99 Manfaat Menghindari Ghibah Dalam Islam

Mengumpat (Ghibah) adalah salah satu perbuatan tidak bermoral di mana seseorang memberitahu suatu keburukan atau aib kepada orang lain tanpa pengetahuan orang yang dimaksudkan itu. Balasan yang disediakan bagi para pengumpat adalah balasan dari Yang Mahakuasa, bahkan diumpamakan seperti memakan daging saudara sendiri. Manfaat menghindari ghibah ini cukup banyak bagi manusia.

Ghibah adalah penyakit hati yang memakan kebaikan, mendatangkan keburukan serta membuang waktu yang sia-sia. Penyakit ini meluas di kalangan masyarakat karena kurangnya pemahaman akan ajaran Agama, kehidupan yang semakin mudah dan banyaknya waktu luang. Kemajuan teknologi juga turut menyebarkan penyakit masyarakat ini.

Kadang orang tidak sadar ketika melakukan ghibah / gossip ini, dan pada saat diperingatkan ia akan mengatakan bahwa yang dibicarakannya adalah fakta. Namun di balik itu, ada beberapa macam ghibah yang diperbolehkan, seperti:

  • Melaporkan perbuatan aniaya kepada pihak yang berwenang karena kita telah dirugikan orang lain. Dengan tujuan yang benar, maka diperbolehkan agama.
  • Usaha membantu seseorang dari perbuatan dosa seperti mengutarakan kepada orang yang mempunyai kekuasaan untu mengubahnya. Contoh: “Tolong beritahu Farhan untuk mengubah sikapnya yang pemarah itu!”
  • Untuk memperingati langsung orang lain yang melakukan tindakan jahat atau dosa
  • Untuk memberi penjelasan terhadap ciri-ciri seseorang yang memang sudah menjadi sebutan di masyarakat misalnya, “Yana yang pincang itu”, dan sebagainya.

Terkadang perbuatan ghibah yang sudah menjamur di masyarakat ini menjadi tidak disadari ketika dilakukan oleh orang. Perbuatan ghibah menjelek-jelekkan orang lain nyatanya dianggap sebagian menjadi lelucon yang lucu untuk dibicarakan. Namun Tuhan yang Mahakuasa memiliki segala cara untuk mengingatkan umat-Nya. Dan ketika kita sudah menyadari perbuatan ghibah yang kita lakukan, hendaknya kita langsung memohon ampun. Berikut adalah cara-cara menghindari tindakan ghibah:

  • Sebelum membicarakan kejelekan orang lain, baiklah kita mengingat kebaikannya bagi kita. Kecenderungan manusia adalah memandang keburukan lebih banyak daripada kebaikan. Padahal, manusia diciptakan memang tidak sempurna, yang memiliki banyak sekali kekurangan dan kesalahan, begitu pun juga kita.
  • Ingatlah bahwa kita juga sering melakukan kesalahan. Jangan suka menggunjingkan orang lain, padahal kita sendiri masih banyak yang harus diperbaiki. Sebelum membicarakan orang lain, cobalah kita membayangkan sendiri bagaimana rasanya jika keburukan kita dibicarakan dan disingkap ke mana-mana. Itulah yang akan mereka rasakan pula.
  • Mengisi waktu luang dengan kesibukan. Kebiasaan menggunjingkan orang lain biasanya dilakukan saat ada waktu kosong di mana kita sedang tidak melakukan apapun. Agar terhindar dari ghibah, kita harus mengisi waktu kosong itu dengan melakukan banyak hal yang lebih berguna, misalnya belajar, belanja, membaca, dan lain-lain.
  • Bergaul dengan orang yang berperilaku baik. Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan baik. Itulah motto yang harus selalu kita ingat. Bagaimana caranya kita bisa berhenti melakukan ghibah jika kita selalu berkumpul dengan orang-orang yang setiap hari bergossip? Maka dari itu, carilah kelompok orang cendekiawan yang bisa membangun kepribadian kita lebih baik, meski bukan berarti kita menjauhi orang-orang yang berperilaku buruk.
  • Memperingatkan orang lain yang melakukan ghibah. Inilah yang harus kita lakukan ketika menemukan sekelompok orang yang sering menjelek-jelekkan orang lain: Peringatkan mereka! Karena penyakit bisa mewabah jika tidak ada yang menghentikannya.
  • Banyak membaca Kitab Suci. Jika Anda mengaku umat yang beragama, berhentilah berbuat buruk dan perbanyak membaca Kitab Suci. Banyaknya firman bisa membuat diri kita dipenuhi kesucian yang membuat kita bisa kebal dari bisikan setan.
  • Pikirkan sebelum bicara. Sebelum membicarakan orang lain, pikirkanlah dahulu apakah perkataan itu bermanfaat. Lidah bisa menjadi berkat dan bisa juga menjadi kutuk; kita harus memilihnya. Lagipula, sebenarnya tidak ada keuntungan dari membicarakan orang lain. Malahan, kita tampak seperti iri hati dan tidak bisa menyaingi orang itu. Jadi, berhentilah melakukan ghibah!

Manfaat menghindari ghibah sangat banyak sekali. Jangan menganggap bahwa menghindari ghibah tidak memiliki manfaat. Orang-orang yang menghindari perbuatan ghibah akan memiliki banyak sekali anugerah yang berikut ini akan dijelaskan.

  • Aktivitas lebih produktif. Tentu saja, orang yang tidak terbiasa membicarakan orang lain pasti memilki kesibukan dalam hidup sehari-harinya. Orang-orang yang menghindari ghibah akan memiliki pikiran yang lebih santai untuk mengerjakan kegiatannya, yang menghasilkan kerja yang lebih produktif tanpa gangguan.
  • Hidup lebih tenang. Salah satu manfaat lainnya menghindari ghibah adalah hidup kita tidak diganggu dengan perbuatan orang lain. Jika ada orang yang melakukan ini dan itu, otomatis kita tidak terlalu pusing karena tidak berniat melakukan ghibah. Dengan begini, hidup kita akan lebih tenang dan tidak terusik membicarakan orang lain.
  • Langkah tegas menghindari fitnah. Karena sesungguhnya perbuatan ghibah adalah langkah menuju perbuatan fitnah. Orang yang memfitnah dikatakan adalah orang jahat yang memangsa saudaranya sendiri.
  • Mempunyai nilai positif di masyarakat. Orang-orang yang suka membicarakan orang lain, tentu saja memiliki cap negatif di kalangan masyarakat. Sebaliknya, jika kita memiliki perkataan yang memberkati, berwibawa, dan berkelas tentu saja menambah nilai bagi kita yang sangat berguna dalam bidang pekerjaan maupun pendidikan.
  • Mendapat kredibilitas. Dalam dunia pekerjaan, kredibilitas sangatlah penting bagi kita sebagai para pekerja. Jika orang lain sering mendengar kita melakukan perbuatan ghibah, tidak ada rekan yang ingin bekerja sama baik dalam bidang bisnis maupun komunikasi biasa. Hal ini tentu saja merugikan kita sebab tanpa sadar kita sebenarnya telah melenyapkan kesempatan kita sendiri. Seharusnya kita bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tapi karena ghibah orang lain jadi malas mengajak kita sebagai rekan bisnis.
  • Mempunyai banyak teman. Jika kita menghindari ghibah, otomatis orang lain akan merasa nyaman berteman baik dengan kita. Tidak seperti orang-orang yang seringkali menggunjingkan orang, masyarakat akan enggan mendekati tipe manusia semacam itu dan akan menjauhi atau bahkan mengucilkannya.
  • Terhindar dari murka Allah. Setiap dosa yang dilakukan manusia pasti telah disiapkan ganjarannya oleh Allah. Orang yang suka melakukan ghibah ini, telah mendapatkan upah mautnya sendiri. Jika kita bisa menjaga mulut kita dari membicarakan keburukan orang lain, tentu saja Allah tidak akan menurunkan malapetaka melainkan berkah yang tak berkesudahan.

Melakukan ghibah memang mempunyai kenikmatannya sendiri, karena setiap dosa memang dirancang iblis agar menarik dan menyenangkan. Namun relasi dengan iblis tidak akan membuahkan apa-apa. Jadi, meski perlahan tapi pasti, kita harus menghindari diri dari perbuatan ghibah.

Sumber: Dalam Islam

Pengertian ghibah

Mohon dibahas tentang bahaya mengguncing (ghibah)

Jawab :

 “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karenasesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengghibah sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.Hujurat :12)

 

Pengertian ghibah

Secara bahasa, kata “ghibah” (غيبة) berasal dari akar kata “ghaba, yaghibu” (غاب يغيب) yang artinya tersembunyi, terbenam, tidak hadir, dan tidak tampak. Kita sering menyebut kata “ghaib”, yang berarti tidak hadir.

Pengertian ghibah secara istilah adalah mengatakan sesuatu yang benar tentang seseorang di belakangnya tetapi hal itu tidak disukai oleh orang yang dibicarakan. Atau dalam definisi lain  ghibah diistilahkan dengan perbuatanmembicarakan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan) baik dalam soal jasmaniahnya, agamanya, kekayaannya ,hatinya, akhlaknya, bentuk lahiriahnya dan sebagainya.Sebagaimana definisi ini telah diterangkan dalam sebuah hadits :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam telah bersabda : Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat menjawab,  “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda : (Ghībah itu) adalah engkau mengatakan tentang saudaramu mengenai apa yang ia benci. Dikatakan kepada beliau : “Apakah pendapatmu jika yang ada pada saudaraku sesuai apa yang saya katakan.”Beliau bersabda : “Jika yang ada padanya sesuai apa yang engkau katakan, maka itulah ghibah, dan jika tidak sesuai yang ada padanya, maka sungguh engkau telah mendustakannya.” (HR. Muslim).

Juga dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Ibnu Mas’udradhiyallahu’anhu berkata :”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan”[1]

Contoh ghibah misalnya kita mengatakan tentang seseorang : ”Dia dari keturunan orang rendahan, atau dia akhlaqnya jelek…orang yang pelit, atau dia pendusta, dia tukang makan atau dengan perkataan ‘si fulan lebih baik dari pada dia dan lain-lain.

Keharaman ghibah celaan Allah dan rasulNya terhadap pelakunya

            Ulama sepakat tentang keharaman perbuatan ghibah. Bahkan sebagian para ulama ahli tafsir dan ahli fiqih berpendapat bahwa ia termasuk dari golongan dosa besar.   Berkata imam al Qurthubi dalam tafsirnya, “Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama bahwa ghibah termasuk dosa besar, dan barangsiapa mengghibah seseorang, maka ia harus bertaubat kepada Allah. Dalil akan hal ini adalah firmanNya : “

وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُل لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ

Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya.(QS. Al Hujurat :12)

Dan bersabda Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, “Ketika aku sedang dimi’rajkan, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga yang sedang mencakar wajah dan dada mereka. Aku bertanya : ‘Siapakah mereka wahai Jibril ?’. Jibril menjawab : ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (mengghibah) dan mencela kehormatannya” (HR. Abu Dawuddan Ahmad)

Dan juga sabda beliau :

إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ اسْتِطَالَةَ الْمَرْءِ فِي عِرْضِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Sesungguhnya termasuk dosa dari dosa-dosa besar adalah melanggar harga diri seorang muslim tanpa hak.” (HR. Abu Dawwud)

Dari ayat yang telah disebutkan Allah subhanahu wata’ala telah menyamakan ghibah dengan perbuatan kanibal, yakni memakan daging sesama manusia yang bahkan telah menjadi bangkai. Ini adalah gambaran sangat buruknya ghibah seperti buruknya kanibalisme yang juga amat sangat dibenci oleh jiwa manusia.

Gambaran buruknya perbuatan ghibah juga diberikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Qais : ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anh melewati bangkai seekor bighal (hewan hasil persilangan kuda dengan keledai), lalu beliau berkata,Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim).” (HR. Bukhari)

Az-Zarkasyi berkata: “Dan sungguh aneh orang yang menganggap bahwasanya memakan bangkai dan daging manusia sebagai dosa besar, (tetapi) tidak menganggap bahwasanya ghibah juga sebagai dosa besar, padahal Allah menempatkan ghibah sebagaimana memakan bangkai daging manusia. Dan hadits-hadits yang memperingatkan ghibah sangat banyak sekali yang menunjukan kerasnya pengharaman ghibah.[2]

Imam Ghazali dan Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu melakukan pergunjingan, karena pergunjingan itu lebih berat dari perzinaan. Karena, jika seseorang yang berzina kemudian bertobat maka Allah mengampuninya. Sedangkan penggunjing tidak akan diampuni Allah, sebelum orang yang digunjingkan itu memaafkannya.”

Bahaya ghibah

Peringatan Allah dan RasulNya tentang larangan berbuat ghibah dalam kehidupan, karena dapat merusak hubungan persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyah). Padahal kita diperintahkan untuk saling bersaudara, saling menghargai, dan saling menguatkan.

Ghibah dapat merusak keharmonisan keluarga, tetangga, temansekerja dan siapapun, bahkan dapat memecah-belah dan meruntuhkan sebuah organisasi atau negara. Sejarah telah membuktikan, bagaimana sebab-sebab terjadinya perpecahan yang melanda umat Islam dulu dan sekarang diantaranya adalah ketika ghibah sudah meraja-lela.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah naik ke atas mimbar dan menyeru dengan suara yang lantang :

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانَهِ وَلَمْ يَفْضِ الإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا المُسْلِمِيْنَ وَلاَ تُعَيِّرُوا وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبَعِ اللهُ يَفْضَحْهُ لَهُ وَلَو في جَوْفِ رَحْلِهِ

 “Wahai segenap manusia yang masih beriman dengan lisannya, namun iman itu belum meresap ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, dan janganlah kalian melecehkan mereka, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena sesungguhnya barangsiapa yang sengaja mencari-cari kejelekan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengorek-ngorek kesalahan-kesalahannya. Dan barang siapa yang dikorek-korek kesalahannya oleh Allah maka pasti akan dihinakan, meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya.” (HR. Tirmidzi)

Demikian juga ghibah bisa menyebabkan rusaknya akhlaq, hati dan jatuhnya kehormatan seorang muslim. Padahal kita diperintahkan untuk menjaga hal-hal tersebut dari kerusakan.

