Adakah Keutamaan Khusus Mencari Rezeki setelah Shalat Jum’at?

Pertanyaan:

Apakah benar ada keutamaan khusus untuk bekerja mencari rezeki atau berjualan di hari Jum’at setelah shalat Jum’at? Mohon penjelasannya, jazakumullah khairan.

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’ wal mursalin, nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.

Benar, hal ini disebutkan oleh sebagian ulama. Bahwa ada keutamaan untuk mencari rezeki di hari Jum’at setelah shalat Jum’at. Allah ta’ala berfirman:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan shalat (Jum’at), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. al-Jumu’ah: 10)

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menjelaskan ayat ini, beliau berkata:

كما كان عراك بن مالك رضي الله عنه إذا صلى الجمعة انصرف فوقف على باب المسجد فقال : اللهم إني أجبت دعوتك وصليت فريضتك وانتشرت كما أمرتني فارزقني من فضلك وأنت خير الرازقين رواه ابن أبي حاتم 

Sebagaimana yang dilakukan oleh ‘Arak bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Jika sudah selesai shalat Jum’at, beliau beranjak dan berdiri di pintu masjid sambil berdoa: “Ya Allah, aku telah penuhi panggilan-Mu, dan aku telah kerjakan shalat wajib untuk-Mu, dan aku akan bertebaran di muka bumi sebagaimana Engkau perintahkan, maka berilah aku rezeki dari karunia-Mu, Engkau adalah sebaik-baik pemberi rezeki.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim)

وروي عن بعض السلف أنه قال : من باع واشترى في يوم الجمعة بعد الصلاة بارك الله له سبعين مرة لقول الله تعالى ” فإذا قضيت الصلاة فانتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله

Dan diriwayatkan dari sebagian salaf, bahwa mereka berkata: “Siapa yang berjual-beli di hari Jum’at setelah shalat Jum’at, Allah akan memberinya keberkahan 70 kali. Berdasarkan firman Allah ta’ala (yang artinya): Apabila telah ditunaikan shalat (Jum’at), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah (QS. al-Jumu’ah: 10).”

(Tafsir Ibnu Katsir, 8/122-123)

Wallahu a’lam. Semoga Allah memberi taufik dan rezeki yang melimpah.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/39372-adakah-keutamaan-khusus-mencari-rezeki-setelah-shalat-jumat.html

Hukum Mencicil Bacaan Surah Al-Kahfi di Hari Jumat

Di antara perkara yang sering ditanyakan sebagian orang adalah mengenai hukum mencicil bacaan surah Al-Kahfi di hari Jumat. Pasalnya, terdapat sebagian orang yang tidak bisa menuntaskan bacaan surah Al-Kahfi dengan sekali duduk, melainkan harus dicicil hingga dua sampai tiga kali agar surah Al-Kahfi itu bisa sempurna dibaca. Sebenarnya, bagaimana hukum mencicil bacaan surah Al-Kahfi di hari Jumat?

Menurut para ulama, kesunnahan waktu membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat dimulai sejak matahari terbenam di hari Kamis hingga matahari terbenam di hari Jumat. Selama surah Al-Kahfi dibaca dalam rentang waktu tersebut, baik dibaca dengan sekali duduk selesai maupun dicicil hingga dua sampai tiga kali, maka hal itu sudah memenuhi kesunnahan membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat.

Oleh karena itu, boleh bagi seseorang mencicil bacaan surah Al-Kahfi di hari Jumat. Ia boleh mencicil bacaan surah Al-Kahfi sampai dua atau tiga kali hingga dia bisa merampungkan bacaan surah Al-Kahfi itu dengan sempurna.

Ini sebagaimana disebutkan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah berikut;

وظاهر الأحاديث أنه لا يلزم أن تقرأ السورة دفعة واحدة، بل لو فرق قراءتها في أثناء اليوم حصل المأمور به، إذ المقصود أن تقع قراءة جميع السورة في ذلك الوقت المخصوص، وكذا لو قرأها في الصلاة فلا بأس، إذ المقصود من قراءتها يحصل بذلك وإن كانت المبادرة إلى قراءتها وعدم تأخير قراءة شيء منها أولى مسارعة إلى فعل الخير وامتثالاً لقوله تعالى فاستقبوا الخيرات

Berdasarkan redaksi hadis-hadis (mengenai keutamaan membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat) diketahui bahwa surah Al-Kahfi tidak harus dibaca langsung sekaligus, bahkan bila dibaca terpisah di siang hari (Jumat), maka perintah telah dijalankan, karena maksud perintah untuk membaca seluruh surat di waktu khusus tersebut telah dijalankan. Begitu juga tidak masalah membaca surah Al-Kahfi saat shalat. Walaupun tentunya menyegerakan membaca dan tidak menundanya itu lebih baik dalam menunaikan kebaikan dan juga telah sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah; Maka berlomba-lombalah kalian dalam berbuat kebajikan.

