiar Islam. Dengan memperlihatkan sedekah, akan membuat orang lain mengetahui betapa Islam merupakan agama yang mengajarkan untuk saling membantu antar sesama.
  3. Bagi seorang kekasih Allah, tidaklah menjadi persoalan bagi mereka apakah manusia akan melihat amal mereka atau tidak. Amal yang mereka lakukan semata adalah keikhlasan karena Allah SWT.
  4. Sedekah secara terang-terangan merupakan bagian daripada kesunnahan tahaddus bin ni’mah (menceritakan nikmat Allah) dan menampakkan rasa syukur kita kepada Allah SWT.

Dari penjelasan Imam al-Ghazali di atas dapat kita simpulkan bahwa keikhlasan dalam bersedekah bisa ditempuh dengan cara bersedekah baik secara sembunyi ataupun terang-terangan.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.

BINCANG SYARIAH

Ayam Dimasukkan ke Air Panas Setelah Disembelih

Banyak di pemotongan ayam, penyembelih ketika selesai menyembelih ayam, langsung dimasukkan ke dalam air panas. Padahal ayamnya belum mati, masih bergerak-gerak. Apakah dagingnya halal?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pada asalnya, hewan sembelihan tidak boleh dipotong-potong atau dimasukkan ke dalam air panas, sebelum benar-benar mati.

Dalam Majmu’ Fatawa Lajnah Daimah terdapat pertanyaan,

“Ada banyak perusahaan pemotongan ayam, di mana para karyawan memasukkan ayam ke dalam air panas untuk menghilangkan bulunya. Dan itu dilakukan sebelum membersihkan isi perut ayam. Sehingga terkadang kotoran ayam bercampur dengan daging ayam. Apakah dagingnya halal dimakan?”

Jawaban Lajnah Daimah (Majlis Ulama Saudi),

يعتبر هذا اللحم حلال الأكل ولا تأثير لوضع الحيوان بعد ذبحه في الماء الحار على حل أكل لحمه، لكن، يجب أن يؤخر وضعه فيه حتى تنتهي حركته‏.‏

Daging ayam tersebut tetap halal untuk dimakan, dan memasukkan hewan yang telah disembelih ke dalam air panas, tidak mempengaruhi kehalalan makan dagingnya. Namun wajib untuk ditunggu sebelum dimasukkan ke dalam air, hingga hewan itu berhenti bergerak. (Fatwa Lajnah Daimah no. 5563)

Dimasukkan ke Air Panas Sebelum Mati

Bagaimana jika penyembelih ayam memasukkan ayam yang baru saja disembelih ke dalam air panas, sebelum benar-benar mati?

Sebagian ulama menegaskan bahwa selama proses penyembelihan yang dilakukan benar, dalam arti terputus tenggorokan, kerongkongan, dan urat leher, lalu setelah disembelih baru dimasukkan ke air panas, maka sembelihannya halal. Hanya saja, pelakunya melakukan kesalahan, karena terhitung sebagai perbuatan menyiksa binatang.

Dalam Fatwa Islam no. 10236 terdapat pertanyaan,

Ada orang setelah menyembelih, ayamnya langsung dimasukkan ke dalam air panas, sementara ayam masih hidup dan bergerak-gerak, dilempar ke periuk besar berisi air mendidih, agar nanti mudah dibersihkan bulunya. Bolehkah dagingnya dimakan?

Jawaban yang disampaikan Fatwa Islam:

عرضنا هذا السؤال على فضيلة الشيخ محمد بن صالح بن عثيمين ، فأجاب حفظه الله :

ما دام أنها ذبحت ، فلا بأس .

Kami pernah sampaikan pertanyaan ini kepada Syaikh Muhammad bin Soleh al-Utsaimin, dan beliau menjawab, “Selama sudah disembelih (secara syar’i), tidak masalah.”

سؤال :لكن مازال فيها نفس وتتحرك وتضطرب ؟

Pertanyaan diulang, “Akan tetapi ayam masih hidup dan bergerak-gerak?”

Jawaban beliau,

إذا كان بعد ذبحها فلا بأس ( ويحلّ أكلها ) ، لكن لا يجوز أن يعذبوها هذا التعذيب .والله أعلم .

