Hak dan Kewajiban Umat Terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Bag.2)

Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Ketiga Adalah Bersegera Memenuhi Seruan Beliau, dan Langsung Mentaati Perintahnya

Allah berfirman di dalam al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ الأنفال: 24

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepadamu.” (QS. Al-Anfaal: 24)

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ النور: 51

“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman, apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka hanyalah ‘Kami mendengar, dan kami taat’.” (QS. An-Nur: 51)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ الأحزاب: 36

“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab 36)

Apakah engkau benar-benar cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah engkau benar-benar yakin bahwa hidayah hanya akan engkau dapatkan dengan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Kalau begitu, buktikan kebenaran tersebut dengan perbuatanmu. Apabila engkau mendengar perintah atau larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka katakanlah “Kami dengar dan kami taati wahai Rasulullah.” Kalau ada yang mengatakan kepadamu: “Demi Allah saya mencintaimu”, dan dia selalu mengulangi perkataan tersebut siang malam, akan tetapi ketika engkau membutuhkan bantuannya, sedikit pun dia tidak mau membantu, apakah engkau akan katakan bahwa dia sungguh-sungguh di dalam ucapannya atau justru engkau akan mengatakan orang ini pembohong? Tidak diragukan lagi kamu pasti akan mengatakan dia seorang pembohong.

Mari kita berkelana sejenak untuk melihat bagaimana ketaatan para salafus shalih terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat, kemudian beliau berdiri di atas mimbar dan berkata kepada para sahabat: “duduklah kalian.” Pada waktu itu Abdullah bin Mas’ud datang terlambat ke masjid, namun ketika beliau hendak masuk ke dalam masjid beliau mendengar perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, lantas beliau pun duduk di luar masjid dan tidak melangkah masuk ke dalam masjid. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata: “Majulah wahai Abdullah, semoga Allah azza wa jalla menambahkan ketaatanmu kepada Allah dan kepada Rasul.” HR. Abu Daud bab “Al-Imam yukallimur rajula fii khuthbatihi” Di dalam shahih Muslim disebutkan:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: أعطى النبي صلى الله عليه و سلم الراية يوم خيبر لعلي رضي الله عنه و قال: {امض و لا تلتفت حتى فتح الله عليك}

Dari Abu Hurairah beliau berkata: “Pada hari Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan bendera kepada Ali bin Abi Thalib, dan beliau pun berkata kepadanya: “Berjalanlah engkau sampai Allah azza wa jalla memberikan kemenangan atasmu, dan janganlah engkau memalingkan mukamu.”

Maka ketika beliau ingin menanyakan suatu pertanyaan yang sangat penting sekali, beliau pun berteriak dengan suara yang lantang, tanpa berpaling ke belakang:

فوقف و صرخ و لم يلتفت يارسول الله على ماذا أقاتلهم؟ قال : {قاتلهم على أن يشهدوا ألا إله إلا الله و أني رسول الله}

Maka beliau pun berdiri dan berteriak tanpa berpaling, wahai Rasulullah! Atas dasar apa aku memerangi mereka? Maka dijawab oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam“perangilah mereka sampai mereka bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah azza wa jalla, dan bahwa aku adalah utusan Allah azza wa jalla.” (HR. Muslim 2405)

Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Abdullah bin Amr bin ‘Ash mengenakan pakaian yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau belum mengetahui larangan tersebut, akan tetapi beliau melihat ketidaksukaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari raut wajah beliau, maka dia pun segera menuju rumah dan menanggalkan pakaian tersebut lantas membakarnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Abdullah bin Umar memakai pakaian yang melebihi mata kaki (isbal), maka beliau pun berkata: “Angkatlah sarungmu.” HR. Muslim bab “Tahrim jarris staubi khuyala’” Maka beliau pun langsung mengangkat sarungnya tanpa menunda-nunda sedikit pun.

Cobalah engkau bayangkan seakan-akan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadamu: “Wahai fulan bin fulan, lakukanlah pekerjaan ini, atau tinggalkanlah perbuatan ini.” Apakah engkau akan langsung mematuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Atau engkau justru berkata: “Tidak ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak bisa, karena ini sudah tidak sesuai dengan zaman, saya minta maaf.”

Dan tidak ketinggalan, para shahabiyyat pun mempunyai bagian yang tak kalah besarnya di dalam ketaatan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah duduk di antara para sahabat yang terbunuh dan terluka pada waktu perang Uhud, beliau melihat seorang wanita berlari menuju sahabat yang terbunuh, maka beliau pun berkata: “Cegahlah wanita itu, cegahlah wanita itu.” Maka berkatalah Zubair bin ‘Awwam: “Ketika itu, terbetiklah di dalam pikiranku bahwa wanita itu adalah ibuku Shafiyyah binti Abdil Muththalib, maka aku pun berusaha mencegahnya, akan tetapi dia memukulku dan menyingkirkanku, maka aku pun berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangmu untuk pergi.” Maka dia pun berhenti dan memberikan kain kafan seraya berkata: “Pergilah engkau, dan kafanilah Hamzah.” HR. Ahmad. Coba kita lihat bagaimana seorang wanita patuh kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walau pun dia merasakan kesedihan yang sangat dalam ketika kehilangan saudara laki-lakinya. Saudaraku! Beginilah kondisi para salafus shalih di dalam ketaatan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan begini pulalah seharusnya kita bersikap terhadap perintah dan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

{وجعل الذلة و الصغار على من خالف أمري}

“Dan sudah dijadikan kehinaan dan kerendahan atas mereka yang menyelisihiku.” (HR. Bukhari di dalam bab “Maa qiila fi ar-rimaah“)

Berapa banyak kita menyaksikan manusia hidup dengan kondisi yang sangat buruk, dan sangat memprihatinkan, mereka berusaha mencari pekerjaan tapi tidak berhasil, masalah selalu timbul di dalam keluarganya, segala sesuatu selalu dia rasakan sangat sulit, dan dia pun berkata: “Ya Rabb! Kenapa aku selalu mendapatkan cobaan ini?” Wahai hamba Allah! Cobalah engkau mengoreksi dirimu, mungkin cobaan ini datang karena engkau selalu menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah azza wa jalla berfirman:

{وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً }الفرقان27

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit kedua tangan mereka, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul.” (QS. Al-Furqon: 27)

Manusia apabila menyesali apa yang telah terjadi terkadang dia akan menggigit jarinya, di dalam ayat ini Allah azza wa jalla tidak mengatakan mereka menggigit satu jari, tidak juga satu tangan akan tetapi mereka menggigit kedua tangan mereka, kenapa? Karena dahulu mereka tidak menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tuntunan, karena mereka tidak mau mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi sungguh penyesalan mereka tiada bermanfaat.

Bukan itu saja, sesungguhnya mereka yang menyelisihi sunnah, atau sengaja menyelisihi sunnah, mereka terancam akan mendapatkan hukuman, tidak hanya di akhirat tetapi mereka pun terancam mendapatkan hukuman di dunia sebelum hukuman di akhirat. Diriwayatkan di dalam shahih Muslim bahwa seorang laki-laki makan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegurnya seraya berkata: “makanlah dengan tangan kanan.” Orang tersebut berkata: “Saya tidak bisa.” Maka Rasulullah pun berkata seraya mendoakan atas orang tersebut:

{لا استطعت ما يمنعك إلا الكبر} يقول الراوي “فما رفعها إلى فيه بعد ذلك.”

“Semoga kamu tidak bisa (mengangkat tanganmu lagi), tidak ada yang menghalangimu melainkan sikap sombong.” Perawi hadits ini mengatakan: “Maka setelah itu, dia tidak bisa lagi mengangkat tangan ke mulutnya.” (HR. Muslim 2021)

Allah azza wa jalla memberikan hukuman kepada orang tersebut hanya karena dia berpaling dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wahai saudaraku! Sesungguhnya permasalahannya bukanlah mobil, harta, bangunan yang apabila engkau suka dapat engkau ambil, akan tetapi permasalahannya adalah antara surga dan neraka. Ini adalah permasalahan yang sangat berbahaya sekali. Kalau engkau menginginkan surga, maka jalan menuju surga terbuka lebar, jalan menuju surga adalah dengan mengikuti sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan memenuhi secara sempurna semua perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, apabila engkau justru memilih jalan lain, jalan menuju neraka, maka semua terserah kepadamu. Rasulullah s bersabda:

{كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى} قالوا : و من يأبى يارسول الله؟ قال: {من أطاعني دخل الجنة و من عصاني دخل النار}

“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Mereka bertanya: “siapa yang enggan wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Siapa yang taat kepadaku, akan masuk surga, dan siapa yang tidak taat kepadaku, akan masuk neraka.” (HR. Bukhari 7280)

Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Terakhir Adalah Merasa Cukup Dengan Sunnah yang Telah Diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Tanpa Menambahkan Sesuatu (yang Tidak Diajarkan) ke Dalamnya

Wahai saudaraku! Siapa yang benar-benar mengikuti Nabi, sesungguhnya dia pasti akan meyakini bahwa tidak ada satu pun jalan yang dapat mendekatkan kita kepada Allah azza wa jalla, melainkan telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kenapa kita harus menambah-nambah? Kenapa kita harus berbuat bid’ah? Coba kita renungkan kisah berikut ini! Pada suatu hari Said bin Musayyib (seorang tokoh dari kalangan tabi’in) -sesudah adzan subuh- melihat seorang laki-laki shalat dua rakaat kemudian salam, lalu dia kembali mengulangi shalat dua rakaat kemudian salam, dan begitu seterusnya, maka Said bin Musayyib pun berkata kepadanya: “Jangan engkau lakukan hal yang demikian!” Maka orang tersebut pun berkata: “Wahai Abu Muhammad! Apakah Allah azza wa jalla akan mengazabku karena aku shalat?” Ketika kita menegur seseorang ketika ia melakukan suatu perkara bid’ah, seperti dzikir berjamaah, dan maulid Nabi, mereka justru berkata: “Apakah Allah azza wa jalla akan mengazabku karena ibadah ini?” Coba kita renungkan jawaban Said bin Musayyib yang menggambarkan kesungguhan di dalam mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata: “Tidak, Allah azza wa jalla tidak akan mengazabmu karena shalat, akan tetapi engkau akan mendapatkan azab karena engkau menyelisihi sunnah.” Demi Allah, sesungguhnya perbuatan bid’ah tidak akan menjadikan engkau melainkan akan semakin jauh dari Allah azza wa jalla. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

{أما بعد فإن أصدق الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم و شر الأمور محدثاتها و كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة في النار}

“Amma ba’du: sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk, adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang tidak mempunyai landasan syar’i, karena setiap perkara tersebut adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Semoga risalah singkat ini dapat memberikan manfaat bagi kita di dunia dan akhirat, semoga Allah azza wa jalla menjadikan kita orang-orang yang terdepan di dalam mengikuti sunnah dan selalu istiqomah di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

و صلى الله على نبينا محمد و على آله و أصحابه أجمعين.

***

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/58-hak-dan-kewajiban-umat-terhadap-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-2.html

Hak dan Kewajiban Umat Terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Bag.1)

إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له و أشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن نبينا و سيدنا محمدا عبده و رسوله صلى الله عليه و على آله و أصحابه و من سار على نهجه و منواله إلى يوم الدين ثم أما بعد :

Segala puji semata-mata hanya untuk Allah azza wa jalla, kami memuji, meminta ampun, dan meminta perlindungan dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan dari keburukan amal perbuatan kami semata-mata hanya kepada Allah azza wa jalla. Siapa yang di beri hidayah oleh Allah maka tidak akan ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak akan ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi kami dan pemimpin kami Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan dan hamba-Nya. Semoga shalawat beriring salam semoga selalu terlimpahkan kepada beliau, kepada keluarga beliau, kepada sahabat beliau, dan kepada mereka yang berjalan di atas jalan beliau sampai hari kiamat nanti. Amma ba’du:

Ini adalah kesempatan yang sangat berharga sekali di mana Allah azza wa jalla telah memudahkan bagi kita untuk dapat bertemu dengan saudara-saudara kita seagama, di mana kita dapat saling mengingatkan kepada apa yang dapat mendatangkan manfaat bagi kita, baik yang berkaitan dengan perkara agama kita, kehidupan kita, atau kehidupan kita di akhirat kelak.

Wahai saudara-saudaraku sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki hak yang sangat besar atas umatnya. Karena beliau adalah sebab kita dihidupkan Allah azza wa jalla sesudah kematian, dan diberikan hidayah sesudah kesesatan. Semua hati berada di dalam kegelapan, kecuali hati yang disinari oleh cahaya risalah dan kenabian beliau. Maka pada kesempatan kali ini, ada baiknya pembahasan kita berkenaan tentang kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kewajiban Pertama Atas Umat Ini, Setelah Meyakini Kenabian Beliau Adalah Mencintai Beliau, Cinta yang Benar-Benar Tumbuh dari Hati yang Suci

Bahkan wajib hukumnya untuk mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi cinta kita kepada orang tua, anak, istri, bahkan seluruh manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

{ لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده و الناس أجمعين }

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sehingga dia mencintaiku melebihi daripada cintanya kepada orang tua, anak, bahkan manusia seluruhnya”. (HR. Bukhari bab Hubbur rasuul shallallahu ‘alaihi wa sallam minal iimaan)

Di antara tanda kebenaran cinta seseorang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keinginan mereka untuk dapat melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti sabda beliau di dalam shahih Muslim:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ {مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ}

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Yang paling cinta kepadaku di antara umatku adalah orang-orang yang hidup sesudahku, di mana salah seorang di antara mereka ingin melihatku walau harus mengorbankan keluarga dan harta benda.” (HR. Muslim bab Fii man yawaddu ru’yatan nabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Kalau kita mau merenungkan sejenak, bagaimana kecintaan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada beliau, niscaya akan kita dapatkan suatu kenyataan yang sangat mengagumkan sekali, di mana salah seorang di antara mereka tidak dapat tidur nyenyak hanya untuk menunggu waktu shalat subuh sehingga dia dapat melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu contoh yang lain, di mana salah seorang di antara mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya, menghadapi kilatan pedang dan tombak, hanya untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah seorang di antara mereka berkata:

صدري دون صدرك, نحري دون نحرك يا رسول الله

“Wahai Rasulullah! Dadaku adalah tameng bagi dadamu, begitu juga leherku adalah tameng bagi lehermu.” (HR. Bukhari 3811, Muslim 1811)

Di dalam shahih Bukhari terdapat kisah Khubaib bin Abdillah Al-Anshary yang ditawan oleh kaum musyrikin, ketika hendak membunuhnya, mereka berkata:

أتود أن محمدا مكانك و أنت في أهلك و مالك؟ قال: لوددت أني أقتل و أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لا يشاك بشوكة

“Bagaimana menurutmu, apabila engkau bebas dan berada di antara harta dan keluargamu, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada pada posisimu saat ini? Maka dia pun berkata: lebih baik saya mati, daripada harus melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertusuk walau oleh sebuah duri.” (HR. Bukhari 3045, Thobroni di dalam Al-Mu’jamul Kabir)

Saudaraku! Beginilah cinta sejati kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beginilah para salaf mencintai Rasulullah. Salah seorang di antara mereka, apabila teringat Rasulullah maka mata mereka akan berlinang air mata. Di antara mereka ada yang berwudu’ sebelum menyampaikan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan ada yang memerintahkan untuk diam ketika dibacakan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana mereka diam ketika mendengarkan ayat-ayat Allah.

Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Kedua Adalah Engkau Meyakini Bahwa Tidak Ada Kebahagiaan dan Tidak Ada Kebaikan, Melainkan Hanya Dengan Mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Semua jalan menuju Allah tertutup, kecuali jalan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wahai hamba Allah! Apakah engkau menginginkan hidayah? Sesungguhnya engkau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya dengan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah azza wa jalla berfirman:

وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ الأعراف: 158

“Dan ikutilah dia (Rasulullah) agar kalian mendapatkan petunjuk.” (QS. Al-A’raaf: 158)

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا النور: 54

“Dan apabila kalian mengikutinya (Muhammad) maka kalian akan mendapatkan petunjuk.” (Qs. An-Nur: 54)

Apakah engkau menginginkan cinta dan ampunan Allah azza wa jalla? Maka simaklah firman Allah berikut ini:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ آل عمران: 31

“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31)

Apakah engkau menginginkan rahmat Allah azza wa jalla? Renungkanlah firman Allah berikut ini:

وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ آل عمران: 132

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad) agar kalian diberikan rahmat.” (QS. Ali ‘Imran: 132)

Apakah engkau menginginkan kehidupan yang hakiki? Allah azza wa jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ الأنفال: 24

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepadamu.” (QS. Al-Anfaal: 24)

Jadi, pada hakikatnya engkau wahai hamba Allah! Adalah mati, kecuali apabila Allah azza wa jalla menghidupkanmu dengan mengikuti Rasulullah.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57-hak-dan-kewajiban-umat-terhadap-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-1.html

Sembilan Keutamaan Hari Jumat

INGIN tahu apa saja keutamaan hari Jumat? Berikut adalah sembilan keutamaan hari Jumat menurut ajaran Islam yang perlu anda ketahui.

1.Hari Terbaik

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabada: “Hari terbaik di mana pada hari itu matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat.”

2. Terdapat Waktu Mustajab untuk Berdoa

Abu Hurairah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Sesungguhnya pada hari Jumat terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan salat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya waktu itu.” (H. Muttafaqun Alaih)

Ibnu Qayyim Al Jauziah – setelah menjabarkan perbedaan pendapat tentang kapan waktu itu – mengatakan: “Di antara sekian banyak pendapat ada dua yang paling kuat, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadis yang sahih, pertama saat duduknya khotib sampai selesainya salat. Kedua, sesudah Ashar, dan ini adalah pendapat yang terkuat dari dua pendapat tadi.” (Zadul Ma’ad Jilid I/389-390).

3. Sedekah pada hari itu lebih utama dibanding sedekah pada hari-hari lainnya

Ibnu Qayyim berkata: “Sedekah pada hari itu dibandingkan dengan sedekah pada enam hari lainnya laksana sedekah pada bulan Ramadan dibanding bulan-bulan lainnya”. Hadis dari Ka’ab menjelaskan: “Dan sedekah pada hari itu lebih mulia dibanding hari-hari selainnya”. (Mauquf Sahih)

4. Hari tatkala Allah Ta’ala menampakkan diri kepada hamba-Nya yang beriman di Surga

Sahabat Anas bin Malik dalam mengomentari ayat: “Dan Kami memiliki pertambahannya” (QS.50:35) mengatakan: “Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jumat”.

5. Hari besar yang berulang setiap pekan

Ibnu Abbas berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi ummat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri salat Jumat hendaklah mandi terlebih dahulu.” (HR. Ibnu Majah)

6. Hari dihapuskannya dosa-dosa

Salman Al Farisi berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mandi pada hari Jumat, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi di antara dua orang untuk dilewatinya, kemudian salat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhotbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jumat”. (HR. Bukhari).

7. Orang yang berjalan untuk salat Jumat akan mendapat pahala untuk tiap langkahnya, setara dengan pahala ibadah satu tahun salat dan puasa

Aus bin Aus berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mandi pada hari Jumat, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan salat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah”. (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan sahih oleh Ibnu Huzaimah).

8. Wafat pada malam hari Jumat atau siangnya adalah tanda husnul khatimah, yaitu dibebaskan dari fitnah (azab) kubur

Diriwayatkan oleh Ibnu Amru, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap muslim yang mati pada siang hari Jumat atau malamnya, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari fitnah kubur”. (HR. Ahmad dan Tirmizi, dinilai sahih oleh Al-Bani).

