Beberapa Fawaid Seputar Ilmu Hadis

Beberapa Fawaid Seputar Ilmu Hadis

Penomoran hadis (tarqimul ahadits)

Perlu diketahui bahwa umumnya para ulama terdahulu menulis kitab-kitab hadis tidak diberi nomor. Namun, nomor diberikan oleh para ulama-ulama setelahnya.

Oleh karena itu, untuk suatu hadis yang sama, bisa jadi Anda temukan nomornya berbeda antara satu tulisan dengan tulisan yang lain yang menukil hadis tersebut.

Jadi, masing-masing kitab hadis biasanya memiliki beberapa metode penomoran.

Contoh untuk kitab Shahih Al-Bukhari, minimal ada 3 metode penomoran yang masyhur:

  • Metode penomoran Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari
  • Metode penomoran Syekh Musthafa Bugha
  • Metode penomoran Al-‘Alamiyyah (yang dipakai aplikasi Lidwa)

Untuk kitab Shahih Muslim, minimal ada 2 metode penomoran:

  • Metode penomoran Syekh Muhammad Fuad Abdul Baqi
  • Metode penomoran Al-‘Alamiyyah

Untuk kitab Sunan At-Tirmidzi, minimal ada 2 metode penomoran:

  • Metode penomoran Syekh Ahmad Syakir
  • Metode penomoran Al-‘Alamiyyah

Jadi, kalau menemukan nomor hadis yang berbeda untuk hadis yang sama, jangan buru-buru mengklaim penulisnya dusta. Cek dulu lebih teliti.

Beberapa kaidah dalam penulisan takhrij hadis

Pertama, sebutkan takhrij hadis dari kitab mutaqaddimin.

Contoh: HR. Al-Bukhari no. xxx, HR. At-Tirmidzi no. xxx

Hindari sebisa mungkin penyebutan takhrij hadits dari kitab muta’akhirin.

Contoh kurang tepat: HR. An-Nawawi dalam Al Arba’in no. xxx, HR. Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid no. xx, HR. Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. xxx

Kedua, usahakan menyebutkan sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis ketika menukil hadis.

Contoh: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda …”

Jika tidak, maka sebutkan di takhrij hadis.

Contoh: HR. Al-Bukhari no. xxx dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Ketiga, jika menyebutkan takhrij dari beberapa kitab, sebutkan secara berurutan.

Ada 2 pilihan metode yang biasa digunakan para ulama:

Pilihan pertama, urutan berdasarkan tahun wafat, yang lebih dahulu wafatnya lebih dahulu disebutkan.

Contoh:

  • Malik (wafat 179H)
  • Asy-Syafi’i (wafat 204H)
  • Al-Bukhari (wafat 256H)
  • Muslim (wafat 261H)
  • Abu Daud As-Sijistani (wafat 275H)
  • At-Tirmidzi (wafat 279H)

Sehingga penulisan yang benar: HR. Malik no. xxx, Al-Bukhari no. xxx, Abu Daud no. xxx

Contoh yang keliru: HR. At-Tirmidzi no. xxx, Al-Bukhari no. xxx, Malik no. xxx

Pilihan kedua, urutan berdasarkan kemasyhuran dan keagungan penulisnya.

  • Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan lebih dulu dari yang lain
  • Kitab-kitab Al-Bukhari disebutkan lebih dahulu dari kitab yang lain
  • Kutubus Sittah lebih didahulukan dari yang lain.
  • Kitab hadis yang lebih dikenal lebih didahulukan dari kitab yang kurang dikenal

Contoh yang benar: HR. Bukhari no. xxx, HR. Muslim no. xxx, HR. Abu Daud no. xxx

Contoh yang keliru: HR. Al-Baihaqi dalam Dalail An-Nubuwwah no. xxx, HR. At-Tirmidzi no. xxx, HR. Bukhari no.xxx

Keempat, ketika sebuah hadis tidak diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari dan atau Imam Muslim dalam Shahih Muslim, dan tidak dikenal status kesahihannya, maka sebutkan penghukuman hadisnya setelah takhrij.

Contoh yang kurang tepat: HR. Al-Hakim (tidak ada keterangan sahih atau tidak).

Contoh yang benar: HR. Al-Hakim no. xxx, beliau mengatakan: “sesuai syarat Bukhari-Muslim”, dan ini disetujui oleh Adz-Dzahabi.

Contoh benar yang lain: HR. Al-Baihaqi no.xxx, disahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. xxx

Apa yang dimaksud dengan takhrij hadis?

Takhrij adalah seorang ulama hadis menyebutkan sanad suatu hadis mulai dari menyebutkan gurunya sampai kepada ujung sanad. Ujung sanad ini bisa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau sahabat Nabi, atau yang lainnya.

Contoh, ketika kita mendapati perkataan:

أخرجه البخاري في صحيحه

“Al-Bukhari men-takhrij* hadis ini dalam Shahih-nya”.

Maka maksudnya, Al-Bukhari menyebutkan sanad hadis tersebut dari gurunya sampai kepada ujung sanadnya di kitab Shahih Al-Bukhari.

Namun, ada makna lain dari “takhrij” yang ini masyhur di kalangan ulama mu’ashirin (zaman sekarang).

عزو الأحاديث إلى من ذكرها في كتابه من الأئمة وبيان درجتها من الصحة أو الحسن أو الضعف

“Takhrij adalah menyandarkan hadis-hadis kepada para imam hadis yang menyebutkannya pada kitab-kitab mereka. Serta menjelaskan derajat hadis tersebut apakah shahih atau dha’if.” (Hasyiyah Kitab Al-Wasith fi Ulumi Musthalahil Hadits, hal. 353)

Contohnya, setelah menyebutkan hadis lalu disebutkan bahwa hadis tersebut riwayat Al-Bukhari nomor sekian, riwayat Muslim nomor sekian, riwayat At-Tirmidzi nomor sekian disahihkan oleh Al-Albani, riwayat Al-Hakim juz sekian halaman sekian disahihkan oleh Adz-Dzahabi, dan semisalnya. Ini juga disebut takhrij hadis.

Wallahu a’lam.

*) sering diterjemahkan: “mengeluarkan”

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/66123-beberapa-fawaid-seputar-ilmu-hadits.html