Peringatan dari orang-orang shalih terhadap ghibah

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha beliau berkata: Aku pernah berkata kepada Nabi shalallahu’alaihi wasallam : “Cukup bagimu dari Shafiyah ini dan itu”.. Maka Nabi berkata: ”Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya”(HR. Tirmidzi)

Imam Gazali meriwayatkan sebuah penggalan nasihat Allah kepada Nabiyullah Musa ‘alaihissalam “Barangsiapa yang mati dalam keadaan bertobat dari gunjingan, maka ia adalah orang terakhir yang memasuki surga. Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan bergunjing, maka ia adalah orang pertama yang memasuki neraka.”[3]

Imam Baihaqi meriwayatkan  dari Thauf bin Wahb dia berkata : “Aku menemui Muhammad bin Sirin dan aku dalam keadaan sakit. Maka dia (Ibnu Sirin) berkata: ”Aku melihatmu sedang sakit.” aku berkata : Benar”. Maka dia berkata: “Pergilah ke tabib fulan, mitalah resep kepadanya”, (tetapi) kemudian dia berkata :”Pergilah ke fulan (tabib yang lain) karena dia lebih baik dari pada si fulan (tabib yang pertama)”. KemudianIbnu Sirinberkata: “Aku mohon ampun kepada Allah, menurutku aku telah mengghibahi dia (tabib yang pertama)”[4]

Cara bertaubat dari dosa ghibah

Al imam an Nawawi dan al Ghazali menyebutkan bahwa syarat diterimanya sebuah taubat bila berkaitan dengan hak Allah ada tiga perkara. Yang pertama hendaknya berhenti dari mengerjakan dosa tersebut, kedua menyesal, dan yang ketiga adalah bertekat dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.

Sedangkan dosa bila ada kaitannya dengan Huquq al adamiy (Hak-hak manusia), selain tiga syarat yang disebutkan diatas, ada lagi syarat yang keempat, yakni mengembalikan hak orang yang didzalimi, atau meminta kemaafan dan pembebasan (tuntutan) atas kedzaliman tersebut.

            Orang yang mengerjakan dosa ghibah, wajib menunaikan empat syarat ini. Karena ghibah adalah termasuk dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia. Dan tidak boleh tidak, dia harus minta kehalalan/ maaf kepada orang yang telah di ghibah.

Tatacara meminta kemaafan kepada orang yang di ghibah

            Apakah seseorang yang menggibah ketika meminta maaf cukup mengatakan ‘saya telah menggibah anda karena itu tolong maafkan saya’ ataukah dia harus menjelaskan tentang ghibah apa yang dia lakukan ? Para ulama terbagi menjadi dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang bertaubat dari ghibah tersebut wajib menjelaskan kepada orang yang diminta kemaafannya tersebut tentang apa yang dia ghibahkan. Karena menurut pendapat pertama ini, suatu kemaafan yang diberikan seseorang tidak  sah untuk sesuatu yang belum jelas.

Sedangkan pendapat kedua, mengatakan tidak perlu menjelaskan tentang sesuatu yang dighibahkan tersebut, karena ini sudah tercukupi dengan kemaafan bila diberikan oleh orang yang didzalimi tersebut (dighibah).

Dari dua pendapat ini, yang paling dipandang rajih dan utama diamalkan adalah yang pertama. Hendaknya orang yang menuntut keridhaan dari orang yang didzalimi tersebut menjelaskan apa yang sudah dia ghibahkan. Seraya menyesal dan memohon kehalalan atas kedzalimannya.

Bagaimana bila orang yang sudah dighibah tidak bisa ditemukan atau meninggal dunia ?

Bila demikian keadaanya, para ulama menganjurkan orang yang melakukan ghibah untuk banyak memohonkan ampun kepada Allah, berdoa dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnnya untuk orang yang telah dia ghibahi tersebut. Dalil akan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu , Rasulullah shalallahu’alaihi wasallambersabda :

كَفَّارَةُ مَنْ اغْتَبْته أَنْ تَسْتَغْفِرَ لَهُ

“Penebus dosa bagi orang yang mengghibah adalah dengan memperbanyak istighfar untuk orang yang dighibah.”[5]

Imam Mujahid rahimahullah berkata, “Penebus dosa memakan daging saudaramu (ghibah) adalah dengan banyak memujinya dan mendoakan kebaikan untuknya.”

Ada sebagian perkataan yang menyatakan bahwa hadits diatas menjadi dalil tidak perlunya meminta kehalalan dari orang yang dighibah oleh orang yang menggibah. Cukup dengan melakukan hal sebagaimana yang disebutkan. Tapi pendapat ini lemah. Karena hal ini bertentangan dengan hadits shahih yang berbunyi,

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَةٌ لأِخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْل أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَتْ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِل عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang melakukan kedzaliman kepada saudaranya, baik terkait masalah kehormatannya atau hal lainnya, maka hendaklah ia menuntut kehalalannya sekarang. Sebelum datang hari dimana tidak berguna lagi dinar dan dirham. (karena bila telah tiba hari tersebut) Amal shalih akan diambil (diberikan kepada orang yang didzalimi) sesuai dengan kadar kedzalimannya. Dan apabila tidak ada kebaikannya/amal shalihnya, maka akan diambilkan dosa orang yang terdzalimi dan dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari)

Dan juga diriwayatkan bahwa seorang wanita berkata kepada seorang wanita lain tentang hal seseorang dihadapan umul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu’anha, maka beliau berkata :“Engkau telah menggibahnya, minta kehalalannya !”

Maka jelaslah bahwa dosa ghibah harus dimintakan kehalalan dari orang yang dighibah jika mampu. Terkecuali bila ia tidak bisa ditemukan atau meninggal, maka hendaknya ia memperbanyak istighfar, doa dan amal kebaikan lainnya untuknya.[6]

  Wallahu a’lam.

[1] Kitab As-Samt no 211, berkata Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini : “Rijalnya (para perawinya) tsiqah (terpercaya)”

[2] Subul as Salam (4/299).

[3] Mukhtasar Ihya Ulumidin,1990: 241.

[4] Kitab az Zuhud (3/ 748).

[5] Hadits ini disebutkan oleh al ‘Iraqi dalam Takhriju Ahadits al Ihya (3/150), Isnadnya lemah.

[6] Al adzkar li imam an Nawawi hal 308, Ihya al Ulumiddin (3/150), Mukhtashar Minhaj al Qaashidin hal 173.http://www.konsultasislam.com/2013/05/ghibah.html

7 Cara Menghindari Ghibah

Ghibah merupakan sebuah tindakan mengunjingkan orang lain atas perbuatan tercela yang dilakukannya. Ghibah sendiri merupakan hal buruk yang dapat memberi banyak sekali dampak negatif bagi para pelakunya. Banyak sekali orang yang terkadang tidak sadar ketika ia tengah melakukan ghibah dan terus menerus melakukannya.

Hal ini dikarenakan perbuatan yang satu ini dianggap sebagai hal yang biasa sehingga menjadi barang konsumsi sehari-hari. Maraknya perbuatan ghibah juga didukung oleh program televisi yang banyak membicarakan aib dari tokoh masyarakat seperti halnya selebritis dan tokoh lainnya yang terkenal. (baca juga: ghibah dalam islam)

Tidak hanya itu, namun banyaknya media massa yang ada seperti internet serta koran dan majalah juga mendukung penyebarluasan perbuatan ghibah. Ada banyak sekali contoh perbuatan ghibah yang terjadi sehari-hari di sekitar kita mulai dari:

  • Membicarakan keburukan-keburukan orang lain melalui ucapan
  • Membicarakan keburukan orang lain dengan gerakan tubuh
  • Membicarakan keburukan orang lain lewat media massa seperti koran, internet ataupun majalah. Beragamnya jenis media online mmebuat seseorang dapat mengekspresikan diri dengan mudah namun terkadang membuat seseorang berekspresi secara berlebihan tanpa tahu batas-batasnya.
  • Membicarakan beragam keburukan orang lain lewat bahasa isyarat

Hal-hal diatas merupakan contoh ghibah yang banyak terjadi di lingkungan kita sehari-hari yang terkadang dilakukan secara tidak sadar.

Ghibah merupakan sebuah perbuatan tercela dimana pelaku dapat membuat persatuan dan kesatuan yang awalnya telah terbentuk hilang seketika. Bahkan tidak jarang pula ada yang awalnya berteman lalu menjadi bermusuhan akibat perbuatan ini. Bagi anda yang ingin menghindari ghibah, ada beberapa tips yang dapat anda lakukan seperti di bawah ini:

  1. Bergaul dengan orang yang baik

Tidak dapat dipungkiri lagi jika nyatanya pergaulan merupakan hal yang dapat membawa dampak besar pada kehidupan sehari-hari kita. Ketika anda bergaul dengan orang-orang dengan kelakuan baik, maka anda dengan sendirinya akan ikut terpengaruh dan melakukan hal-hal yang baik pula.

Kebalikannya, ketika anda bergaul dengan orang yang berperilaku buruk, maka hal ini juga akan memberntuk kepribadian anda juga. Jika anda ingin menghindari perilaku ghibah tentu anda harus menghindari orang yang gemar melakukan ghibah itu sendiri.

Dalam hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran seorang teman :

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Artinya:

Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Saat anda berada di antara para pelaku ghibah anda akan terbawa perkataan mereka dan mulai merespon setiap kata sehingga terbentuklah ghibah.

  1. Jaga lidah anda

Berhati-hati dalam bicara merupakan sifat yang harus kita tanamkan sejak kecil. Berhati-hati ketika ingin mengatakan sesuatu membantu anda dalam menghindari ghibah. Ketika tahu apa yang akan dibicarakan merupakan hal yang buruk, lebih baik tidak usah dikatakan.

Katakan saja yang baik-baik sehingga anda terhindar dari bahaya lisan. Pepatah mengenai mulutmu adalah harimaumu merupakan sebuah pepatah yang benar adanya. untuk itu, jaga dengan baik lisan anda supaya tidak

Dari Sahl bin Sa’ad ra., Rosululloh Muhammad saw bersabda:

“Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada di antara kedua tulang rahangnya – yakni mulut atau lidah – serta antara kedua kakinya – yakni kemaluannya, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya.” (Muttafaq ‘alaih)

  1. Intropeksi diri

Intropeksi diri merupakan hal yang cukup sulit dilakukan. Ada banyak orang yang dapat memilah-milah kesalahan orang lain, ini benar dan yang itu salah namun terkadang kesalahan sendiri tidak tampak olehnya. Intropeksi diri merupakan hal yang baik terlebih untuk mencari kejelekan diri sendiri. Ketika kita menemukan bahwa ternyata diri kita jauh lebih buruk dibandingkan orang lain, maka akan menimbulkan rasa malu yang pastinya menghindarkan anda untuk membicarakan keburukan yang lain.

Intropeksi diri akan membuat anda merasa malu jika harus membicarakan keburukan orang lain sedangkan anda sendiri masih memiliki banyak kesalahan dan harus dibenahi. Intropeksi membuat anda sadar dengan kesalahan yang ada sehingga dapat dijadikan sebagai ajang untuk membenahi diri supaya dapat berperilaku lebih baik.

  1. Ingat kebaikan orang tersebut

Tidak semua orang yang dibicarakan memiliki kelakuan yang buruk sehingga tidak ada satupun ada kebaikan dari dirinya. Setiap orang tentu memiliki sisi baik dan sisi buruk. Ketika ingin membicarakan kejelekan tentangnya, sebaiknya anda ingat-ingat pula kebaikannya. Dengan mengingat sisi baik orang tersebut terlebih jika orang tersebut sering membantu anda ketika ada masalah, maka rasa keinginan untuk membicarakan hal buruk darinya akan hilang.

Hilangkan kebiasaan buruk untuk membicarakan orang ketika orang tersebut melakukan sedikit kesalahan karena bisa anda dia jauh lebih baik jika dibandingkan dengan anda.

  1. Ghibah merupakan hal yang buruk

Cara menghindari ghibah juga dapat anda lakukan dengan cara mengingatkan diri sendiri jika ghibah merupakan hal yang buruk. Tanamkan pada diri sendiri jika pelaku ghibah tidak ada manfaatnya dan hanya akan membawa keburukan. Keburukan yang didapat tidak hanya pada orang yang menjadi bahan pembicaraan melainkan juga pada si pelaku ghibah. Anda akan dicap orang sebagai tukang gosip yang gemar menggosip kesana sini.

Ghibah merupakan sifat buruk yang dilarang oleh Allah SWT. Hal ini tertuang dalam firmannya:

“…dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat 49 : 12).

  1. Banyak berpikir positif

Berpikir positif menyelamatkan anda dari pikiran-pikiran buruk yang merusak. Berpikir positif tentu lebih baik dan pastinya memberi pengaruh yang baik pula pada kehidupan anda. Berbeda dengan berpikir positif, maka gemar berpikir buruk merupakan kebalikannya.

Pikiran buruk dapat membuat anda tenggelam dalam beragam hal yang tidak bermanfaat sehingga perilaku anda juga dapat menyimpang. Selain itu pikiran buruk terhadap orang lain membuat kita dengan mudah membicarakan keburukannya.

  1. Saling mengingatkan

Anda tidak perlu merasa sungkan ataupun ragu untuk mengingatkan terhadap sesama. Namun dalam mengingatkan tentu anda sendiri juga harus mencerminkan perbuatan yang baik. jangan sampai anda hanya sekedar mengingatkan namun kelakuan anda juga tidak jauh beda dengan yang diingatkan.

Bagi anda yang beragama Islam, tentu tahu jika ghibah merupakan perbuatan yang berdosa dan dimurkai Allah. Perbuatan ini membuat timbangan kejahatan orang yang digunjingkan berpindah pada si pelaku ghibah. Sehingga ada baiknya jika anda berpikir seribu kali sebelum melakukan perbuatan satu ini.

Dalam Al-quran di jelaskan;

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan mereka yang saling mengingatkantentang kebenaran dan saling mengingatkantentang kesabaran.” (QS Al-Ashr : 1-3)

 

Dampak Ghibah Dalam Kehidupan

Ada beberapa dampak negatif dari ghibah seperti hal- hal yang berikut ini:

  • Ghibah mengurangi amal perbuatan

Bagi anda yang beragama Islam, tentu tahu betul jika ghibah dapat mengurangi amal timbangan kebaikan anda selama di dunia. Hal ini dikarenakan pahala dari pelaku ghibah akan dialihkan pada orang yang digunjingkan

  • Timbulnya permusuhan

Ketika orang yang digunjingkan tahu jika dia tengah dijadikan bahan gunjingan, tentu dia akan merasa tidak suka terlebih pada pelaku ghibah itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan putusnya persatuan dan keinginan balik untuk menyebar aib orang yang bersangkutan.

  • Putusnya hubungan

Ghibah bukan hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki hubungan jauh ataupun hubungan buruk namun dapat pula dilakukan oleh teman dekat. Ketika yang mengunjingkan teman dekat, tentu hubungan tidak akan lagi sama bahkan timbul rasa permusuhan.

Perbuatan yang baik membuahkan hal yang juga baik dan begitupun sebaliknya. Ketika diberi kesempurnaan dalam hidup berupa lisan, tentu anda harus menggunakannya sebaik mungkin dan bukannya untuk menggunjingkan orang lain. Ghibah merupakan perbuatan yang dilarang namun ada beberapa jenis perbuatan ghibah yang diperbolehkan seperti saat meminta nasehat atau ketika mengadukan kejahatan seseorang agar diadili pada pengadilan.

Ghibah dalam meminta nasehat dibenarkan untuk menghindari sesuatu yang buruk terjadi lagi sementara ghibah dalam bentuk pengaduan kepada hakim dibenarkan supaya orang yang telah melakukan kejahatan mendapatkan ganjaran yang pantas atas kejahatan yang telah diperbuatnya.