Dengan demikian, selama surah Al-Kahfi itu dibaca dalam rentang waktu antara terbenamnya matahari di hari Kamis dan terbenamnya matahari di hari Jumat, baik dibaca utuh sekali duduk maupun dicicil, maka hal itu sudah dinilai telah memenuhi kesunnahan membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat.

BINCANG SYARIAH

Berapa Kali Sebaiknya Membaca Surah Al-Kahfi di Hari Jumat?

Pada malam atau hari Jumat, kita dianjurkan untuk membaca surah Al-Kahfi. Berdasarkan beberapa hadis, terdapat beberapa keutamaan membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat, di antaranya perbuatan dosa kita diampuni oleh Allah hingga Jumat berikutnya. Namun berapa kali sebaiknya kita membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat, apakah cukup hanya sekali saja?

Menurut para ulama, membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat tidak ada batasan maksimalnya. Kita dianjurkan untuk membaca surah Al-Kahfi sebanyak yang kita bisa di hari Jumat. Semakin banyak surah Al-Kahfi yang kita baca, maka semakin banyak pahala dan keutamaan yang akan kita peroleh.

Bahkan menurut sebagian ulama Syafiiyah, dianjurkan membaca surah Al-Kahfi hingga tiga kali, dan ini merupakan batas minimal dari anjuran memperbanyak membaca surah Al-Kahfi. Lebih dari tiga kali, maka hal itu lebih baik.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin berikut;

وأن يكثر منها) أي ويسن أن يكثر من قراءة سورة الكهف، وأقل الاكثار ثلاث مرات، كما في حواشي المحلى، وحواشي المنهج

Dianjurkan memperbanyak membaca surah Al-Kahfi, artinya disunnahkan memperbanyak membaca surah Al-Kahfi, dan batasan minimal dalam hal ini adalah tiga kali, sebagaimana disebutkan dalam kitab Hawasyi Al-Mahalli dan Hawasyi Al-Minhaj.

Bahkan dalam kitab Al-Bujairimi ‘ala Al-Khatib disebutkan bahwa memperbanyak membaca surah Al-Kahfi di malam dan hari Jumat lebih baik dibanding memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi Saw. Syaikh Sulaiman Al-Bujairimi berkata sebagai berikut;

ويستحب الاكثار من قراءتها وأقل الاكثار ثلاث مرات، وهي افضل من الصلاة على النبي صلى الله علىه وسلم

Dianjurkan memperbanyak membaca surah Al-Kahfi dan batasan minimalnya dalam hal ini adalah tiga kali. Hal itu lebih utama dibanding membaca shalawat atas Nabi Saw.

Dengan demikian, berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada batasan maksimal dalam membaca surah Al-Kahfi di malam atau hari Jumat. Kita dianjurkan untuk sebanyak mungkin membacanya, setidaknya hingga tiga kali. Wallahu a’lam bis shawab wa muradih.

BINCANG SYARIAH

Allah Membagi Tiga Waktu pada Hari Jumat

 Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa dalam setiap harinya Allah telah menentukan ciptaan-Nya. Allah menciptakan bumi pada hari Ahad dan Senin, menciptakan gunung pada hari Selasa, menciptakan tumbuh-tumbuhan, air dan perkambungan pada hari Rabu, menciptakan bintang, matahari, bulan dan malaikat pada hari Kamis.

Sedangkan pada hari Jumat Allah membagi tiga waktu. Waktu pertama di hari Jumat, Allah menetapkan ajal hidup dan matinya seseorang. Waktu kedua di hari Jumat, Allah menetapkan nasib, keberuntungan atau cobaan.