“Jika itu dilakukan setelah disembelih, maka tidak masalah (halal dimakan). Namun tidak boleh menyiksa binatang seperti ini.”

Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH

Wudhu dengan Air yang Tidak Cukup

Jika ada orang yang hanya memiliki sedikit air, sehingga jika digunakan untuk wudhu, hanya bisa untuk sebagian anggota wudhu. Sementara anggota badan lainnya, tidak bisa dicuci. Apa yang harus dilakukan?

Jawab:

Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ulama berbeda pendapat dalam menjawab kasus semacam ini,

Pendapat pertama, orang yang memiliki sedikit air, dia diwajibkan untuk berwudhu dengan air seadanya, meskipun tidak sempurna, dalam arti tidak cukup untuk semua anggota wudhu. Kemudian setelah itu, dia harus tayammum. Ini merupakan pendapat Syafiiyah, dan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali.

Pendapat kedua, orang itu tidak diwajibkan wudhu, sehingga dia tidak perlu menggunakan air itu untuk bersuci. Sehingga statusnya seperti orang yang tidak menjumpai air. Karena itu, dia harus tayammum. Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Malikiyah, dan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali, serta pendapat mayoritas ulama.

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

واختلف الفقهاء كذلك فيمن لم يجد من الماء إلا ما يكفي بعض أعضائه. فذهب الأحناف والمالكية وأكثر العلماء : إلى أنه يترك الماء الذي لا يكفي إلا لبعض أعضائه ، ويتيمم، وهذا أحد الوجهين عند الحنابلة .وذهب الشافعية في الأظهر إلى أنه يلزمه استعماله، ثم يتيمم، وهو الوجه الثاني عند الحنابلة.

Ulama berbeda pendapat tentang orang yang tidak menjumpai air, selain sedikit air yang hanya cukup untuk sebagian anggota wudhunya. Menurut Hanafiyah, Malikiyah, dan mayoritas ulama, bahwa orang ini harus membiarkan air yang tidak cukup itu, dan dia harus bertayammum. Dan ini merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali. Sementara menurut pendapat yang lebih kuat dalam madzhab Syafiiyah, menyatakan bahwa orang ini harus menggunakan air itu. kemudian dia bertayammum. Dan ini merupakan pendapat kedua dalam madzhab Hambali. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 8/125)

Ibnu Qudamah menyebutkan pendapat dalam madzhab Hambali,

وإن وجد ماء لا يكفيه: لزمه استعماله، وتيمم للباقي إن كان جنبا، لقول الله تعالى: ( فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا )؛ وهذا واجد. وقال النبي – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: (إِذَا أَمَرتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأتُوا مِنهُ مَا اسْتَطَعْـتُمْ) رواه البخاري. وقال: (إِذَا وَجَدْتَ المَاءَ فَأَمسِهِ جِلْدَكَ)

Jika orang tersebut menjumpai air namun tidak cukup, dia harus tetap menggunakannya, dan harus bertayammum untuk sisa anggota badan lainnya, jika dia junub. Berdasarkan firman Allah – Ta’ala – (yang artinya), “Jika kalian tidak menjumpai air, maka lakukanlah tayammum.” Sementara orang ini menjumpai air. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila aku perintahkan kalian maka lakukanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Jika kamu menjumpai air, gunakan untuk membersihkan kulitmu (untuk bersuci).” (al-Kafi, 1/119)

Tarjih

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam hal ini adalah pendapat jumhur (Hanafiyah + Malikiyah), bahwa bagi orang yang tidak memiliki air yang cukup untuk wudhu, maka dia biarkan air itu dan bertayammum.

Dengan alasan:

[1] Jika air yang terbatas itu digunakan untuk wudhu, sementara ada anggota wudhu yang tidak terkena air maka wudhu batal. Dan melakukan wudhu yang jelas batal, percuma saja.

[2] Jika tidak memungkinkan melakukan ibadah asal, maka dilakukan ibadah penggantinya. Sehingga ketika tidak memungkinkan berwudhu yang sah, maka cukup lakukan tayammum.

Demikian.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH