Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga, Ini Penjelasannya

Cara Rasulullah dan Aisyah Mengatasi Masalah Rumah Tangga

Saban rumah tangga pasti ada dinamika, begitu pun pernikahan antara Aisyah dan Rasulullah. Nah, berikut ini kita akan membahas cara Rasulullah dan Aisyah mengatasi masalah rumah tangga.

Dalam Islam pernikahan merupakan suatu hal yang mulia dalam ajaran Islam. Ikatan suci ini dinilai memiliki segudang manfaat, terutama untuk menjaga kehormatan diri, serta untuk membentengi kita dari hal-hal yang dilarang agama. 

Namun perlu kita garis bawahi pula, apabila kita siap menikah berarti kita juga harus siap berkomitmen untuk menjalani bahtera rumah tangga. Yakni mengharapkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw.

Pemaknaan Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah

Ketika seseorang telah berkomitmen untuk menikah maka, diperlukan pondasi pernikahan kuat, diantaranya yakni sakinah (suatu ketenangan). Untuk mencapai sakinah diperlukan adanya kerjasama yang apik antara suami dan istri, saling melengkapi dan memahami satu sama lain. 

Kemudian setelah pondasi tersebut kokoh maka di dalam cinta dua pasang manusia ini akan dihadirkan mawaddah sebagai hadiah oleh Allah dalam setiap hati masing-masing pasangan. Allah akan menyelipkan mawaddah itu pada kita dengan cara menjadikan akhlak penuh cinta sebagai kata kerja terhadap pasangan. Allah berfirman dalam surah Al-Furqan ayat 74 :

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Melihat dari pandangan dan penjelasan di atas maka dapat kita pahami bahwa sejatinya adanya sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam suatu ikatan pernikahan haruslah diusahakan bersama-sama, dan juga dipanjatkan melalui doa pada Sang Kuasa. 

Sehingga terciptalah pernikahan yang sakinah (tenang), kemudian menghadirkan mawaddah (cinta hadiah dari Allah) dan membuat pasangan saling mengenal, bisa paham dan merasakan satu sama lain sehingga otomatis akan saling terikat baik lahir maupun batinnya (memiliki feeling yang kuat). 

Lalu setelah pernikahan mencapai sakinah dan mawaddah maka tibalah pada puncak tertingginya yakni wa (Rahmah) atau kasih sayang (titipan Allah) sehingga kita bisa saling memaklumi, menerima, mengangkat, dan menguatkan antara pasangan.

Cara Rasulullah dan Aisyah Mengatasi Masalah Rumah Tangga

Setelah mengetahui 3 point penting yang harus ada dalam rumah tangga, selanjutnya kita akan melihat praktik yang telah diajarkan Rasulullah ketika menjalankan bahtera rumah tangga khususnya ketika dihadapkan dalam suatu permasalahan. Nabi Muhammad juga merupakan seorang kepala rumah tangga.

Rasulullah menjalani kehidupan rumah tangga sebagaimana layaknya pasangan suami istri pada umumnya yang penuh warna. Dengan Aisyah, Rasulullah saw melewati sisi keceriaan rumah tangga. Tetapi ada kalanya pasangan ini mengalami perselisihan dan ketidaksesuaian pemahaman. 

Tatkala suatu hari mengalami percekcok rumah tangga, Rasulullah saw dan Siti Aisyah ra bersepakat menghadirkan ayahnya yakni Abu Bakar ra, sebagai hakim yang adil untuk memutuskan masalah keduanya. Kepada mertuanya Rasulullah saw ingin menuntut pembelaan dan kesaksian. Pasangan ini kemudian menghadirkan Abu Bakar ra. 

Di hadapan hakim tersebut, Rasulullah saw mempersilahkan istrinya untuk menerangkan lebih dulu kepada ayahnya. Ternyata siapa yang harus menerangkan duduk perkara saja menjadi masalah tersendiri bagi pasangan yang sedang cekcok.

“Kamu yang berbicara atau aku yang berbicara?” tanya Rasulullah kepada Aisyah ra. “Kamu dong yang berbicara. Jangan kamu bicara kecuali yang benar,” jawab Siti Aisyah ra yang sedang marah. 

Sahabat Abu Bakar ra yang mendengarkan jawaban putrinya langsung naik pitam. Ia segera saja menampar putrinya sehingga darah keluar dari mulutnya. Sahabat mulia itu memandang jawaban Siti Aisyah ra sebagai sebuah kelancangan ucapan atas diri seorang rasul.

“Keterlaluan kamu, apakah ia (utusan Allah saw) akan berkata selain yang hak?” bentak Abu Bakar ra. Siti Aisyah ra tidak menduga ayahnya yang menjadi hakim berbuat demikian. Ia kemudian berlindung kepada suaminya. Siti Aisyah ra duduk di belakang punggung suaminya. 

Rasulullah saw segera saja membela hak istrinya terlepas keduanya sedang mengalami perseteruan rumah tangga. “Kami tidak menghadirkanmu untuk ini dan kami tidak menghendaki ini darimu,” jawab Rasulullah saw membela hak istrinya atas kekerasan yang dilakukan oleh hakim tersebut. 

Demikian dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin ([Beirut, Darul Fikr: 2015 M], juz II, halaman 50). Kisah ini dikutip oleh Imam Al-Ghazali dari riwayat Imam At-Thabrani pada Kitab Al-Awsath dan Al-Khatib dalam Kitab Tarikh dari Siti Aisyah ra dengan sanad yang daif. (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumuddin, [Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 353). 

Dari riwayat ini kita dapat melihat bahwa Rasulullah SAW merupakan pasangan rumah tangga yang tetap bersikap adil meski sedang cekcok dengan pasangannya, tidak berbuat kalap dan tindakan melewati batas lainnya.

Rasulullah saw merupakan gambaran atau citra laki-laki bertakwa seperti yang dimaksud oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri, “(Nikahkanlah anakmu) dengan pemuda yang bertakwa kepada Allah yang kelak jika hatinya sedang senang ia akan menghormati anakmu dan jika sedang marah ia tidak akan menzaliminya,” (Imam Al-Ghazali, 2015 M: II/48). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan).

Kesimpulan

Melihat dari kisah tersebut tentunya memberikan secerca ilmu yang mesti kita persiapkan dengan baik setelah berkomitmen menikah. Ketika terjadi suatu perselisihan kita justru tidak boleh mengedepankan sulutan emosi, terutama dari pihak laki-laki sebagai kepala rumah tangga hendaknya bersikap lembut, dan bijak.

 Dan apabila memang sudah cukup pelik permasalahan dalam ranah rumah tangga ini, hendaknya disiapkan anggota keluarga yang dinilai bijak dan mampu menengahi perselisihan antar suami dan istri agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Semoga kita dipertemukan dengan jodoh yang baik, dan mampu membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah amiin.

Demikian penjelasan terkait cara Rasulullah dan Aisyah mengatasi masalah rumah tangga. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH