Berlindung dari Hati yang Tidak Khusu’

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh. Ustad, akhir-akhir ini saya shalat tidak bisa tenang. Untuk beberapa saya kadang dianggap kurang lembut, tidak empatik, sampai-sampai disindir teman, hati saya ‘hampir beku’. Apakah ada doa agar khusu’ dan melembutkan hati?

Anwar | Surabaya

Nabi  memerintahkan kita untuk selalu berlindung kepada Allah dari empat hal, yaitu: (1) dari ilmu yang tidak bermanfaat, (2) dari hati yang tidak khusyu’, (3) dari jiwa yang tidak merasa kenyang, dan (4) dari doa yang tidak dikabulkan.

DARI Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu berkata, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda;

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لا يُسْتَجَابُ لَهَا

Allahumma innii a’udzubika min ‘ilmi laa yanfa’u wa min qalbin laa yakhsya’ wa min nafsin laa yasba’ wa min da’watin laa yustajabu Laha

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusu’, dari jiwa yang tidak merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR: Muslim)

Di dalam riwayat lain disebutkan,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ، ومِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ، وَمِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَؤُلاَءِ الأَرْبَعِ

(HR. at-Tirmidzi, 3482, Abu Daud, 1549, an-Nasai, 5470)

Hati yang tidak khusu’

Hati yang tidak khusu’ membuat seseorang tidak takut terhadap Allah. Dia akan meremehkan perintah-perintah Allah, ancaman Allah dianggap ringan.

Ini karena hatinya terpaut dengan kesenangan dunia. Oleh karenanya, setia muslim diperintahkan untuk memohon kepada Allah agar dijauhkan dari hati yang tidak khusu’.

Pengertian Khusu’

 Khusu’ secara bahasa artinya tunduk, tenang dan rendah diri serta tawadhu’. Allah berfirman,

وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًاً

“Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”(QS: Thaha: 108).

Khusu’ secara istilah diartikan: “Keadaan jiwa yang berdampak pada ketenangan dan tawadhu’ dalam bersikap.” Pengertian khusu’ menurut al-Qur’an sebagaimana di dalam firman-Nya,

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Dan mintalah pertolongan (kepada) Allah dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’, (yaitu) orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Rabb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS: al-Baqarah: 45-46).

Pengertian khusu’ menurut ayat di atas mempunyai dua makna:

(1) Orang yang menyakini bahwa dia akan meninggalkan dunia yang fana ini cepat atau lambat, dan segera akan bertemu dengan Rabb-nya untuk mendapatkan balasan dari perbuatannya selama hidup di dunia.

(2) Orang yang menyakini bahwa kematian akan menjemputnya setiap saat, sehingga dia selalu mempersiapkan bekal untuknya, yaitu dengan menjalankan segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi segala larangan-Nya.

Pembagian Khusu’

Khusu’ dibagi menjadi dua, yaitu:

Penjelasan Pertama: Khusu’ Mahmud

Khusu’ Mahmud (khusu’ yang terpuji), yaitu khusu’ yang terdapat dalam hati, dan efeknya terlihat dalam sifat dan sikap serta gerak-gerik. Oleh karenanya, orang yang khusu’ dalam shalat akan selalu menundukkan pandangan dan tidak melirik ke kanan atau ke kiri atau melihat ke atas.

Tentang khusu’ dalam hati, berkata Ibrahim An-Nakh’i: “Khusu’ itu bukan dengan memakai baju kasar dan compang-camping, ataupun makan makanan yang keras, dan selalu menundukkan kepala.

Akan tetapi khusu’ adalah jika kamu memandang semua orang sama derajatnya, baik para pejabat maupun orang awam, serta kamu tunduk dengan apa yang diperintahkan Allah subhanahu wa ta’ala.”

Suatu ketika Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu melihat seorang pemuda berjalan sambil menundukkan kepalanya, beliaupun menegur pemuda tersebut seraya berkata: ”Wahai pemuda angkat kepalamu, karena khusu’ itu hanya di hati.”

Berkata Ali bin Abi Thalib: “Khusu’ itu terdapat dalam hati, dan tandanya kamu berbuat lembut terhadap sesama muslim, serta tidak menoleh-noleh ketika sedang melakukan shalat.”

Penjelasan Kedua: Khusu’ Madzmum

Khusu’ Madzmum (khusu’ yang tercela) adalah khusu’ yang dibuat-buat, padahal hatinya tidak demikian, seperti berpura-pura menangis dan menunduk-nundukkan kepala. Pernah pada suatu ketika seseorang mengambil nafas panjang dan berpura-pura sedih di depan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, melihat seperti itu, Umar langsung menamparnya.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Umar bin Khattab jika berbicara lantang, jika berjalan cepat, jika memukul keras, tetapi walaupun begitu beliau adalah seorang ahli ibadah yang benar dan orang yang benar-benar khusu’. Artinya khusu’ yang hakiki tidaklah bertentangan dengan sikap yang tegas dan suara yang lantang serta berjalan yang tegap, karena khusu’ letaknya di hati saja.

Sebab-sebab hati menjadi keras dan tidak khusu’:

(1) Terlalu banyak berangan-angan tentang dunia, dan lupa akan Akhirat.

(2) Tidak membaca doa dan dzikir dalam setiap kegiatannya.

(3) Tidak membaca al-Qur’an dan mentadabburinya.

Tiga sebab itu terkumpul dalam firman Allah,

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ

فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS: al-Hadid: 16).

(4) Tidak berdoa agar hatinya diteguhkan untuk selalu melaksanakan ajaran Islam. Ini dijelaskan sebagaimana di dalam hadits  Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” (Hadits Shahih. HR. Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)

Begitu juga doa memohon keteguhan hati dalam setiap urusan sebagaimana di dalam Dari Syadad bin Aus radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika manusia menyimpan emas dan perak, maka simpanlah doa-doa di bawah ini,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ عِبَادَتِكَ وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِAllahumma inni as’aluka al-tsabata fil amri wa as’aluka al-azimata fir rusydi. Wa asaluka syukra ni’matika wa husna ibadatika wa as’aluka lisanan shadiqan wa qalban saliman wa audzubika min syarri ma ta’lamu wa as’aluka min khairi ma ta’lamu. wa astaghfiruka mimma ta’lamu innaka anta allamul ghhuyub.

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam segala perkara, dan kemauan kuat untuk berbuat sesuatu yang benar, aku memohon kepada-Mu rasa syukur atas nikmat-Mu dan ibadah dengan baik kepada-Mu, aku memohon kepada-Mu hati yang bersih dan lisan yang jujur. aku memohon kepada-Mu dari kebaikan yang Engkau mengetahuinya dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang Engkau mengetahuinya. Dan aku memohon ampunan-Mu atas (dosa-dosaku) yang Engkau mengetahuinya, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui yang ghaib.” (Hadits Hasan. HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Hibban. Lafadh dari Ahmad). Wallahu A’lam.*

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)

HIDAYATULLAH