9. Hari paling utama di dunia

Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada hari jumat ini, antara lain:
Allah menciptakan Nabi Adam alaihissallam dan mewafatkannya.
Hari Nabi Adam alaihissallam dimasukkan ke dalam surga.
Hari Nabi Adam alaihissallam diturunkan dari surga menuju bumi.
Hari akan terjadinya kiamat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata:

“Hari paling baik di mana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin salat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR. Muslim)

[BeritaIslamMasaKini]

INILAH MOZAIK

Habis Gelap Terbitlah Terang

Alhamdulillâh, wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillah…

Ujian dalam Perjalanan Hidup Manusia

Siapapun yang hidup di dunia pasti akan menghadapi hal-hal yang tidak enak. Berupa musibah, sakit, sedih, problematika, kekurangan harta dan yang semisalnya. Itu sudah merupakan sunnatullah yang pasti terjadi. Allah Ta’ala menjelaskan,

“وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Kami (Allah) pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa juga buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.  [QS. Al-Baqarah (2): 155]

Kiat Menghadapi Ujian Kehidupan

Dalam menghadapi berbagai ujian tersebut, agar hati terasa lapang, ada beberapa hal yang perlu kita realisasikan. Antara lain:

Beratnya Ujian Tidak Akan Melebihi Batas Kemampuan Kita

Seberat apapun ujian yang Allah timpakan pada kita, pasti hal itu tidak akan melewati batas kemampuan kita. Alias kita akan mampu untuk menghadapinya, dengan izin Allah. Sebab Allah Ta’ala tidak akan membebani hamba-Nya melampaui batas kemampuannya.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [QS. Al-Baqarah (2): 286]

Berkurangnya Dosa dengan Kesabaran dalam Menghadapi Ujian

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ”

“Tidaklah ada kelelahan, rasa sakit, kesedihan, kekhawatiran, gangguan dan kegundah-gulanaan yang diderita seorang muslim, bahkan sampai duri yang menancap di tubuhnya; melainkan Allah akan menjadikannya sebagai penggugur sebagian dosa-dosanya.” [HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma.]

Habis Gelap Terbitlah Terang

Andaikan kita mau jujur membandingkan antara kenikmatan yang Allah karuniakan dengan musibah yang Allah timpakan pada kita, niscaya akan kita temukan bahwa musibah tersebut jauh lebih sedikit. Contoh kecilnya adalah masalah kesehatan. Antara sehatnya tubuh kita dengan sakitnya, pasti rata-rata kehidupan kita didominasi oleh kesehatan dibandingkan sakit.

Kemudian, musibah itu ada selesainya. Bahkan semakin berat ujian, biasanya itu pertanda bahwa sebentar lagi akan berakhir. Allah Ta’ala menjelaskan,

“فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا”

Artinya: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”. [QS. Al-Insyirah (94): 5]

Yakinlah, bahwa cahaya itu akan muncul setelah kegelapan! Habis gelap terbitlah terang…

Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc. MA.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52684-habis-gelap-terbitlah-terang.html

5 Keutamaan Shalat Subuh yang Diungkap Rasulullah SAW

Shalat subuh memiliki segudang keutamaan.

Shalat yang agung ini benar-benar memiliki daya tarik, karena kedudukannya dalam Islam dan nilainya yang tinggi dalam syariat. Banyak sekali hadis yang mendorong untuk melaksanakan shalat Subuh dan menyanjung mereka yang menjaganya.

Rasulullah SAW mengetahui waktu Subuh adalah waktu yang sulit. Seorang Muslim bila dibiarkan begitu saja akan memilih mengistirahatkan dirinya sampai matahari terbit dan meninggalkan shalat wajib. Karena itu Rasulullah SAW mengkhususkan shalat mulia ini dengan keistimewaan tunggal dan sifat-sifat tertentu yang tidak terulang pada shalat lainnya.

Banyak sekali keutamaan yang didapat di waktu Subuh. Salah satu keutamannya adalah Rasulullah SAW mendoakan umatnya yang bergegas dalam melaksanakan shalat Subuh, sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis, ”Ya Allah berkahilah umatku selama mereka senang bangun Subuh.” (HR Tirmizi, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah).

Jika Rasulullah SAW yang berdoa, maka tidak akan ada hijab di antara beliau dengan Allah SWT. Karena beliau sendiri adalah orang yang secara jasadiyah paling dekat dengan Allah SWT.

Pada hadis lain Rasulullah SAW bersabda, bahwasanya orang yang shalat Subuh akan dijamin oleh Allah. ”Siapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia barada dalam jaminan Allah. Maka, jangan kamu mencari jaminan Allah dengan sesuatu (selain dari shalat), yang pada saat kamu mendapatkannya justru kamu tergelincir ke dalam api neraka.” (HR Muslim). 

Jika Allah SWT yang memberikan jaminan, maka mungkin akal manusia sulit untuk menjangkau dan menebak apa yang akan diberikan Allah. Kenikmatan yang diberikan oleh manusia saja terkadang membuat

Waktu Subuh adalah waktu yang paling baik untuk mendapatkan rahmat dan ridha Allah. Allah SWT berfirman, ”Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS al-Kahfi [18]: 28).

Keutamaan shalat Subuh yang lain adalah Allah SWT kelak akan memberikan pahala yang melebihi keindahan dunia dan isinya, sebagaimana telah disebutkan dalam satu riwayat Imam at-urmuzi: ”Dari Aisyah ra telah bersabda Rasulullah SAW, Dua rakat shalat Fajar pahalanya lebih indah dari pada dunia dan isinya.”

Begitulah keistimewaan shalat Subuh. Lalu, apa yang menghalangi kita untuk menyingkap selimut dan mengakhiri tidur kita untuk melakukan shalat Subuh? Bukankah ibadah ini menjadi bagian yang begitu besar dibanding dunia seisinya?  

1. Pahala shalat malam satu malam penuh.

Diriwayatkan Muslim dari Utsman bin Affan ra berkata; Rasulullah SAW bersabda,”Barangsiapa yang shalat Isya berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barangsiapa shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh.” Hadits riwayat Muslim. 

2. Sumber cahaya di hari kiamat 

Shalat Subuh merupakan sumber dari segala sumber cahaya di hari kiamat. Di hari itu, semua sumber cahaya di dunia akan padam. Matahari akan “digulung”. Ibadahlah yang akan menerangi pelakunya. 

3. Surga yang dijanjikan

Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari ra ia berkata Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa yang shalat dua waktu yang dingin maka akan masuk surga.” (HR Al Bukhari). Dua waktu yang dingin itu adalah shalat Subuh dan shalat ashar.

4. Melihat Allah 

Mereka yang menjaga shalat Subuh dan ashar, dijanjikan kelak di surga akan melihat Allah SWT. Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Jarir bin Abdullah ra artinya: ”Kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, ketika melihat bulan purnama. Beliau berkata, ”Sungguh, kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan yang tidak terhalang dalam melihatnya. Apabila kalian mampu, janganlah kalian menyerah dalam melakukan shalat sebelum terbit matahari dan shalat sebelum terbenam matahari. Maka lakukanlah.” (HR Al Bukhari dan Muslim).

5. Berada di bawah lindungan Allah SWT

Rasulullah SAW memberi janji, bila shalat Subuh dikerjakan, maka Allah akan melindungi siapa pun yang mengerjakannya seharian penuh. Hadits yang diriwayatkan dari Jundab bin Sufyan Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Maka jangan coba-coba membuat Allah membuktikan janji-Nya. Barangsiapa yang membunuh orang yang menunaikan shalat Subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan mukanya ke dalam neraka. (HR Muslim, at-Tirmizi dan Ibnu Majah). 

KHAZANAH REPUBLIKA


Museum Rasulullah Depok Diprediksi Sedot 6-8 juta Wisatawan

Syafruddin menjelaskan, museum ini tidak hanya ditujukan kepada umat Islam.

Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Syafruddin menyatakan, Museum Rasulullah SAW yang akan dibangun di Depok, Jawa Barat, berdampak pada sektor pariwisata. Bahkan, ia mengatakan, museum itu akan menyedot enam sampai delapan juta wisatawan per tahun.

“Akan menjadi destinasi wisata Islam yang akan terkenal. Bahkan kami sudah hitung secara teknis, kira-kira enam sampai delapan juta (wisatawan) per tahun yang akan datang, dengan perhitungan jumlah masyarakat Indonesia,” ujar Syafruddin.

Namun, Syafruddin menjelaskan, museum ini tidak hanya ditujukan kepada umat Islam, tapi juga kalangan non-Muslim. Dia kemudian merujuk pada sebuah masjid yang indah dengan arsitektur modern di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, yang 80 persen pengunjungnya adalah non-Muslim.

“Orang China, dari mana-mana, yang penting dia menutup aurat, diperbolehkan masuk. Foto-foto, pulang, dia punya kenangan. Karena itu, museum ini akan menampilkan sisi humanis dan toleransi oleh Rasulullah SAW di saat itu,” papar Syafruddin.

Syafruddin juga mengingatkan, sejarah Islam identik dengan sejarah peradaban manusia sehingga harus disampaikan kepada publik terutama generasi muda untuk bersama-sama dijaga dan disebarkan kepada yang lain. “Harus kita informasikan kepada generasi muda sejarah peradaban ini,” jelasnya.

Museum Rasulullah SAW itu, lanjut Syafruddin, akan menggunakan teknologi terbaru. Dia pun telah melihat langsung kecanggihan teknologi tersebut di Madinah, Arab Saudi. Konsep museum ini didesain secara modern sehingga pengunjung dengan hanya menyentuh layar hologram dapat melihat sejarah Rasulullah SAW. “Jadi ya kecanggihan yang ada sekarang, yaitu sudah menggunakan G5, digital teknologi, dan ada juga artificial intelligence. Dan saya sudah melihat secara langsung di Madinah,” ujarnya.

Syafruddin memperkirakan pembangunan museum ini akan dilakukan dalam waktu dekat, setelah pertemuan teknis dengan Yayasan Wakaf Assalam pada Senin (4/11) awal pekan depan. “(Mulai dibangunnya) sesegera mungkin setelah pertemuan teknis besok, ya paling tidak di awal tahun depan, Januari,” katanya.

Pembangunan Museum Rasulullah SAW ini didasarkan pada nota kesepahaman (MoU) antara DMI, Liga Muslim Dunia, dan Yayasan Wakaf Assalam. Museum Rasulullah ini dibangun dengan biaya dari Liga Muslim Dunia. “Dananya akan di-founding oleh Liga Muslim Dunia, tapi kami juga punya tugas dan kewajiban-kewajiban,” jelas Syafruddin.

REPUBLIKA


Mana Bukti Cintamu pada Nabi?

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi akhir zaman, kepada keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Dengan berbagai macam cara seseorang akan mencurahkan usahanya untuk membuktikan cintanya pada kekasihnya. Begitu pula kecintaan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap orang pun punya berbagai cara untuk membuktikannya. Namun tidak semua cara tersebut benar, ada di sana cara-cara yang keliru. Itulah yang nanti diangkat pada tulisan kali ini. Semoga Allah memudahkan dan memberikan kepahaman.

Kewajiban Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 24). Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,  “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.”[1] Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari makhluk lainnya adalah wajib.

Bahkan tidak boleh seseorang mencintai dirinya hingga melebihi kecintaan pada nabinya. Allah Ta’ala berfirman,

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.” (QS. Al Ahzab: 6). Syihabuddin Al Alusi rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan sesuatu dan tidak ridho pada umatnya kecuali jika ada maslahat dan mendatangkan keselamatan bagi mereka. Berbeda dengan jiwa mereka sendiri. Jiwa tersebut selalu mengajak pada keburukan.”[2] Oleh karena itu, kecintaan pada beliau mesti didahulukan daripada kecintaan pada diri sendiri.

‘Abdullah bin Hisyam berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu. Lalu Umar berkata, ”Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata,

لاَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ

Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya (imanmu belum sempurna). Tetapi aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian ’Umar berkata, ”Sekarang, demi Allah. Engkau (Rasulullah) lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, ”Saat ini pula wahai Umar, (imanmu telah sempurna).”[3]

Mengapa Kita Harus Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Mencintai seseorang dapat kembali kepada 2 alasan :

Alasan pertama: berkaitan dengan sosok yang dicintai

Semakin sempurna orang yang dicintai, maka di situlah tempat tumbuhnya kecintaan. Sedangkan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam adalah manusia yang paling luar biasa dan sempurna dalam akhlaq, kepribadian, sifat dan dzatnya. Di antara sifat beliau adalah begitu perhatian pada umatnya, begitu lembut dan kasih sayang pada umatnya. Sebagaimana Allah Ta’ala mensifati beliau dalam firman-Nya,

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)

Alasan kedua: berkaitan dengan faedah yang akan diperoleh jika seseorang mencintai nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara faedah tersebut adalah:

[1] Mendapatkan manisnya iman

Dari Anas radhiyallahu ’anhu , Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Tiga perkara yang membuat seseorang akan mendapatkan manisnya iman yaitu: Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya; mencintai saudaranya hanya karena Allah; dan benci kembali pada kekufuran sebagaimana benci dilemparkan dalam api.[4]

[2] Akan menjadikan seseorang bersama beliau di akhirat

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.”[5]

Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamAnta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).” Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”[6]

[3] Akan memperoleh kesempurnaan iman

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Seseorang tidaklah beriman (dengan sempurna) hingga aku lebih dicintainya dari anak dan orang tuanya serta manusia seluruhnya.”[7]

Dengan dua alasan inilah tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.[8]

Bukti Cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Pertama: Mendahulukan dan mengutamakan beliau dari siapa pun

Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makhluk pilihan dari Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِى مِنْ بَنِى هَاشِمٍ

Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah yang terbaik dari keturunan Isma’il. Lalu Allah pilih Quraisy yang terbaik dari Kinanah. Allah pun memilih Bani Hasyim yang terbaik dari Quraisy. Lalu Allah pilih aku sebagai yang terbaik dari Bani Hasyim.[9]

Di antara bentuk mendahulukan dan mengutamakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari siapa pun yaitu apabila pendapat ulama, kyai atau ustadz yang menjadi rujukannya bertentangan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka yang didahulukan adalah pendapat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Asy Syafi’i rahimahullah, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang lainnya.”[10]

Kedua: Membenarkan segala yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Termasuk prinsip keimanan dan pilarnya yang utama ialah mengimani kemaksuman Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dari dusta atau buhtan (fitnah) dan membenarkan segala yang dikabarkan beliau tentang perkara yang telah berlalu, sekarang, dan akan datang. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)

Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm: 1-4)

Ketiga: Beradab di sisi Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Di antara bentuk adab kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah memuji beliau dengan pujian yang layak baginya. Pujian yang paling mendalam ialah pujian yang diberikan oleh Rabb-nya dan pujian beliau terhadap dirinya sendiri, dan yang paling utama adalah shalawat dan salam kepada beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَخِيلُ الَّذِي مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

“Orang yang bakhil (pelit) adalah orang yang apabila namaku disebut di sisinya, dia tidak bershalawat kepadaku.[11]

Keempat: Ittiba’ (mencontoh) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berpegang pada petunjuknya.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.” (QS. Ali Imron: 31)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), janganlah membuat bid’ah. Karena (ajaran Nabi) itu sudah cukup bagi kalian. Semua amalan yang tanpa tuntunan Nabi (baca: bid’ah) adalah sesat .”[12]

Kelima: Berhakim kepada ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Sesungguhnya berhukum dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah salah satu prinsip mahabbah (cinta) dan ittiba’ (mengikuti Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam). Tidak ada iman bagi orang yang tidak berhukum dan menerima dengan sepenuhnya syari’atnya. Allah Ta’ala berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’: 65)

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Setiap orang yang keluar dari ajaran dan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Allah telah bersumpah dengan diri-Nya yang disucikan, bahwa dia tidak beriman sehingga ridha dengan hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala yang diperselisihkan di antara mereka dari perkara-perkara agama dan dunia serta tidak ada dalam hati mereka rasa keberatan terhadap hukumnya.”[13]

Keenam: Membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Membela dan menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah salah satu tanda kecintaan dan pengagungan. Allah Ta’ala berfirman,

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al Hasyr: 8)

Di antara contoh pembelaaan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti diceritakan dalam kisah berikut. Ketika umat Islam mengalami kekalahan, Anas bin Nadhr pada perang Uhud mengatakan, ”Ya Allah, aku memohon ampun kepadamu terhadap perbuatan para sahabat dan aku berlepas diri dari-Mu dari perbuatan kaum musyrik.”  Kemudian ia maju lalu Sa’ad menemuinya. Anas lalu berkata, ”Wahai Sa’ad bin Mu’adz, surga. Demi Rabbnya Nadhr, sesungguhnya aku mencium bau surga dari Uhud.” ”Wahai Rasulullah, aku tidak mampu berbuat sebagaimana yang diperbuatnya,” ujar Sa’ad. Anas bin Malik berkata, ”Kemudian kami dapati padanya 87 sabetan pedang, tikaman tombak, atau lemparan panah. Kami mendapatinya telah gugur dan kaum musyrikin telah mencincang-cincangnya. Tidak ada seorang pun yang mengenalinya kecuali saudara perempuannya yang mengenalinya dari jari telunjuknya.”[14]

Bentuk membela Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengharuskan beberapa hal, di antaranya:

[1Membela para sahabat Nabi –radhiyallahu ’anhum-

Rasulullah shallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِي فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Janganlah mencaci maki salah seorang sahabatku. Sungguh, seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka itu tidak menyamai satu mud (yang diinfakkan) salah seorang mereka dan tidak pula separuhnya.[15]

Di antara hak-hak para sahabat adalah mencintai dan meridhoi mereka. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hasyr: 10)

Sungguh aneh jika ada yang mencela sahabat sebagaimana yang dilakukan oleh Rafidhah (Syi’ah). Mereka sama saja mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Malik dan selainnya rahimahumullah mengatakan, “Sesungguhnya Rafidhah hanyalah ingin mencela Rasul. Jika seseorang mengatakan bahwa orang itu jelek, maka berarti sahabat-sahabatnya juga jelek. Jika seseorang mengatakan bahwa orang itu sholih, maka sahabatnya juga demikian.[16] Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Adapun Rafidhah, maka merekalah orang-orang yang sering mencela sahabat Nabi dan perkataan mereka. Hakikatnya, apa yang ada di batin mereka adalah mencela risalah Muhammad.”[17]

[2] Membela para isteri Nabi, para Ummahatul Mu’minin –radhiyallahu ’anhunna-

Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Siapa saja yang mencela Abu Bakr, maka ia pantas dihukum cambuk. Siapa saja yang mencela Aisyah, maka ia pantas untuk dibunuh.” Ada yang menanyakan pada Imam Malik, ”Mengapa bisa demikian?” Beliau menjawab, ”Barangsiapa mencela mereka, maka ia telah mencela Al Qur’an karena Allah Ta’ala berfirman (agar tidak lagi menyebarkan berita bohong mengenai Aisyah, pen),

يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. An Nur: 17)”[18]

Ketujuh: Membela ajaran (sunnah) Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Termasuk membela ajaran beliau shallallahu ’alaihi wa sallam ialah memelihara dan menyebarkannya, menjaganya dari ulah kaum batil, penyimpangan kaum yang berlebih-lebihan dan ta’wil (penyimpangan) kaum yang bodoh, begitu pula dengan membantah syubhat kaum zindiq  dan pengecam sunnahnya, serta menjelaskan kedustaan-kedustaan mereka. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah mendo’akan keceriaan wajah bagi siapa yang membela panji sunnah ini dengan sabdanya,

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ

“Semoga Allah memberikan kenikmatan pada seseorang yang mendengar sabda kami lalu ia menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya. Betapa banyak orang yang diberi berita lebih paham daripada orang yang mendengar.”[19]

Kedelapan: Menyebarkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Di antara kesempurnaan cinta dan pengagungan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ialah berkeinginan kuat untuk menyebarkan ajaran (sunnah)nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.[20] Yang disampaikan pada umat adalah yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan sesuatu yang tidak ada tuntunannya.

Bukti Cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bukanlah dengan Berbuat Bid’ah

Sebagaimana telah kami sebutkan di atas bahwa di antara bukti cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menyebarkan sunnah (ajaran) beliau. Oleh karenanya, konsekuensi dari hal ini adalah dengan mematikan bid’ah, kesesatan dan berbagai ajaran menyimpang lainnya. Karena sesungguhnya melakukan bid’ah (ajaran yang tanpa tuntunan) dalam agama berarti bukan melakukan kecintaan yang sebenarnya, walaupun mereka menyebutnya cinta.[21] Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.[22]

Kecintaan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah dengan tunduk pada ajaran beliau, mengikuti jejak beliau, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan serta bersemangat tidak melakukan penambahan dan pengurangan dalam ajarannya.[23]

Contoh cinta Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang keliru adalah dengan melakukan bid’ah maulid nabi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ’Idul Abror-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.”[24]

Pandangan Ulama Ahlus Sunnah Tentang Maulid Nabi

[Pertama] Muhammad bin ‘Abdus Salam Khodr Asy Syuqairiy membawakan pasal “Di bulan Rabi’ul Awwal dan Bid’ah Maulid”. Dalam pasal tersebut, beliau rahimahullah mengatakan, “Bulan Rabi’ul Awwal ini tidaklah dikhusukan dengan shalat, dzikr, ‘ibadah, nafkah atau sedekah tertentu. Bulan ini bukanlah bulan yang di dalamnya terdapat hari besar Islam seperti berkumpul-kumpul dan adanya ‘ied sebagaimana digariskan oleh syari’at. … Bulan ini memang adalah hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sekaligus pula bulan ini adalah waktu wafatnya beliau. Bagaimana seseorang bersenang-senang dengan hari kelahiran beliau sekaligus juga kematiannya[?] Jika hari kelahiran beliau dijadikan perayaan, maka itu termasuk perayaan yang bid’ah yang mungkar. Tidak ada dalam syari’at maupun dalam akal yang membenarkan hal ini.

Jika dalam maulid terdapat kebaikan,lalu mengapa perayaan ini dilalaikan oleh Abu Bakar, ‘Umar, Utsman, ‘Ali, dan sahabat lainnya, juga tabi’in dan yang mengikuti mereka [?] Tidak disangsikan lagi, perayaan yang diada-adakan ini adalah kelakuan orang-orang sufi, orang yang serakah pada makanan, orang yang gemar menyiakan waktu dengan permainan sia-sia dan pengagung bid’ah. …”

Lalu beliau melanjutkan dengan perkataan yang menghujam, “Lantas faedah apa yang bisa diperoleh, pahala apa yang bisa diraih dari penghamburan harta yang memberatkan [?]”[25]

[Kedua] Seorang ulama Malikiyah, Syaikh Tajuddin ‘Umar bin ‘Ali –yang lebih terkenal dengan Al Fakihaniy- mengatakan bahwa maulid adalah bid’ah madzmumah (bid’ah yang tercela). Beliau memiliki kitab tersendiri yang beliau namakan “Al Mawrid fil Kalam ‘ala ‘Amalil Mawlid (Pernyataan mengenai amalan Maulid)”.

Beliau rahimahullah mengatakan, “Aku tidak mengetahui bahwa maulid memiliki dasar dari Al Kitab dan As Sunnah sama sekali. Tidak ada juga dari satu pun ulama yang dijadikan qudwah (teladan) dalam agama menunjukkan bahwa maulid berasal dari pendapat para ulama terdahulu. Bahkan maulid adalah suatu bid’ah yang diada-adakan, yang sangat digemari oleh orang yang senang menghabiskan waktu dengan sia-sia, sangat pula disenangi oleh orang serakah pada makanan. Kalau mau dikatakan maulid masuk di mana dari lima hukum taklifi (yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), maka yang tepat perayaan maulid bukanlah suatu yang wajib secara ijma’ (kesepakatan para ulama) atau pula bukan sesuatu yang dianjurkan (sunnah).  Karena yang namanya sesuatu yang dianjurkan (sunnah) tidak dicela orang yang meninggalkannya. Sedangkan maulid tidaklah dirayakan oleh sahabat, tabi’in dan ulama sepanjang pengetahuan kami. Inilah jawabanku terhadap hal ini. Dan tidak bisa dikatakan merayakan maulid itu mubah karena yang namanya bid’ah dalam agama –berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin- tidak bisa disebut mubah. Jadi, maulid hanya bisa kita katakan terlarang atau haram.”[26]

Penutup

Cinta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bukanlah dengan merayakan Maulid. Hakikat cinta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti (ittiba’) setiap ajarannya dan mentaatinya. Semakin seseorang mencintai Nabinya maka dia juga akan semakin mentaatinya. Dari sinilah sebagian salaf mengatakan:

لهذا لما كَثُرَ الأدعياء طُولبوا بالبرهان ,قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ

Tatkala banyak orang yang mengklaim mencintai Allah, mereka dituntut untuk mendatangkan bukti. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ”Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imron: 31).[27] Orang yang cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu hanya mau mengikuti ajaran yang beliau syariatkan dan bukan mengada-ada dengan melakukan amalan yang tidak ada tuntunan, alias membuat bid’ah.

Insya Allah, pada kesempatan selanjutnya kita akan membahas kerancuan yang dikemukakan oleh orang-orang yang menyatakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mendukung acara Maulid Nabi. Semoga Allah mudahkan.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Diselesaikan pada tanggal 8 Rabi’ul Awwal 1431 H, di Pangukan-Sleman.

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/2150-mana-bukti-cintamu-pada-nabi.html

Mengenal Rasulullah saw Melalui Ayat Suci Al-Qur’an

Sebelum memulai tulisan kali ini, kami dari Khazanah Al-Qur’an mengucapkan selamat berbahagia kepada seluruh umat Muhammad atas lahirnya Manusia Termulia, penutup para Nabi, Baginda Muhammad saw. Kita semua tau bahwa nama Muhammad saw adalah nama yang paling terkenal di segala penjuru langit dan bumi, namun dibalik kemasyhuran namanya, sulit untuk menjangkau keagungan dan kemuliaannya. Kita hanya mampu mengambil penggalan demi penggalan kemuliaannya melalui kabar dari Penciptanya, dari orang-orang terdekatnya atau dari lisan sucinya sendiri.

Hari ini kita akan memulai untuk mengenal beliau lebih dalam melalui ayat-ayat suci Al-Qur’an, melalui Dzat yang paling mengenalnya, tiada lain adalah Allah Robbul Alamin.

1. Muhammad saw adalah penutup para Nabi.

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.” (QS.Al-Ahzab:40)

2. Dia adalah Rasul yang diutus untuk seluruh manusia.

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً

Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kalian semua. (QS.Al-A’raf:158)

3. Dia adalah Rasul yang diutus untuk memberi rahmat bagi seluruh alam.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan Kami tidak Mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS.Al-Anbiya’:107)

4. Dia adalah Rasul yang misinya Dijamin dan Dijaga langsung oleh Allah swt.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang Menurunkan al-Quran, dan pasti Kami (pula) yang Memeliharanya.” (QS.Al-Hijr:9)

5. Dia adalah Rasul yang tak pernah berbicara kecuali wahyu.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى – إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut keinginannya. Tidak lain (itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS.An-Najm:3)

6. Dia adalah Rasul yang Allah pernah Bersumpah demi kehidupannya.

لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ

(Allah Berfirman), “Demi umurmu (Muhammad), sungguh, mereka terombang-ambing dalam kemabukan (kesesatan).” (QS.Al-Hijr:72)

7. Dia adalah Rasul yang umatnya Dilarang oleh Allah untuk memanggil namanya secara langsung atau tanpa penghormatan.

لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضاً

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (QS.An-Nur:63)

وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ

“Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain. (QS.Al-Hujurat:2)

8. Dia adalah Rasul yang Allah dan para Malaikat pun bersalawat kepadanya.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS.Al-Ahzab:56)

9. Dia adalah Rasul yang Allah Memberinya gelar dengan Nama-Nya (Rouf dan Rohim.)

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, pengasih dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. (QS.At-Taubah:128)

إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sungguh, Tuhan-mu Maha Pengasih, Maha Penyayang” (An-Nahl:7)

10. Dia adalah Rasul yang perangainya Dipuji oleh Allah swt.

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” (QS.Al-Qalam:4)

11. Dia adalah Rasul yang meraih kesempurnaan hingga menjadi suri tauladan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ –

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat” (QS.Al-Ahzab:21)

12. Dia adalah Rasul yang ketaatan kepadanya disamakan dengan ketaatan kepada Allah swt.

مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS.An-Nisa’:80)

13. Dia adalah Rasul yang menjadi saksi para nabi di Hari Kiamat.

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَـؤُلاء شَهِيداً

“Dan bagaimanakah jika Kami Mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami Mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka.” (QS.An-Nisa:41)

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيداً عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيداً عَلَى هَـؤُلاء

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami Bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami Datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka.” (QS.An-Nahl:89)

14. Dia adalah Rasul yang memiliki kedudukan tertinggi.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat Tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu Mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS.Al-Isra’:79)

15. Dia adalah Rasul yang keberadaannya menjadikan umat manusia aman dari adzab yang menyeluruh.

وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS.Al-Anfal:23)

16. Dia adalah Rasul yang Allah Ingin Menjadikan dirinya rela.

وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى

“Dan sungguh, kelak Tuhan-mu pasti Memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.” (QS.Adh-Dhuha:5)

17. Dia adalah Rasul yang hampir membinasakan dirinya karena kecintaannya pada umatnya.

لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

“Boleh jadi engkau (Muhammad) akan membinasakan dirimu (dengan kesedihan), karena mereka (penduduk Mekah) tidak beriman.” (QS.Asy-Syuara’:3)

فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ

“Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.” (QS.Fathir:8)

Inilah ayat-ayat yang berbicara tentang Rasulullah saw. Tentu masih banyak lagi ayat yang membicarakan tentang beliau dan akan kita temukan dalam artikel-artikel selanjutnya.

Selamat menyambut bulan kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw, semoga kita mendapat syafaatnya kelak di Hari yang tiada penolong selain syafaatnya.

Khusus di bulan maulid ini, Khazanah Al-Qur’an akan fokus untuk menyajikan kajian tentang Nabi Muhammad saw. Semoga dapat menambah kecintaan kita kepada beliau.

KHAZANAH ALQURAN

Dianjurkan Baca Surat Ini Ketika Shalat Dhuha

Shalat dhuha termasuk salah satu dari shalat sunah yang dianjurkan. Terdapat banyak dalil, baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang menegaskan keutamaan shalat dhuha. Di antara dalil kesunahan shalat dhuha ialah hadis tentang wasiat Rasulullah kepada Abu Hurairah. Dalam riwayat Bukhari-Muslim, Abu Hurairah berkata, “Rasulullah pernah berwasiat tiga hal kepadaku: puasa tiga hari dalam setiap bulan, shalat dhuha dua raka’at, dan witir sebelum tidur.”

Wasiat ini tidak hanya berlaku khusus bagi Abu Hurairah, tetapi berlaku umum untuk seluruh umat Nabi Muhammad. Sebab itu, dianjurkan bagi umat Islam mengerjakan shalat dhuha. Supaya ibadah shalat dhuha sempurna dan sah, perlu memerhatikan aturan berikut ini:

Waktu Dhuha

Shalat dhuha dikerjakan mulai saat matahari meninggi setinggi tombak, atau lima belas menit atau dua puluh menit setelah matahari terbit, sampai tergelincir matahari, masuknya sholat dzuhur.

Niat Shalat Dhuha

ﺃﺻَﻠِّﻲ ﺳُﻨَّﺔَ ﺍﻟﻀُﺤَﻰ ﺭَﻛَﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻟِﻠﻪِ ﺗَﻌﺎﻟﻰَ

“Usholli sunnatad-dhuha rak’ataini lillahi ta’alaa”.

“Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat karena Allah ta’ala”.

Jumlah Raka’at:

Shalat dhuha dikerjakan minimal dua raka’at dan paling banyak delapan raka’at. Kalau shalat dhuha delapan raka’at dianjurkan mengerjakannya dua raka’at-dua raka’at.

Bacaan Shalat

Bacaan shalat dhuha seperti halnya shalat pada umumnya, tetapi dianjurkan membaca surat al-Syams dan al-Dhuha, atau al-Kafirun dan al-Ikhlas, setelah membaca surat al-fatihah.

oleh Hengki Ferdinsyah, Lc, MA

ISLAMIco

Kapan Kita Menjadikan Rasulullah saw Sebagai Suri Tauladan?

Allah swt telah menjadikan Rasulullah saw sebagai manusia yang paling sempurna. Hingga Allah swt memuji kesempurnaan itu dalam firman-Nya :

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS.Al-Qalam:4)

Setelah Allah menjadikan Rasulullah saw sebagai makhluk paling sempurna kemudian Allah menjadikannya sebagai suri tauladan bagi semua manusia. Sebagaimana tercantum dalam firman-Nya,

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS.Al-Ahzab:21)

Artinya, manusia yang ingin sampai pada puncak kesempurnaannya maka tidak ada jalan lain kecuali meniru Rasulullah saw dan menjadikan beliau sebagai suri tauladannya.

Namun ayat ini memberikan tiga syarat agar kita mampu menjadikan Baginda Nabi saw sebagai suri tauladan kita. Bila tiga syarat ini tidak terpenuhi maka mustahil kita bisa meniru dan mentauladani Rasul saw.

Apakah syarat-syarat tersebut?

(1) Mengharap keridhoaan Allah dalam hidupnya.

Orang yang hidupnya hanya mengharapkan dunia dan kenikmatan semu didalamnya mustahil akan menjadikan Rasulullah saw sebagai suri tauladan dalam hidupnya.

Dan sebaliknya, barangsiapa yang mengharapkan kerelaan Allah maka semua aktifitas dalam hidupnya akan selalu dalam rangka mencari Keridhoan-Nya.

(2) Memfokuskan hidupnya untuk meraih akhirat.

Syarat kedua ini tidak berarti meninggalkan dunia, namun tetap menikmati kenikmatan dunia tapi ia jadikan semua kenikmatan itu menjadi fasilitas untuk meraih akhirat. Dunia hanya wasilah bagi dirinya sementara akhirat adalah tujuan hidupnya.

Orang yang selalu mengingat akhirat adalah orang yang mampu meneladani Rasulullah saw.

(3) Selalu mengingat Allah swt.

Orang yang lupa kepada Allah mustahil akan menjadikan Rasulullah saw sebagai teladannya.

Inilah tiga syarat agar kita mampu meneladani Rasulullah saw. Mengharap Keridhoan Allah, mengharapkan kehidupan di akhirat dan selalu mengingat Allah swt.

Apabila tiga syarat ini terpenuhi maka kita akan terdorong untuk selalu menjadikan Nabi sebagai suri tauladan dalam kehidupan kita. Dan siapa yang menjadikan Rasul saw sebagai suri tauladannya maka ia telah menapaki jalan menuju kesempurnaan.

Semoga bermanfaat

KHAZANAH ALQURAN