Apakah Sedekah Harus Dilakukan secara Sembunyi-sembunyi?

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ

Terdapat tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan, kecuali naungannya.

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan salah satunya, yaitu:

وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ

Seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah dan dia menyembunyikan sedekahnya, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031)

Faedah hadis

Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat suatu perumpamaan (majaz). Beliau permisalkan satu orang dengan tangan kanan, dan orang lain dengan satu tangan yang lain (tangan kiri). Maksudnya untuk menekankan betapa perbuatan sedekah tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sampai-sampai, jika ada seseorang bersedekah, maka orang yang ada di sebelah kirinya itu tidak mengetahui dan tidak menyadarinya.

Terdapat satu permasalahan yang ingin penulis bahas berkaitan dengan hadis di atas, yaitu apakah sedekah perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi?

Hadis di atas merupakan dalil tentang keutamaan sedekah dan juga motivasi untuk menyembunyikannya di hadapan manusia, baik sedekah itu jumlahnya sedikit, maupun sedekah dalam jumlah besar. Dengan menyembunyikan sedekah, hal itu lebih dekat dengan keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Demikian pula, dengan menyembunyikan sedekah itu lebih menghormati dan memuliakan perasaan si fakir miskin penerima sedekah. Kebanyakan penerima sedekah (yang umumnya adalah fakir miskin), tentu lebih menyukai jika pemberian sedekah itu tidak ditampakkan atau diumumkan di hadapan manusia, karena bisa jadi hal itu akan menyebabkan orang lain akan merendahkan atau menghina dirinya. Atau orang lain bisa jadi menuduhnya karena dia masih mau menerima sedekah, padahal dia orang kaya berkecukupan (menurut anggapan orang yang menuduh), atau semacam itu. Mayoritas ulama mengkhususkan hal ini dengan sedekah sunah. Adapun sedekah wajib (yaitu zakat), maka lebih utama untuk ditampakkan.

Akan tetapi, wallahu Ta’ala a’alam, yang tampaknya lebih mendekati adalah kondisi setiap orang itu berbeda-beda. Jika orang yang bersedekah itu merupakan orang yang diteladani atau diikuti oleh masyarakat, sehingga jika masyarakat melihat orang tersebut bersedekah, mereka pun akan termotivasi untuk ikut bersedekah; maka dalam kondisi ini, yang lebih baik adalah menampakkan sedekah tersebut supaya masyarakat kaum muslimin akan mengikutinya. Hal ini bisa kita saksikan di berbagai jalan kebaikan. Ketika ada orang yang diundang untuk bersedekah, maka orang-orang pun akan ikut bersedekah. Terwujudlah faedah lainnya, yaitu semakin nampaklah sunah dan juga pahala sebagai orang yang diteladani. Akan tetapi, hal ini tentu saja bagi orang-orang yang hatinya kuat, niatnya baik (bersih), dan aman dari penyakit riya’. Adapun orang-orang yang lebih lemah hatinya, maka tentu saja menyembunyikan sedekah, itulah yang lebih utama untuk menjaga dirinya dari riya’ dan niat yang tidak benar.

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan keutamaan menyembunyikan sedekah. Dan hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Kecuali jika dengan menampakkannya ada maslahat tertentu, maka hendaklah ditampakkan. Misalnya, menampakkan sedekah dengan tujuan agar diikuti oleh manusia, atau agar masyarakat mengetahui bahwa orang yang diberi sedekah itu sangat membutuhkan, sehingga orang-orang pun kemudian ikut bersedekah untuknya ketika melihat orang tersebut bersedekah untuknya atau untuk rumah itu. Masyarakat bisa mengetahui bahwa orang ini sangat membutuhkan, lalu mereka pun ikut bersedekah untuknya dan meneladani orang yang bersedekah pertama kali tadi.” (Tashilul Ilmam, 3: 149)

Allah Ta’ala berfirman,

إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271)

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 467-471).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90116-apakah-sedekah-harus-dilakukan-secara-sembunyi-sembunyi.html

Sedekah Apakah yang Paling Utama?

Diriwayatkan dari sahabat Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ

Tangan yang di atas (yaitu tangan orang yang memberi, pent.) itu lebih baik daripada tangan yang di bawah (yaitu yang diberi, pent.). Mulailah untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sedekah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup (untuk mencukupi kebutuhan dirinya). Barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya, maka Allah akan memeliharanya. Dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya, maka Allah akan mencukupkannya.” (HR. Bukhari no. 1427 dan Muslim no. 1034. Lafaz hadis ini milik Bukhari.)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: جُهْدُ الْمُقِلِّ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ

Ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Sedekahnya orang yang tidak punya, dan dahulukan bersedekah kepada orang yang menjadi tanggunganmu.’” (HR. Ahmad 14: 324, Abu Dawud no. 1677, Ibnu Khuzaimah no. 2444, Ibnu Hibban no. 3335, dan Al-Hakim 1: 414; dengan sanad yang sahih)

Penjelasan teks hadis

Pada hadis di atas, yang dimaksud dengan,

بِمَنْ تَعُولُ

“orang-orang yang menjadi tanggunganmu”

adalah anggota keluarga yang kita berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada mereka.

Sedangkan yang dimaksud dengan,

عَنْ ظَهْرِ غِنًى

“dari orang yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya)”

adalah harta yang disedekahkan itu tidak dia butuhkan untuk memberi nafkah kepada keluarganya, dia juga tidak membutuhkannya untuk membayar utangnya.

“Barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya, maka Allah akan memeliharanya”, maksudnya adalah siapa saja yang memelihara dan menjaga kehormatan dirinya (dari perbuatan-perbuatan haram) dan menjauhi perbuatan meminta-minta, maka Allah Ta’ala akan memberikan taufik kepadanya untuk tidak bergantung kepada apa yang dimiliki oleh orang lain dan memudahkan segala urusan dan kebutuhannya.

“Dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya, maka Allah akan mencukupkannya”, maksudnya adalah siapa saja yang merasa cukup terhadap apa yang dia miliki, baik sedikit ataupun banyak, tidak bersifat tamak, dan menampakkan bahwa dia sudah berkecukupan, maka Allah Ta’ala akan memberikan rezeki kepadanya sehingga dia tidak merasa butuh kepada orang lain. Bahkan, dia berusaha untuk mencukupi dan membantu kebutuhan dan hajat orang lain.

Adapun yang dimaksud dengan lafaz yang terdapat pada hadis kedua,

جُهْدُ الْمُقِلِّ

“orang yang tidak punya”,

adalah orang yang hanya memiliki harta yang sedikit.

Hal ini tidaklah bertentangan dengan hadis sebelumnya yang menunjukkan bahwa sedekah yang utama adalah yang berasal dari orang yang sudah cukup untuk kebutuhan dirinya. Karena memang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kondisi kesabaran seseorang ketika sedang berada dalam kesulitan dan juga ketika merasa cukup dengan harta yang dia miliki. Misalnya, seseorang yang memiliki sedikit harta kemudian bersedekah, maka itu lebih utama daripada orang yang bersedekah dalam kondisi memiliki banyak harta. Contoh lain, ketika ada orang yang memiliki banyak harta, lalu bersedekah dengan 1000 dinar, maka hal itu tidak bisa disamakan dengan orang yang bersedekah dengan satu dinar yang itu berasal dari kelebihan harta yang telah dipakai untuk mencukupi kebutuhan dirinya. Oleh karena itu, ketika seseorang sebetulnya membutuhkan harta, namun dia dermawan dan rajin sedekah, maka hal itu menunjukkan bahwa dia sangat menginginkan balasan dan pahala dari Allah Ta’ala.

Kandungan hadis

Kandungan pertama, hadis-hadis di atas menunjukkan tentang keutamaan sedekah dan motivasi untuk menyedekahkan dan menginfakkan harta.

Kandungan kedua, hadis di atas menunjukkan bahwa hendaknya seseorang itu mendahulukan nafkah untuk anggota keluarganya yang memang wajib dia nafkahi, sebelum bersedekah sunah kepada yang lainnya.

Hal ini juga ditunjukkan oleh hadis yang lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالصَّدَقَةِ، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عِنْدِي دِينَارٌ، فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ، قَالَ: عِنْدِي آخَرُ، قَالَ: تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ، قَالَ: عِنْدِي آخَرُ، قَالَ: تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجَتِكَ – أَوْ قَالَ: زَوْجِكَ -، قَالَ: عِنْدِي آخَرُ، قَالَ: تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ، قَالَ: عِنْدِي آخَرُ، قَالَ: أَنْتَ أَبْصَرُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk bersedekah. Kemudian seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki uang satu dinar.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Sedekahkan kepada dirimu.’ Ia berkata, ‘Aku memiliki yang lain.’ Beliau bersabda, ‘Sedekahkan kepada anakmu.’ Ia berkata, ‘Aku memiliki yang lain.’ Beliau bersabda, ‘Sedekahkan kepada istrimu.’ Ia berkata, ‘Aku memiliki yang lain.’ Beliau bersabda, ‘Sedekahkan kepada pembantumu.’ Ia berkata, ‘Aku memiliki yang lain.’ Beliau bersabda, ‘Engkau lebih tahu.’” (HR. Abu Dawud no. 1691, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Nafkah yang dia berikan kepada keluarga yang memang wajib dia nafkahi tersebut itu senilai dengan sedekah. Orang yang memberi nafkah akan mendapatkan pahala ketika dia meniatkan dari dalam hatinya dengan niat ibadah.

Kandungan ketiga, hadis di atas menunjukkan bahwa sedekah yang paling afdal adalah yang berasal dari kelebihan (sisa) harta setelah dia mencukupi kebutuhan dirinya dan orang-orang yang wajib dia nafkahi, kemudian dia berikan kelebihan harta tersebut kepada kerabatnya yang lebih jauh. Allah Ta’ala berfirman,

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ

Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari keperluan.’” (QS. Al-Baqarah: 219)

Yang dimaksud dengan,

الْعَفْوَ

adalah harta yang lebih dari kebutuhan (keperluan). Sebagaimana dikatakan oleh sejumlah ulama salaf. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1: 373)

Kandungan keempat, hadis ini menunjukkan dianjurkannya merasa tidak butuh dengan apa yang dimiliki oleh orang lain, sehingga dia tidak meminta-minta kepada orang lain, baik secara terang-terangan atau dengan isyarat-isyarat. Akan tetapi, dia yakin dan percaya kepada Rabbnya dan bertawakal kepada-Nya. Dan di antara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah,

اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى، وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

ALLOOHUMMA INNII AS-ALUKAL HUDAA WATTUQOO WAL ‘AFAAFA WALGHINAA” (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk (al-huda), ketakwaan, terhindar dari perbuatan yang haram, dan selalu merasa cukup (tidak meminta-minta).” (HR. Muslim no. 2721)

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Rumah Kasongan, 10 Rabiulakhir 1445/ 25 Oktober 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88986-sedekah-apakah-yang-paling-utama.html

Sedekah yang Paling Utama adalah yang Paling Sesuai dengan Kondisi Penerima Sedekah

Dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَيُّمَا مُسْلِمٍ كَسَا مُسْلِمًا ثَوْبًا عَلَى عُرْيٍ، كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ خُضْرِ الْجَنَّةِ، وَأَيُّمَا مُسْلِمٍ أَطْعَمَ مُسْلِمًا عَلَى جُوعٍ، أَطْعَمَهُ اللَّهُ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ، وَأَيُّمَا مُسْلِمٍ سَقَى مُسْلِمًا عَلَى ظَمَإٍ، سَقَاهُ اللَّهُ مِنَ الرَّحِيقِ الْمَخْتُومِ

Siapa pun seorang muslim yang memakaikan pakaian kepada muslim yang lainnya karena ia tidak berpakaian, maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian dari pakaian yang hijau di surga. Siapa pun seorang muslim yang memberikan makan kepada muslim lainnya yang dalam keadaan lapar, maka Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan di surga. Dan siapa pun seorang muslim yang memberi minum muslim lainnya yang dalam keadaan haus, maka Allah akan memberinya minum dari ar-rahiq al-makhtum (arak surga).” (HR. Abu Dawud no. 1682. Dinilai dha’if  oleh Al-Albani. Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abu Khalid Ad-Dalani, dia ini jujur, namun sering salah dalam meriwayatkan hadis. Lihat pula Tahdzib At-Tahdzib, 12: 89)

Kandungan hadis

Kandungan pertama, hadis ini mengandung motivasi untuk berhias dengan akhlak yang mulia ini, yaitu senang memberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan dalam rangka mencari ganjaran dan pahala. Hadis ini juga menunjukkan bahwa siapa saja yang beramal dengan suatu amal, maka akan mendapatkan balasan yang semisal pada hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman,

جَزَاء مِّن رَّبِّكَ عَطَاء حِسَاباً

Sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.” (QS. An-Naba’: 36)

Allah Ta’ala juga berfirman,

هَلْ جَزَاء الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

Bukankah tidak ada balasan kebaikan, kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 60)

Siapa saja yang memberi pakaian kepada orang yang tidak memiliki pakaian, maka dia akan diberi pakaian dari pakaian surga yang berwarna hijau. Ini adalah pakaian yang paling bernilai dan berharga. Siapa saja yang memberi makan orang yang kelaparan, maka akan diberi makan dari buah-buahan surga. Dan siapa saja yang memberi minum orang yang kehausan, maka dia akan diberi minum dari ar-rakhiq al-makhtum, yaitu sari khamr di surga.

Hadis ini, dan hadis-hadis lain yang semakna dengannya, meskipun sanadnya lemah (dha’if), akan tetapi maknanya benar (sahih). Hal ini karena didukung dengan dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan sedekah. Di antara bentuk sedekah adalah memberi pakaian kepada orang yang tidak memiliki pakaian dan memberi makan kepada orang-orang yang kelaparan tidak memiliki makanan. Demikian pula, hadis ini didukung oleh dalil-dalil yang menunjukkan bahwa balasan (al-jazaa’) itu sejenis (setimpal) dengan amal perbuatan. Surga adalah negeri yang penuh dengan kemuliaan dan nikmat. Surga adalah negeri tempat adanya balasan dan kebaikan. Dan Allah Ta’ala memberikan balasan kepada seorang hamba sesuai dengan amalnya, bahkan lebih banyak dari amalnya sebagai anugerah dan keutamaan untuk hamba-Nya.

Kandungan kedua, hadis ini merupakan dalil tentang keutamaan sedekah yang sesuai dengan kebutuhan orang yang menerima sedekah. Misalnya, jika ada orang yang tidak memiliki pakaian, maka kita bersedekah dengan memberi pakaian. Karena dalam kondisi tersebut, dia sangat membutuhkan pakaian untuk menutup auratnya, atau untuk melindungi diri dari cuaca panas dan dingin. Jika ada orang yang kelaparan, maka dia memberi bantuan dalam bentuk makanan. Atau jika ada orang yang membutuhkan air, maka dia memberi bantuan dalam bentuk air minum atau sarana-sarana untuk mendapatkan air, misalnya dengan membangun sumur bor, atau sejenisnya.

Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim memperhatikan hal ini. Hendaknya seorang muslim melihat pada setiap masa, manakah yang lebih bermanfaat untuk orang yang akan diberikan sedekah. Jika datang musim dingin, dia pun bersedekah dengan pakaian musim dingin sehingga orang-orang yang membutuhkan tidak kedinginan. Jika sedang musim panas (musim kemarau), dia bersedekah dengan bentuk yang sesuai, misalnya memberi bantuan air bersih ke daerah-daerah yang dilanda kekeringan.

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Kantor Pogung, 10 Rabiul akhir 1445/ 25 Oktober 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 474-475).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88969-sedekah-yang-paling-utama.html

Lebih Utama Mana, Sedekah kepada Keluarga atau Orang Lain?

Selain menjalankan ibadah-ibadah pokok, seseorang belum dianggap mendapatkan kebaikan hingga rela memberikan harta yang dicintai. Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Artinya: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui.” (QS Ali Imran: 92)

Selain Al-Qur’an, banyak hadits yang menegaskan tentang keutamaan-keutamaan orang yang mau bersedekah. Di antaranya bahwa bersedekah bisa mematikan panasnya alam kubur, bisa memberikan naungan pada hari kiamat kelak, dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Amir mengatakan:

إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ الْقُبُورِ، وَإِنَّمَا يَسْتَظِلُّ الْمُؤْمِنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ

Artinya: “Sesungguhnya sedekah pasti bisa meredam orang-orang yang melaksanakannya dari hawa panasnya kubur. Pada hari kiamat, orang yang beriman akan mendapat naungan (berteduh) di bawah sedekahnya (saat di dunia).” (Syu’abul Iman: 3076). 

Kemudian apabila ada orang ingin bersedekah namun bingung mana yang semestinya didahulukan antara memberikannya kepada keluarga terlebih dahulu atau orang lain, bagaimana sebaiknya? 

Menurut penyataan Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, ulama telah sepakat bahwa bersedekah kepada sanak famili lebih utama dibandingkan yang lain berdasarkan referensi beberapa hadits.

أَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى أَنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْأَقَارِبِ أَفْضَلُ مِنْ الْأَجَانِبِ وَالْأَحَادِيثُ فِي الْمَسْأَلَةِ كَثِيرَةٌ مَشْهُورَةٌ

Artinya: “Ulama sepakat bahwa sedekah kepada sanak kerabat lebih utama daripada sedekah kepada orang lain. Hadits-hadits yang menyebutkan hal tersebut sangat banyak dan terkenal.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, [Dârul Fikr], juz 6, halaman 238) 

Di antara hadits yang dibuat dasar pernyataan Imam Nawawi di atas adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri berikut: 

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى المُصَلَّى، ثُمَّ انْصَرَفَ، فَوَعَظَ النَّاسَ، وَأَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ، فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ، تَصَدَّقُوا»، فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ، فَقَالَ: «يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، تَصَدَّقْنَ، فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ» فَقُلْنَ: وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وَتَكْفُرْنَ العَشِيرَ، مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ، أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ، مِنْ إِحْدَاكُنَّ، يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ» ثُمَّ انْصَرَفَ، فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ، جَاءَتْ زَيْنَبُ، امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ زَيْنَبُ، فَقَالَ: «أَيُّ الزَّيَانِبِ؟» فَقِيلَ: امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: «نَعَمْ، ائْذَنُوا لَهَا» فَأُذِنَ لَهَا، قَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّكَ أَمَرْتَ اليَوْمَ بِالصَّدَقَةِ، وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ: أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ»

Artinya: ‘Suatu ketika Rasulullah keluar menuju masjid guna menunaikan ibadah shalat Idul Adha atau Idul Fitri. Sehabis shalat, beliau menghadap warga sekitar, memberikan petuah-petuah kepada masyarakat dan menyuruh mereka untuk bersedekah. ‘Wahai para manusia. Bersedekahlah!’ Pesan Nabi. 

Ada beberapa wanita yang tampak lewat, terlihat oleh Baginda Rasul. Rasul pun berpesan ‘Wahai para wanita sekalian, bersedekahlah! Sebab saya itu melihat mayoritas dari kalian adalah penghuni neraka!’ 

Para wanita yang lewat menjadi heran, apa korelasinya antara menjadi penghuni neraka dengan bersedekah sehingga mereka bertanya, ‘Kenapa harus dengan bersedekah, Ya Rasul?’

Rasulullah menjawab, ‘Karena kalian sering melaknat dan kufur terhadap suami. Aku tidak pernah melihat seseorang yang akal dan agamanya kurang namun bisa sampai menghilangkan kecerdasan laki-laki cerdas kecuali hanya di antara kalian ini yang bisa, wahai para wanita.’

Sehabis Rasulullah berkhutbah di hadapan masyarakat, beliau bergegas pulang ke kediaman. Setelah sampai rumah, Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud meminta izin untuk diperbolehkan masuk, sowan kepada Baginda Nabi. Nabi pun mempersilakan. 

Ada yang memperkenalkan, ‘Ya Rasulallah, ini Zainab.’ 

Rasul balik bertanya, ‘Zainab yang mana?’ 

‘Istri Ibnu Mas’ud.’

‘Oh ya, suruh dia masuk!’

Zainab mencoba berbicara kepada Nabi, ‘Ya Rasul. Tadi Anda menyuruh untuk bersedekah hari ini. Ini saya punya perhiasan. Saya ingin mensedekahkan barang milikku ini. Namun Ibnu Mas’ud (suamiku) mengira bahwa dia dan anaknya lebih berhak saya kasih sedekah daripada orang lain.’

Rasul pun menegaskan, ‘Lho, memang benar apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud itu. Suami dan anakmu lebih berhak kamu kasih sedekah daripada orang lain.’ (HR. Bukhari: 1462) 

Adanya hadits di atas, para ulama berpijak bahwa bersedekah kepada keluarga lebih diutamakan daripada orang lain. Meskipun begitu, ada juga murid-murid Imam Syafi’i yang berpandangan tidak ada perbedaan sama sekali tentang mana yang perlu didahulukan.

قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَا فَرْقَ فِي اسْتِحْبَابِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ عَلَى الْقَرِيبِ وَتَقْدِيمِهِ عَلَى الْأَجْنَبِيِّ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ الْقَرِيبُ مِمَّنْ يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ أَوْ غَيْرُهُ قَالَ الْبَغَوِيّ دَفْعُهَا إلَى قَرِيبٍ يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ أَفْضَلُ مِنْ دَفْعِهَا إلَى الْأَجْنَبِيِّ

Artinya: “Teman-teman kami (bermazhab Syafi’i) mengatakan ‘tidak ada perbedaan pada sedekah yang sunnah antara keluarga dekat yang harus dinafkahi harus didahulukan daripada orang lain atau sebagainya. Menurut Al-Baghawi, memberikan kepada keluarga dekat yang menjadi tanggung jawab nafkahnya, lebih utama dibandingkan sedekah kepada orang lain.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, [Dârul Fikr], juz 6, halaman 238) 

Berbeda dengan mereka, Imam Baghawi mengungkapkan tetap ada perbedaan dalam masalah keutamaan. Garda terdepan yang paling utama menerima sedekah adalah keluarga yang menjadi tanggung jawab nafkah seperti istri, anak-anaknya sendiri yang masih kecil dan sebagainya. 

Hal ini senada dengan komentar Syekh Abu Bakar Syatha penulis kitab I’anatuth Thalibin. Hanya saja ada sedikit perbedaan mana yang semestinya didahulukan dalam keluarga itu sendiri. Jika Imam Baghawi dan Syekh Abu Bakar itu menyuruh untuk keluarga yang mempunyai tanggung jawab nafkahnya, Syekh Zainuddin Al-Malyabari dalam kitabnya Fathul Mu’in justru mengatakan bahwa urutannya sebagai berikut:

وإعطاؤها لقريب لا تلزمه نفقته أولى الأقرب فالأقرب من المحارم ثم الزوج أو الزوجة ثم غير المحرم والرحم من جهة الأب ومن جهة الام سواء ثم محرم الرضاع ثم المصاهرة أفضل

Artinya: “Memberikah sedekah sunnah kepada kerabat yang tidak menjadi tanggung jawab nafkahnya itu lebih utama. Baru kemudian kerabat paling dekat berikutnya, berikutnya yang bersumber dari keluarga yang haram dinikah (mahram), suami/istri, kemudian kelurga non-mahram, keluarga dari ayah ibu, mahram sebab sepersusuan, berikutnya adalah mertua.” (Zainudin Al-Malyabari, Fathul Muin, [Dar Ibnu Hazm, cetakan I], halaman 257) 

Uraian di atas tidak bisa dibuat alasan bagi orang-orang pelit untuk menutupi kemalasannya bersedekah kepada orang di luar rumah. Ada sedikit catatan menarik dari Imam Nawawi yang mengutip dari ashabus Syafi’i bahwa skala prioritas sebagaimana urutan-urutan di atas semestinya tetap harus mempertimbangkan tentang kemampuan finansial penerima. Artinya keluarga yang masuk kategori mustahiq zakat lebih utama untuk didahulukan daripada orang lain. 

قَالَ أَصْحَابُنَا يُسْتَحَبُّ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ وَفِي الزَّكَاةِ وَالْكَفَّارَةِ صَرْفُهَا إلَى الْأَقَارِبِ إذا كانو بِصِفَةِ الِاسْتِحْقَاقِ وَهُمْ أَفْضَلُ مِنْ الْأَجَانِبِ

Artinya: “Menurut sahabat-sahabat kami, disunnahkan pada sedekah yang sunnah, zakat, kaffarah untuk diterimakan kepada sanak kerabat jika memang mereka adalah orang yang masuk kategori mustahiq zakat. Jika mereka masuk kategori tersebut, lebih utama daripada diberikan kepada orang lain.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, [Dârul Fikr], juz 6, halaman 220). 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa memprioritaskan pemberian sedekah kepada sanak kerabat jika memang mereka mempunyai kategori fakir, miskin, atau gharim (orang yang banyak utangnya). Pengertian “tidak mampu” di sini mengacu pada standar sangat rendah, yaitu batas orang berhak menerima zakat, bukan tidak mampu secara strata sosial yang masing-masing wilayah bisa jadi berbeda sudut pandangnya. 

Apabila dalam keluarga tersebut tidak ada orang yang berhak menerima zakat, semestinya sudah tidak ada skala prioritas antara keluarga dengan non keluarga. Wallahu a’lam. 

Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang

NU Online

Berobat Dengan Sedekah?

Benarkah sedekah bisa sebagai obat untuk kesembuhan dari penyakit ? Berikut kami nukilkan fatwa dari al Lajnah ad Daaimah. 

Pertanyaan :

تكرموا علينا- حفظكم الله- ببيان فقه حديث: داووا مرضاكم بالصدقة من جهة مداواة المريض بالذبح له ، هل   يشرع ذلك أو لا يشرع؛ لرفع البلاء عنه؟ أجزل الله مثوبتكم.

Tolong terangkan kepada kami – semoga Allah menjaga Anda sekalian- kandungan hadits dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi :

داووا مرضاكم بالصدقة 

“ Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah

Ada orang sakit yang mengharapkan kesembuhan dengan melakukan sembelihan sebagai sedekah baginya. Apakah perbuatan tersebut yang dilakukan untuk menghilangkan musibah termasuk disyariatkan ataukah tidak? Semoga Allah membalas Anda sekalian dengan kebaikan.

Jawaban :

الحـديث المذكور غـير صـحيح، ولكـن لا حـرج في الصدقة عن المريض تقربًا إلى الله عز وجل، ورجـاء أن يشفيه الله بذلك؛ لعموم الأدلة الدالة على فضل الصدقة، وأنها تطفئ الخطيئة وتدفع ميتة السوء. وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

Hadits yang disebutkan tersebut adalah hadits yang tidak shahih. Akan tetapi tidak mengapa sedekah di saat sakit sebagai bentuk ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan sebagai bentuk pengharapan agar Allah memberikan kesembuhan dengan sebab ibadah sedekahnya tersebut. Hal ini berdasarkan keumuman dalil-dalill yang menunjukkan keutamaan sedekah. Sedekah akan menghapuskan kesalahan-kesalahan serta mencegah dari meninggal dalam keadaan jelek. Hanya Allah yang memberi taufik. 

Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Sumber : Fatwa al Lajnah ad Daaimah No 18369

Link : http://www.fatawa.com/view/31493 

Penerjemah : Adika Mianoki

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/55437-berobat-dengan-sedekah.html

22 Faedah Sedekah

ADA banyak faedah sedekah. Apa saja?

Sebagaimana firman Allah, “… Wahai Tuhanku, alangkah baiknya Engkau lambatkan kedatangan ajalku sedikit waktu lagi, supaya aku dapat bersedekah,” (Surah al Munafiqun : 10). Sedangkan dia tidak berkata, “Supaya aku dapat mengerjakan umrah” atau “Supaya aku dapat shalat ” atau “supaya aku dapat berpuasa”?

Seorang ulama berkata, “Tidaklah seseorang yang telah mati itu menyebut untuk bersedekah melainkan karena kehebatan pahala yang telah dilihatnya selepas kematiannya.”

Maka hendaklah kamu perbanyak sedekah karena sesungguhnya seorang mu’min akan berada di bawah teduh pahala sedekahnya pada hari kiamat nanti.

Bersedekahlah untuk saudaramu yang telah meninggal dunia karena sesungguhnya mereka amat berharap untuk kembali ke dunia untuk bersedekah dan melakukan amalan soleh.

Oleh karena itu realisasikanlah harapan mereka. Dan latihlah anak-anak kita supaya membiasakan diri dengan bersedekah.

Bersedekahlah. Sesungguhnya Allah memberi ganjaran kepada orang yang bersedekah.

Adakah Anda pernah membaca tentang faedah sedekah?

1. Faedah Sedekah: Amalan sedekah itu adalah salah satu pintu dari pintu-pintu syurga.

2. Sedekah adalah sebaik-baik amalan soleh dan sebaik-baik sedekah ialah memberi makan.

3. Pahala sedekah akan menaungi pemiliknya pada hari kiamat dan melepaskannya dari azab neraka.

4. Faedah Sedekah:  Sedekah dapat memadamkan kemurkaan Allah dan panasnya kubur.

5. Sedekah adalah sebaik-baik hadiah buat si mati, yang paling bermanfaat untuknya di kuburan dan yang ditambah oleh Allah akan rezeki (karena bersedekah).

6. Sedekah adalah satu penyucian harta dan jiwa dapat menggandakan kebaikan.

7. Sedekah adalah puncak kegembiraan si pemberi dan puncak wajahnya bercahaya di hari kiamat.

8. Faedah Sedekah: Sedekah menjadi pengaman dari ketakutan pada hari huru hara besar dan hari yang tiada kesedihan karena hilangnya sesuatu darinya (hari kiamat).

9. Sedekah menjadi puncak keampunan terhadap dosa dan penghapusan dari kejahatan.

10. Sebagai pembawa berita gembira tentang akhir yang baik dan puncak doa malaikat buatnya.

11. Orang yang bersedekah adalah orang yang terbaik di kalangan manusia.

12. Faedah Sedekah: Pahala sedekah juga adalah untuk semua yang berkongsi tentang sedekah itu (bukan hanya untuk si pemberi).

13. Pemberi sedekah dijanjikan kebaikan yang banyak dan pahala yang besar.

14. Orang yang suka berinfaq adalah salah satu sifat orang yang bertaqwa.

15. Dan sedekah menjadi puncak lahirnya kasih sayang hamba Allah kepada si pemberi.

16. Faedah Sedekah: Sedekah tanda dermawan dan salah satu tanda kemuliaan dan kemurahan hati.

17. Bersedekah memustajabkan doa dan memecahkan segala kesulitan.

18. Bersedekah menolak bala dan menutup 70 kejahatan di dunia.

19. Sedekah memanjangkan umur, menambah rezeki, menjadi puncak rezeki dan kemenangan.

20. Faedah Sedekah:  Sedekah menjadi obat, penawar dan penyembuh.

21. Sedekah menghalang kebakaran, tenggelam akibat banjir dan kecurian.

22. Pahala sedekah adalah tetap (tidak berbeda-beda) walaupun diberikan kepada hewan ternak atau burung-burung. []

Sumber: Kitab Ziarah ke Alam Barzakh (Al Imam Jalaluddin As-Suyuti)
Artikel ini beredar viral di media sosial dan blog. Kami kesulitan menyertakan sumber pertama.

ISLAMPOS

Jawaban Nabi Muhammad Saat Orang Miskin Mengeluh tak Bisa Bersedekah Seperti Si Kaya

Jawaban Nabi Muhammad Saat Orang Miskin Mengeluh tak Bisa Bersedekah Seperti Si Kaya

Orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin pernah mengadu kepada Nabi Muhammad SAW soal kemampuan ibadah mereka. Dalam hadits riwayat Muslim dari jalur Abu Shalih, dari Abu Hurairah, kalangan fakir miskin Muhajirin mengeluh karena orang-orang kaya membawa banyak pahala, derajat dan kenikmatan yang besar.

Mereka mengatakan bahwa orang-orang kaya mampu melaksanakan sholat sebagaimana orang fakir miskin sholat, dan berpuasa seperti puasanya orang fakir miskin. Namun, orang kaya bisa bersedekah sedangkan mereka tidak bisa. Orang kaya bisa memerdekakan budak sedangkan mereka tidak mampu.

Mendengar hal tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kalian mau aku tunjukkan amalan yang jika dikerjakan akan mendahului orang-orang setelahmu dan tidak ada seorang pun yang lebih mulia kecuali orang yang mengerjakan amalan serupa, yaitu membaca tasbih, takbir dan tahmid sebanyak 33 kali setiap selesai sholat.

Dalam riwayat Abu Shalih disebut, kalangan fakir miskin Muhajirin itu kemudian kembali mendatangi Nabi SAW untuk menyampaikan bahwa orang-orang kaya telah mengetahui amalan yang mereka kerjakan lalu juga ikut mengamalkannya.

Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, “Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada orang-orang yang Dia kehendaki.”

Hadits riwayat Bukhari juga menjelaskan topik yang sama dan juga dari jalur Abu Hurairah, namun dengan sedikit perbedaan pada matan atau isi hadits. Dijelaskan dalam hadits tersebut, bahwa orang-orang fakir miskin mendatangi Rasulullah.

Mereka menyampaikan, orang-orang kaya memiliki derajat tinggi dan kenikmatan karena selain bisa sholat dan puasa, juga bisa melaksanakan ibadah haji, umroh dan berjihad serta bersedekah.

Rasulullah SAW kemudian menjelaskan suatu amalan dengan bersabda, “Maukah aku ajarkan amalan yang akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengan amalan tersebut membuat kalian menjadi terdepan dari orang setelah kalian. Tidak ada orang yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan amalan serupa, yaitu bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir sholat sebanyak 33 kali.”

Para sahabat kemudian berselisih. Ada yang bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertakbir 34 kali. Lalu Abu Hurairah (perawi) kembali kepada Nabi SAW, dan beliau SAW bersabda, “Ucapkanlah subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar, sampai 33 kali.”

Sumber

https://www.elbalad.news/5371665

5 Keajaiban Sedekah yang dapat Membuatmu Bahagia

Sedekah atau Shadaqah adalah pemberian seorang Muslim kepada orang lain secara ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Sedekah lebih luas dari sekedar zakat maupun infaq. Sedekah tidak hanya berarti mengeluarkan atau menyumbangkan harta, namun, mencangkup segala amal atau perbuatan baik.

Allah berfirman di dalam  Surat An-Nisa Ayat 114 yang artinya :

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali (bisik-bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mendamaikan di antara manusia. Dan siapa yang berbuat demikian dengan maksud mencari keridhoan Allah, tentulah Kami akan memberi kepadanya pahala yang amat besar.”

Di dalam surat itu dijelaskan bahwa bersedekah merupakan upaya menemukan ridho Allah. Sedekah mengundang pahala dan kebaikan bagi pelaksananya.

Hukum sedekah dalam Islam ialah sunah atau dianjurkan. Jadi, apabila dikerjakan akan mendatangkan pahala dan kebaikan. Apabila ditinggalkan juga tidak mendatangkan dosa.

Namun, sedekah dapat berubah hukumnya menjadi wajib jika seorang muslim telah mampu dan berkecukupan berjumpa dengan orang lain yang kekurangan.

Allah sangat menyukai orang-orang bersedekah sebagaimana dikutip dari surat Al-Baqarah ayat 276 yang artinya :

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”

hadis sedekah yang paling utama diriwayatkan Abu Hurairah R.A. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari di saat terbitnya matahari: berbuat adil terhadap dua orang (mendamaikan) adalah sedekah; menolong seseorang naik kendaraannya, membimbingnya, dan mengangkat barang bawaannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah; Berkata yang baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan sholat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada bulan Ramadan, Allah SWT membuka pintu pahala seluas-luasnya. Jaminan ganjaran pahala yang berlipat ganda membuat umat Muslim banyak berlomba-lomba berbuat kebaikan, bersedekah, dan beribadah saat Ramadan. Tak hanya kabar gembira soal pahala, bersedekah juga memberikan manfaat bagi si pemberi dan penerima.

Berdasarkan penelitian dari Harvard Business Scholl, kebiasaan memberi atau membantu sesama akan membuat mereka, para donatur merasa lebih bahagia. Penelitian tersebut menggambarkan bahwa kebiasaan memberi atau bersedekah dengan tulus membantu dan perasaan bahagia membentuk sebuah lingkaran yang saling terhubung. Orang yang bersedekah akan merasa hidupnya lebih bahagia dan orang yang merasa bahagia akan lebih banyak bersedekah. Begitu seterusnya.

Berikut ini keutamaan dan 5 keajaiban bersedekah yang dapat membuatmu bahagia :

  1. Sedekah Merupakan Bentuk Rasa Syukur

Sedekah bisa dilakukan dalam berbagai cara. Sedekah juga jadi salah satu cara untuk bersyukur kepada Allah SWT. Salah satu hadist tentang sedekah:

“Setiap persendian manusia wajib disedekahi, setiap hari yang padanya matahari terbit. Beliau bersabda,”Mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah sedekah, membantu seseorang dalam masalah kendaraannya lalu menaikannya ke atas kendaraannya atau mengangkat bawang bawaannya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Beliau bersabda, “(Mengucapkan) kalimat yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang dia berjalan menuju masjid untuk sholat adalah sedekah dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

  1. Bisa Menolak Munculnya Penyakit

Bila kamu sakit, bersedekahlah. Ini merupakan salah satu keajaiban sedekah anak yatim. Bila sudah bersedekah dan belum juga sembuh, maka perbanyaklah lagi sedekah. Allah sedang mendengarkan doa orang-orang yang pernah kamu beri sedekah.

Keajaiban sedekah dan istighfar tidak hanya dapat membuat kamu sembuh dari penyakit. Sedekah juga bisa mencegah penyakit. Bila ada orang bermaksud jahat atau penyakit menyerang, sedekah akan menangkal bala.

Dalam sebuah hadist, Nabi SAW berpesan:

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Ada seseorang yang datang kepada Nabi SAW dan bertanya: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab” “Bersedekahlah sedangkan kamu masih sehat, suka harta, takut miskin dan masih berkeinginan kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda sehingga apabila nyawa sudah sampai tenggorokan, maka kamu baru berkata: “Untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian, padahal harta itu sudah menjadi hal si fulan (ahli warisnya),” (HR. Bukhari dan Muslim).

  1. Dimudahkan Mencari Rezeki Halal

Sedekah akan membuat kamu selalu ingat, bahwa kamu bekerja di bawah pengawasan Allah SWT. Inilah sebabnya, sedekah akan membuat kamu berusaha mengumpulkan rezeki dengan cara yang halal.

Rezeki halal yang dimakan seseorang akan membuat orang tersebut mudah mensyukuri anugerah yang diberikan Allah. Seperti dalam firman Allah SWT berikut:

“Maka makanlah yang halal lagi baik dan rezeki yang telah diberikan Allah kepada kalian. Dan syukurilah nikmat Allah jika kalian hanya kepada-Nya saja beribadah”. (An-Nahl:114).

  1. Harta yang Disedekahkan akan Kekal di Sisi Allah

Harta yang kita sedekahkan di jalan Allah akan membantu kita kelak di akhirat. Allah nantinya akan menyimpan harta yang umatnya sedekahkan, dalam hadist yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa yang bersedekah senilai dengan satu butir kurma dari hasil usaha yang halal dan Allah tidak menerima kecuali yang halal, maka Allah menerimanya dengan tangan kananNya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala kembangbiakkan sedekah itu untuk orang yang bersedekah seperti salah satu diantara kalian mengembangbiakkan anak kudanya sehingga semakin banyak sampai seperti gunung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada pula keajaiban sedekah subuh yang pahalanya ratusan ribu kali lipat. Yakni, sedekah kepada orang tua, hingga sedekah kepada ulama atau fuqaha.

  1. Sedekah Melipatgandakan Pahala

Perbanyaklah bersedekah sebagai amalan hari Jumat. Sedekah bisa berupa uang, makanan, atau lainnya. Jangan takut uang menjadi habis jika bersedekah. Karena keajaiban sedekah di hari Jum’at adalah Allah akan melipatgandakan pahala sedekah. Bahkan Allah akan menambah rezeki jika kita bersedekah. Nabi bersabda :

“Dan di hari Jumat pahala bersedekah dilipatgandakan”. (Imam al-Syafi’i, al-Umm, juz 1, hal. 239). (rin)

BAZNAS

7 Jenis Sedekah Yang Mendatangkan Kemuliaan Dan Pahala Besar

Sedekah adalah membelanjakan harta dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Bersedekah termasuk ibadah atau amal saleh yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. 

Perumpamaan orang bersedekah diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah Ayat 261)

Ada beberapa jenis sedekah yang hukumnya sunnah, namun mendatangkan banyak kemuliaan dan pahala besar diantaranya adalah :

1. Menyantuni Anak Yatim

Memberi santunan kepada anak-anak yatim, adalah perbuatan yang amat mulia

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Tetapi Dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. (QS. Al Balad: 11-16)

 dan dijanjikan posisi yang dekat dengan Rasulullah di surga. Perbuatan ini termasuk sedekah yang hukumnya sunnah namun memiliki banyak kemuliaan dan berpahala besar.

2. Menyumbang Masjid

Menyumbang pembangunan masjid atau mengisi kotak amal yang beredar seusai shalat termasuk sedekah yang sunnah dan termasuk golongan Sabilillah yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah Ayat 261 dan sangat bernilai di sisi Allah SWT.

3. Menyerahkan Harta Wakaf

Menyerahkan tanah wakaf untuk dikelola dengan baik dan selalu memberi manfaat yang terus dipetik, termasuk ke dalam jenis sedekah dan termasuk golongan Sabilillah yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah Ayat 261 yang mendatangkan pahala besar.

4. Membiayai Penuntut Ilmu

Membiayai para penuntut ilmu termasuk sedekah yang dianjurkan. Termasuk membiayai siswa berprestasi dalam program bea siswa dan menyantuni sekolah atau pesantren dan termasuk golongan Sabilillah yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah Ayat 261

5. Membiayai Kegiatan Dakwah

Mengeluarkan uang atau harta untuk memmbiayai berbagai program dan kegiatan dakwah juga mendatangkan pahala besar. Diantaranya untuk kepentingan majelis taklim, pengajian, tabligh akbar dan semacamnya dan termasuk golongan Sabilillah yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah Ayat 261

6. Memberi Makan Hewan

Bahkan memberi makan hewan-hewan juga termasuk sedekah yang dicintai Allah. Diriwayatkan ada orang masuk surga karena memberi minum anjing yang kehausan. Berkat memberi minum anjing itu, Allah mengampuni dosanya.

7. Membantu Kerabat atau Fakir Miskin

Membantu atau bersedekah pada kerabat dan fakir miskin termasuk amalan yang mendatangkan pahala besar. Hal ini sebagaimana diterangkan Rasulullah dalam sabdanya: “Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah dan kepada kerabat ada dua (kebaikan), sedekah, dan silaturrahim.” (HR At-Tirmidzi)

Demikian jenis-jenis sedekah yang dianjurkan dan mendatangkan pahala besar bagi yang mengamalkannya. Semoga Allah meenjadikan kita golongan ahli sedekah. Wallohu’alam

Penulis : Muh. Hanafi, SS. M.Sy

KEMENAG NTB