 

sumber:Dalam Islam

Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam Mengajarimu Arti Ghibah Sesungguhnya

“Jika memang apa yang engkau ceritakan tersebut ada pada dirinya itulah yang namanya ghibah, namun jika tidak berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR Muslim 2589 Bab: Al-Bir Wash Shilah Wal Adab)

 

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallambersabda,

اتدرون ما الغيبه؟ قالوا: الله ورسوله أعلم .قال:الْغِيبَة ذِكْرك أَخَاك بِمَا يَكْرَه قِيلَ : أَفَرَأَيْت إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُول ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُول فَقَدْ اِغْتَبْته ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَقَدْ بَهَتّه

“Tahukah kalian apa itu ghibah?”

Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Kemudian beliau shallahu’alaihi wasallam bersabda, “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.”

Kemudian ada yang bertanya, “Bagaimana menurutmu jika sesuatu yang aku sebutkan tersebut nyata-nyata apa pada saudaraku?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika memang apa yang engkau ceritakan tersebut ada pada dirinya itulah yang namanya ghibah, namun jika tidak berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR Muslim 2589 Bab: Al-Bir Wash Shilah Wal Adab)

Pelajaran Penting

Syaikh Abdullah al Bassam rahimahullah dalam kitab beliau Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram(IV/599, Kairo) menjelaskan poin-poin penting yang bisa diambil dari hadits diatas:

Definisi Ghibah

Nabi shallallhu’alaihi wasallam menjelaskan makna ghibah dengan menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci, baik tentang fisiknya maupun sifat-sifatnya. Maka setiap kalimat yang engkau ucapkan sementara saudaramu membenci jika tahu engkau mengatakan demikian maka itulah ghibah. Baik dia orang tua maupun anak muda, akan tetapi kadar dosa yang ditanggung tiap orang berbeda-beda sesuai dengan apa yang dia ucapkan meskipun pada kenyataannya sifat tersebut ada pada dirinya.

Adapun jika sesuatu yagn engkau sebutkan ternyata tidak ada pada diri saudaramu berarti engkau telah melakukan dua kejelekan sekaligus: ghibah dan buhtan (dusta).

Nawawiy rahimahullah mengatakan, “Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya, akhlaknya,hartanya, anak-anaknya,istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik bicarnya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat mngejek baik dengan ucapan maupun isyarat.”

Beliau rahimahullah melanjutkan, “Termasuk ghibah adalah ucapan sindiran terhadap perkataan para penulis (kitab) contohnya kalimat: ‘Barangsiapa yang mengaku berilmu’ atau ucapan ‘sebagian orang yang mengaku telah melakukan kebaikan’. Contoh yang lain adalah perkataa berikut yang mereka lontarkan sebagai sindiran, “Semoga Allah mengampuni kami”, “Semoga Allah menerima taubat kami”, “Kita memohon kepada Allah keselamatan”.

Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, “Sabda Nabi shalallahu’alaihi wasallam ذِكْرك أَخَاك (engkau meneybut-nyebut saudaramu) ini merupakan dalil bahwa larangan ghibah hanya berlaku bagi sesama saudara (muslim) tidak ada ghibah yang haram untuk orang yahudi, nashrani dan semua agama yang menyimpang, demikian juga orang yang dikeluarkan dari islam (murtad) karena bid’ah yang ia perbuat.”

Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwasanya ghibah termasukdosa besar. Mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالكُمْ وَأَعْرَاضكُمْ حَرَام عَلَيْكُم

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram atas (sesama) kalian”.( HR Muslim 3179, Syarh Nawai ‘ala Muslim)

Adakah Ghibah yang Diperbolehkan?

Nawawi rahimahullah setelah menjelaskan makna ghibah beliau berkata, “Akan tetapi ghibah itu diperbolehkan oleh syar’iat pada enam perkara:

  1. Kedzoliman, diperbolehkan bagi orang yang terdzolimi menngadukan kedzoliman kepada penguasa atau hakim yang berkuasa yang memiliki kekuatan untuk mengadili perbuatan tersebut. Sehingga diperbolehkan mengatakan,”Si Fulan telah mendzalimi diriku”atau “Dia telah berbuat demikian kepadaku.”
  2. Meminta bantun untuk menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran. Maka seseorang diperbolehkan mengatakan, “Fulan telah berbuat demikian maka cegahlah dia!”
  3. Meminta fatwa kepada mufti (pemberi fatwa,pen) dengan mengatakan:”Si Fulan telah mendzolimi diriku atau bapakku telah mendzalimi diriku atau saudaraku atau suamiku, apa yang pantas ia peroleh? Dan apa yang harus saya perbuat agar terbebas darinya dan mampu mencegah perbuatan buruknya kepadaku?”Atau ungkapan semisalnya. Hal ini diperbolehkan karena ada kebutuhan. Dan yang lebih baik hendaknya pertanyaan tersebut diungkapkan dengan ungkapan global, contohnya:“Seseorang telah berbuat demikian kepadaku” atau “Seorang suami telah berbuat dzalim kepaada istrinya” atau “Seorang anak telah berbuat demikian” dan sebagainya.

    Meskipun demkian menyebut nama person tertentu diperbolehkan, sebagaimana hadits Hindun ketika beliau mengadukan (suaminya)kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit.”

  4. Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan, contohnya memperingatkan kaum muslimin dari perowi-perowi cacat supaya tidak diambil hadits ataupun persaksian darinya, memperingatkan dari para penulis buku (yang penuh syubhat). Menyebutkan kejelekan mereka diperbolehkan secara ijma’ bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga kemurnian syari’at.
  5. Ghibah terhadap orang yang melakukan kefasikan atau bid’ah secara terang-terangnan seperti menggunjing orang yang suka minum minuman keras, melakukan perdagangan manusia, menarik pajak dan perbuatan maksiat lainnya. Diperbolehkan menyebutkannya dalam rangka menghindarkan masyarakat dari kejelekannya.
  6. Menyebut identitas seseorang yaitu ketika seseorang telah kondang dengan gelar tersebut. Seperti si buta, si pincang, si buta lagi pendek, si buta sebelah, si buntung maka diperbolehkan menyebutkan nama-nama tersebut sebagai identitas diri seseorang. Hukumnya haram jika digunakan untuk mencela dan menyebut kekurangan orang lain. Namun lebih baik jika tetap menggunakan kata yang baik sebagai panggilan, Allahu A’lam. (Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Hal.400).

Washalallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wattabi’in

Penulis: Ummu Fatimah Umi Farikhah
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar

Maraji’:
Syarhun Nawawi Ala Muslim, Abu Zakariya An Nawawi, Maktabah Asy Syamlahilah
Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram, Syaikh Abdullah Al Bassam, Jannatul Afkar, Kairo.

***
Artikel muslimah.or.id

Prof Didin Yakin Masih Banyak Anak Indonesia Seperti Musa

Cendekiawan Muslim Prof Didin Hafidhuddin ikut bangga atas prestasi yang ditorehkan oleh Musa La Ode Abu Hanafi, hafiz cilik asal Indonesia yang berhasil menjadi juara tiga di ajang Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10-14 April 2016.

Menurut Didin, prestasi Musa menjadi bukti bahwa generasi muda yang disentuh dengan pendidikan Alquran juga bisa mempersembahkan yang terbaik. “Saya yakin anak seperti Musa ini ada banyak namun kita belum mampu menggali,” kata Didin kepada Republika.co.id, Ahad (17/4).

 

Baca juga:

 

Didin berharap ini menjadi dorongan bagi orang tua untuk mendidik anak dengan pendidikan Alquran agar anak mereka menjadi generasi yang baik yang dapat memimpin Indonesia. Karena, Didin menjelaskan, di dalam hadis Nabi disebutkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah yang belajar dan mengajarkan Alquran.

“Jadi orang yang hafal Alquran itu adalah orang terbaik,” kata Didin.

Pada zaman Nabi, ungkap Didin, generasi sahabat dijuluki sebagai generasi Quran dan terbukti mereka adalah generasi terbaik. Maka, untuk menjadi generasi terbaik anak-anak Indonesia harus mengerti Alquran. “Apabila para hafiz ini dipelihara dan dijaga dengan baik maka niscaya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang unggul,” kata Didin.

Dia juga menyambut baik fenomena banyaknya perguruan tinggi yang memberikan kuota khusus bagi calon mahasiswa penghafal Alquran. Menurut Didin, orang yang sudah bisa menghafal Alquran maka akan lebih mudah menerima ilmu pengetahuan yang lain. Sehingga, mereka bisa diarahkan menjadi ulama yang mumpuni diberbagai macam ilmu syariah atau juga ulama yang ahli dalam bidang eksakta.

Untuk itu, Didin mendorong semua perguruan tinggi memberikan kesempatan seluas luasnya bagi para pemghafal alquran. Untuk mendukung lahirnya para hafiz, pemerintah khususnya Kementerian Agama harus memaksimalkan perhatiannya memberikan peluang kepada para hafiz Alquran untuk menerusakan kuliahnya dan memantau perkembangan pendidikan mereka.

 

sumber: Republika Online

Mengenal Musa, Hafiz Cilik yang Hafal 30 Juz Alquran

Menghafal Delapan Jam Sehari, Full Main Empat Hari Sekali

 

INGKAHNYA tidak berbeda dengan layaknya anak yang belum genap berusia enam tahun. Suka bermanja-manja dan kadang-kadang rewel. Sepintas orang tak akan menyangka bocah asal Bangka Barat, Bangka Belitung, tersebut sudah tuntas menghafal 30 juz Alquran.
————–
Laporan Bayu Putra, Jakarta
————-
Saat dia kali pertama tampil di panggung, seisi studio RCTI menangis haru menyaksikan kemampuannya. Prof Amir Faishol, pakar tafsir Alquran yang menjadi salah seorang juri, sembari berlinang air mata mendatangi Musa, lalu mencium tangannya.

Musa sebetulnya sangat pemalu. Dia jarang bertemu banyak orang sehingga saat kali pertama tampil di panggung sangat gugup. ”Saat itu dia sudah mau menangis,” ujar La Ode Abu Hanafi, ayah Musa. Setelah ditenangkan, perlahan Musa mulai bisa menyesuaikan diri. Untuk memudahkan adaptasi, Hanafi membaurkan Musa dengan para peserta lainnya.

Minat Musa terhadap Alquran sudah tampak sejak dirinya belum genap berusia dua tahun. ”Setiap kali saya perdengarkan kaset murottal (pembacaan) Alquran anak, dia senang dan sangat antusias menirukan,” ungkap pria 33 tahun itu. Melihat kondisi tersebut, Hanafi pun makin sering memperdengarkan kaset murottal kepada Musa.

Tidak lama setelah ulang tahun kedua Musa, Hanafi memulai bimbingan Alquran untuk anaknya itu. Karena Musa belum bisa membaca Alquran, Hanafi membimbingnya dengan metode talqin atau membacakan hafalan. Musa diminta menirukan pelafalan sang ayah. Mengingat usia sang anak, Hanafi mengajarinya dengan perlahan. Satu sesi belajar hanya berlangsung lima sampai sepuluh menit.

Bukan hal mudah mengajarkan Alquran kepada bocah yang ketika itu berusia dua tahun. Proses Musa untuk menjadi hafiz, beber Hanafi, tidak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Bagian pertama yang diajarkan kepada Musa adalah surat terakhir Alquran, yakni An Naas.

”Saya ajarkan qul saja, butuh dua sampai tiga hari dia ikuti,” kenangnya. Kemudian, menyambungkan kata qul dengan a’udzu juga butuh waktu.

Durasi Musa untuk menghafal Qul a’udzu birobbinnaas (ayat pertama surat An Naas yang berarti Katakanlah, aku berlindung dari Tuhan manusia) butuh setidaknya satu pekan.

Kemudian, saat berhasil menghafal ayat kedua,Musa lupa bagaimana bunyi ayat pertamanya sehingga hafalan harus diulang dari awal. ”Jadi, surat An Naas itu mungkin bisa ratusan kali diulang sama saya,” ungkapnya.

Metode talqin tersebut hanya dilakukan selama dua tahun dan menghasilkan hafalan dua juz ”saja”, yakni juz 30 dan 29. Hanafi mengajari Musa menghafal dari belakang, yakni dari juz 30 hingga 18. Kemudian, dia melanjutkan pelajaran menghafal dari juz 1.

Di usianya yang keempat tahun, Musa sudah bisa membaca Alquran sehingga proses hafalan menjadi lebih ringan daripada sebelumnya. Karena sudah bisa membaca Alquran, Musa mulai bisa belajar mandiri. Setiap hari Musa mampu menghafal 2,5 sampai 5 halaman Alquran dan diperdengarkan di depan Hanafi.

Dalam bimbingan Hanafi, Musa bisa menghabiskan waktu enam sampai delapan jam untuk menghafal Alquran. Hanafi memang seorang guru mengaji. Hanafi juga menghidupi keluarganya lewat kebun karet miliknya dan usaha dagangnya.

Lazimnya seorang bocah, waktu bermain juga menjadi kebutuhan yang tak bisa diabaikan. Untuk itu, setiap empat hari Hanafi meliburkan pelajaran menghafal Alquran dan memberi Musa kesempatan bermain seharian.

”Musa main mobil, kereta, sama bola sampai kotor,” ucap Musa saat ditanya mainan kesukaannya sembari bergelayut manja di pangkuan sang ayah.

Selain bermanja-manja dengan sang ayah, selama wawancara, Musa menggoda sang adik Hindun yang masih berusia dua tahun. Sempat pula Musa menangis karena lelah. Namun, setelah diberi mainan, tangisnya mereda.

Hanafi menuturkan, putranya bisa jadi apa saja suatu saat kelak. Bisa dokter, ulama, tentara, atau profesi lainnya. Namun, Hanafi memang punya target agar Musa menjadi hafiz dahulu. ”Agar dia bisa bermanfaat untuk (agama) Islam dan umat Islam,” tutur suami Yulianti itu.

Musa tampak tidak terbebani gelar hafiz yang disematkan kepada dirinya. Sebagaimana layaknya bocah, dia sangat senang manakala disodori mainan. Musa juga sudah punya cita-cita yang ingin diraihnya. ”Ingin jadi pilot,” ucap Musa lugas.

Hanafi mengakui bahwa dirinya dan istrinya bukanlah hafiz. Dia juga awalnya tidak yakin anaknya mampu. Namun, setelah merenung, dia dan sang istri memantapkan niat untuk menjadikan Musa seorang hafiz.

Musa yang merupakan sulung dari tiga bersaudara mampu menuntaskan hafalannya pertengahan Juni lalu. Surat terakhir yang dihafalkannya adalah Al Isra dan An Nahl.

Kemudian, pada akhir Juni, Musa diikutsertakan dalam ajang perlombaan hafiz internasional di Jeddah, Arab Saudi. Musa menjadi satu-satunya peserta asal Indonesia. Dia pun menjadi buah bibir di ajang tersebut karena usianya yang belum genap enam tahun.

Kedua orang tua Musa bertekad menjaga Musa agar tetap bisa konsisten. Untuk itu, mereka berencana menyekolahkan Musa dengan metode homeschooling.

”Itu upaya kami untuk menjaga hafalan Musa. Kami sedang mengajukan izin kepada pemerintah kabupaten dan menyesuaikan kurikulumnya,” terang Yulianti, ibu Musa, saat diwawancarai dalam kesempatan berbeda. (*/c9/sof)

 

sumber: jpnn

Tips Dari Ayah Musa, Bocah 5,5 Tahun Penghafal 29 Juz Al Quran

Subhanallah, inilah kebahagiaan orang tua yang luar biasa besar jika mampu mendidik anaknya menjadi penghapal Al Quran.

Anda ingin mengetahui tips ayahnya Musa dalam mendidik anaknya, Musa yang berusia 5,5 tahun namun sudah menguasai dan hafal 29 Juz Al Quran.

Bayangkan, Musa bocah asal Bangka ini memang hafal 29 Juz dan masuk 30 juz, kecuali surat An-Nahl dan surat Bani Israil. Bakat dan kemampuan Musa menjadi inspirasi para orang tua mengikuti Musa, peserta acara televisi RCTI  “Hafiz Indonesia” yang dibimbing oleh para juri berpengalaman seperti Syeikh Ali Jaber, Ustadz Amir Faishol Fath dan Ustadzah Lulu Susanti.

 

Ini Dia Tips dari Abu Musa

Ini Pesan Dari Abu Musa (La Ode Abu Hanafi) ayah dari bocah penghafal Al Quran berusia 5,5 tahun.

Dialog ini melalui WhatsApp dengan Abu Musa di Jeddah Saudi Arabia.

Admin Assunnah: Akhi bisa kasih pesan khusus untuk anak-anak agar rajin menghafal al quran karena akan saya sebarkan di BBM fb dll singkat saja abu

La Ode Abu Hanafi (Abu Musa):

Cari istri sholehah, istiqomah dan sabar yang luar biasa, tegakkan amar ma’ruf dan nasi mungkar kepada anak meskipun masih kecil, jauhkan dari musik dan tontonan yang merusak, tanamkan aqidah dan tauhid kepada anak, tanamkan siapa ahlu sholah dan siapa ahlu maksiat. Orang tua harus menjadi contoh anak. Orang tua ketika amar ma’ruf dan nahi mungkar harus ada rasa tega diri mereka kepada anak-anak.

Contohnya ketika memerintahkan belajar…banyak orang tua yang gak tega Selain yang di atas….harta kita keluarkan tuk anak belajar

Admin Assunnah: Barakallahu fiik jazakallah khoyron masih ada lagi akhi ?

La Ode Abu Hanafi (Abu Musa):

Tentukan jadwal anak seketat mungkin, kapan belajar, makan, mandi, bermain…. Dan orangtua harus istiqomah dan jangan diremehkan dan di langgar. Gak usah pedulikan perkataan orang, Emas gak akan jadi mulianya dan berharga kecuali setelah penempaan yang luar biasa….

Kelembutan dan ketegasan ( keras terkadang juga sangat bermanfaat) harus senantiasa ada

Cukup dulu akhi.

Admin Assunnah: Barakallahu fiik masyaa Allah jazakallah khoyron semoga bermanfaat untuk saudara kita yang lainnya

Dialog ini pada 4 Ramadhan 1435/ 2 Juli 2014 ____

Semoga bermanfaat untuk kaum muslim di Indonesia dan seluruh dunia.

Beliau sekeluarga sering mendapat undangan dari Saudi dan Malaysia sudah menunggu. Sekolah Tahfidz Ibnu Umar sudah mengundang insya Allah Ta’alaa mereka akan datang jika mendapat kesempatan untuk memberi motivasi pada anak didik kami.

Barakallahu fiihim. “Mengantar Generasi Al Quran dan Assunnah Menjadi Pemimpin Bangsa”

[Ibnuumar/berbagaisumber/adivammar/voa-islam.com]

 

– See more at: http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2014/07/04/31361/tips-dari-ayah-musa-bocah-55-tahun-penghafal-29-juz-al-quran/#sthash.SCvkhg6x.dpuf

Hafiz Musa Dilahirkan Saat Sang Ibu Pulang dari Majelis Taklim

Ayah Musa, La Ode Abu Hanafi, mengatakan istrinya sangat berperan besara dalam membentuk Musa sebagai penghafal Alquran. Sang istri tak pernah lelah mendidik anak pertama mereka itu.

Peran ibu ternyata sangat besar dalam membentuk Musa sebagai penghafal Alquran dan Hadis. Sang ibu sangat bersemangat untuk menjadikan bocah berumur enam tahun itu sebagai hafiz, mendampingi suaminya, La Ode Abu Hanafi.

“Sejauh mana peran istri, ini yang saya bilang keutamaan istri solehah. Istri di rumah ngajar Musa, Musa belajar dari istri saya hafalan hadis,” kata ayah Musa, Hanafi, di Jakarta, Sabtu kemarin.

Menurut Hanafi, setiap hari sang istri tak pernah melewatkan waktu untuk mengajar Musa. Padahal, pekerjaan rumah tangga lainnya yang juga berat tetap dijalani sang bunda.

“Bagaimana dengan pekerjaan rumah, dia sekarang nuggu anak keempat. Itu suah hamil besar nyetrika baju, pergi ke majelis taklim tidak pernah luput,” ujar dia.

Hanafi mengakui peran istrinya sangatlah besar dalam membentuk Musa sebagai penghafal Alquran. Tak hanya saat ini saja, sang istri sudah mengajar Musa dengan ilmu agama semenjak anak pertamanya itu masih berada di dalam kandungan.

“Istri saya mengajar Musa tidak pernah luput. Bahkan lahirnya Musa itu sepulang dari majelis taklim. Itu saking semangatnya istri saya mengajar Musa,” ujar Hanafi.

Musa adalah salah satu hafiz yang mampu menghafal Alquran dalam usia yang masih kecil. Bocah Bangka Besar, Bangka Belitung, ini sudah hafal 30 juz saat berusia lima tahun sebelas bulan.

Prestasi ini menarik perhatian Kementerian Agama dan Kedutaan Besar Arab Saudi. Sehingga Musa diikutkan dalam lomba hafiz cilik tingkat internasional di Jeddah. Sebagai peserta paling muda, Musa menempati peringkat 12 dari 25 peserta dari berbagai negara.

 

sumber: Dream

Hafiz Cilik Musa Harumkan Nama Indonesia pada MHQ Internasional Sharm El-Sheikh

Dalam rangka memenuhi undangan Kementerian Wakaf Mesir, Pemerintah RI melalui Kemenag mengutus Musa La Ode Abu Hanafi (7 tahun 10 bulan) didampingi oleh orang tuanya, La Ode Abu Hanafi untuk mengikuti Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10-14 April 2016. Jumlah peserta MHQ Internasional Sharm El-Sheikh untuk semua cabang mencapai 80 orang yang terdiri dari 60 negara antara lain Mesir, Sudan, Arab Saudi, Kuwait, Maroko, Chad, Aljazair, Mauritania, Yaman, Bahrain, Nigeria, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Australia, Ukraina, dan Indonesia serta negara-negara lainnya. Dalam hal ini, Musa merupakan utusan Indonesia satu-satunya yang berpartisipasi pada perlombaan tersebut.

Baca juga:  Syekh Rasyid, Bocah Penghafal Alquran Tanpa Guru

Musa mengikuti lomba cabang Hifz al-Quran 30 juz untuk golongan anak-anak, dan merupakan peserta paling kecil di antara seluruh peserta lomba, karena peserta lainnya berusia di atas sepuluh tahun. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta Indonesia yang mendorong jurnalis Kantor Berita MENA mewawancarai Musa dan orang tuanya pada hari pertama kedatangan mereka, sebelum bertanding. Pada keesokan harinya hasil wawancara tersebut sudah dimuat di sejumlah media Mesir dengan judul: Indonesia Berpartisipasi pada MTQ Internasional Sharm El-Sheikh dengan Peserta Paling Kecil.

 

Seperti peserta lomba cabang Hifzil Quran golongan anak-anak lainnya, Musa diminta untuk menuntaskan 6 soal, yang berhasil dilalui Musa dengan tenang, tanpa ada salah maupun lupa. Hal itu berbeda dengan para peserta lomba lainnya yang rata-rata mengalami lupa, bahkan diingatkan dan dibetulkan oleh dewan juri. Lancarnya bacaan dan ketenangan Musa dalam membawakan ayat-ayat Al-Quran yang ditanyakan membuat Ketua Dewan Juri Sheikh Helmy Gamal, Wakil Ketua Persatuan Quraa Mesir dan sejumlah hadirin meneteskan air mata.

 

Decak kagum terhadap penampilan Hafiz Cilik Indonesia tidak hanya ditunjukkan oleh dewan juri dan para hadirin. Para peserta yang menjadi saingan Musa pun menunjukkan decak kagum kepada utusan Indonesia tersebut. Setelah tampil, Musa langsung diserbu oleh oleh para hadirin untuk berfoto dan mencium kepalanya sebagai bentuk takzim sesuai budaya masyarakat Arab. Tak mau ketinggalan, Dewan Juri dan panitia dari Kementerian Wakaf Mesir ikut pula meminta Musa untuk berfoto dengan mereka. Hal itu tidak mereka lakukan terhadap peserta MTQ lainnya. Meskipun karena usianya yang masih kecil dan lidahnya yang masih cadel dan belum bisa mengucapkan hurup “R” Musa dinilai telah menjadi juara di hati dewan juri dan para hadirin, meskipun secara tertulis dia hanya memperoleh juara tiga. Hal itu karena menurut Syeikh Helmy Gamal bacaan Al-Quran diatur dengan kaedah dan hukum yang jelas dan tidak bisa dikesampingkan antara lain terkait makharijul huruf.

Pada acara penutupan, Menteri Wakaf Mesir Prof. Dr. Mohamed Mochtar Gomaa memanggil Musa dan Abu Hanafi secara khusus. Pada kesempatan tersebut Menteri Gomaa atas nama Pemerintah Mesir mengundang Musa dan Hanafi pada peringatan Malam Lailatul Qadar yang diadakan pada Ramadan mendatang. Disebutkan bahwa Presiden Mesir akan memberikan penghargaan secara langsung kepada Musa. Pemerintah Mesir akan menanggung biaya tiket dan akomodasi selama mereka berada di Mesir. Menteri Gomaa menyampaikan takjubnya kepada Musa yang berusia paling kecil dan tidak bisa berbahasa Arab, tapi menghapal Al-Quran dengan sempurna.

 

Lauti Nia Sutedja, Kordinator Fungsi Pensosbud KBRI Cairo menuturkan, “Delegasi cilik Indonesia, Musa, telah berhasil meningkatkan kecintaan bangsa lain terhadap Indonesia. Banyak peserta yang menyebutnya sebagai mukjizat. Alhamdulillah, staf kami telah berhasil merekam penampilan Musa secara utuh. Dalam waktu dekat akan kita turunkan pada laman resmi KBRI di situs jejaring Facebook dan Youtube agar dapat disaksikan oleh masyarakat di tanah air.”

 

Sementara Meri Binsar Simorangkir, KUAI KBRI Cairo menyatakan bangga bahwa Musa yang masih kecil telah berhasil mengharumkan nama Indonesia melalui Al-Quran. Menurutnya, KBRI Cairo dalam hal ini sangat mendukung upaya Musa dalam meraih prestasinya, karena ia membawa nama Indonesia.​

 

sumber: Kemlu RI

Musa, Hafidz Cilik Delegasi Kemenag Harumkan Indonesia di Mesir

Musa La Ode Abu Hanafi, hafidz cilik asal Indonesia berhasil meraih peringkat tiga kompetisi hafalan Al Quran pada Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional Sharm El Sheikh, Mesir. Prestasi membanggakan ini ikut mengharumkan nama Indonesia di Mesir dan dunia Islam lainnya.

Ayahanda Musa, La Ode Abu Hanafi melalui pesan singkatnya kepada Humas Kemenag menjelaskan bahwa musa berangkat ke Mesir pada 9 April lalu untuk mengikuti MHQ Internasional. Keberangkatan Musa karena ditunjuk oleh Kementerian Agama yang mendapatkan undangan dari Kementerian Wakaf Mesir. Hal itu tidak terlepas dari prestasi bocah berusia 10 tahun ini pada STQ Nasional tahun 2015 lalu yang berlangsung di Asrama Haji Pondok Gede.

“Musa mengikuti STQ Nasional 2015 di Pondok Gede Jakarta. Semua pertanyaan dijawab lancar tanpa salah, dan (Musa) mendapatkan peringkat 5 Cabang 30 Juz Putra,” jelasnya, Jumat (16/04) kemarin.

Menurut La Ode, ada tiga cabang lomba pada MQH Internasional di Mesir, yaitu:  cabang hafalan 30 juz dewasa beserta tafsir, cabang hafalan 15 juz dewasa beserta tafsir, dan cabang hafalan 30 juz untuk anak-anak. Total peserta dari semua cabang berjumlah 80 orang 60 negara seperti Mesir, Sudan, Arab Saudi, Kuwait, Maroko, Chad, Aljazair, Mauritania, Yaman, Bahrain, Nigeria, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Australia, Ukraina, dan Indonesia.

“Cabang ketiga inilah yang diikuti oleh Musa,” jelasnya.  Musa merupakan satu-satunya utusan Indonesia  yang berpartisipasi pada perlombaan tersebut. Hafidz Indonesia itu merupakan peserta paling kecil di antara seluruh peserta lomba, karena lainnya berusia di atas sepuluh tahun.

La Ode menambahkan, proses lomba terbagi dalam dua tahap. Peserta yang lolos tahap pertama akan masuk pada tahap kedua. Musa menjadi salah satu dari 6 peserta lainnya yang mengikuti tes tahap kedua. Peserta lainnya ada yang berasal dari  Meuretania, Mesir, dan negara Muslim lainnya.

“Musa satu-satunya peserta yang dapat menjawab pertanyaan dengan lancar tanpa salah, lupa, dan tanpa di bel tanda teguran,” terang La Ode Abu Hanafi.

Prestasi Musa ini sontak disambut gembira masyarakat Indonesia. “Delegasi cilik Indonesia, Musa, telah berhasil meningkatkan kecintaan bangsa lain terhadap Indonesia,” kata Koordinator Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya (Pensosbud) KBRI Kairo Lauti Nia Sutedja lewat siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (15/04).

Meski hanya menjadi juara tiga dalam kategori hafalan 30 juz anak-anak, Musa dianggap telah berhasil menjalani kompetisi itu karena belum menguasai bahasa Arab. Salah satu tolok ukurnya, dia mampu melantunkan Al Quran secara tartil meski sedikit cadel karena faktor usia. Ketua Dewan Juri, Syeikh Helmy Gamal, mengatakan Musa memiliki potensi yang baik meski belum menjadi juara pertama. (mkd/mkd)

 

sumber: Kemenag RI