“Dan waktu ketiga di hari Jumat, Allah menciptakan Adam dan menempatkannya di surga,” jelas Ustaz H. Saifuddin Aman dalam bukunya Jumat Hari bertabur Kebajikan terbitan AMP Press tahun 2016.

Penjelasan tentang penciptaan makhluk itu disebutkan Allah dalam Alquran. Allah Swt berfirman,

{قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ (9) وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ (10) ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ (11) فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (12) }

“Katakanlah, “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam.” Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa genap. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan suka hati.” Maka Dia menjadikan tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS Fussilat ayat 9-12).

Lebih lanjut, Ustaz H. Saifuddin Aman menjelaskan bahwa Hari Jumat adalah hari kemuliaan. Siapa saja yang berbuat kebajikan di hari ini berhak mendapat kemuliaan dari Allah. Hari Jumat sebenarnya sudah ditawarkan oleh Allah kepada umat-umat terdahulu untuk dijadikan hari besar. Allah telah menwarkan kepada kaum Bani Israil, tetapi mereka menolak dan memilih hari Sabtu. Padahal, Allah telah memebrikan kelebihan bagi mereka, memebrikan kitab dan hikmah, tetapi mereka berkata sami’na wa ‘ashaina (kami dengar tapi kami langgar).

IHRAM

Ini Tujuh Amalan Sunah di Hari Jumat

Jumat merupakan hari yang paling istimewa dan mulia dalam Islam. Bahkan dalam hadis hari Jumat disebut juga dengan hari raya umat Islam, selain Idul Fitri dan Idul Adha. Sebab itu, Rasulullah menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak ibadah dan amal shaleh di hari Jumat.

Imam al-Ghazali, sebagaimana dikutip Syekh Nawawi al-Bantani dalam Kitab Maraqil Ubudiyah,menjelaskan ada tujuh kesunnahan atau adab yang perlu diperhatikan ketika hari Jum’at, penjelasannya sebagai berikut

Pertama, bersiap untuk menyambut datangnya hari Jumat semenjak hari Kamis, dengan membersihkan baju, menyiapkan parfum, banyak beristighfar dan bertasbih pada Kamis sore karena keutamaannya menyamai keutamaan waktu mustajab pada hari Jumat.

Kedua, jika tiba waktu subuh, segeralah mandi karena waktu mandi Jumat telah masuk dengan datangnya waktu shubuh.

Ketiga, bersihkan badan dengan mencukur rambut dan bulu, semisal mencukur bulu ketiak dan kemaluan, dan memotong kuku.

Keempat, berangkatlah ke masjid pada awal waktu. Pada hari Jumat, awal waktu dimulai semenjak terbitnya fajar.

Kelima, apabila sudah masuk masjid, carilah saf pertama karena memiliki banyak keutamaan.

Keenam, apabila orang-orang sudah berkumpul, jangan maju ke depan dengan cara melangkahi pundak mereka.

Ketujuh, jangan berjalan atau lewat di depan orang shalat.

Tulisan ini sudah dipublikasikan di Islami.co

BINCANG SYARIAH

Doa Menyambut Pagi di Hari Jumat

Hari Jumat atau yang biasa disebut dengan sayyidu al-ayyam (rajanya hari-hari) dipandang mulia oleh umat Islam. Hari dimana Nabi Adam diciptakan dan dimasukkan ke dalam surga. Hari saat Nabi Adam diturunkan ke bumi dan hari diterima taubatnya. Hari dimana salat Jum’at dilaksanakan, dan hari dimana orang-orang muslim berkumpul. Hari Jum’at adalah hari raya bagi kaum mukmin, yakni hari raya keimanan. Sebagai muslim, kita sudah semestinya melantuntkan doa menyambut pagi di hari Jumat dengan bahagia.

Dalam kitab Majmu’ah Ahzab wa Awrad Al-Syaikh Al-Akbar Ibnu Arabi, terdapat doa menyambut pagi di hari Jumat yang dibaca oleh Ibrahim bin Adham sebagai berikut;

مَرْحَبًا بِيَوْمِ الْمَزِيدِ وَالصُّبْحِ الْجَدِيدِ وَالْكَاتِبِ الشَّهِيدِ يَوْمُنَا هَذَا يَوْمُ عِيدٍ اكْتُبْ لَنَا فِيهِ مَا نَقُولُ : بِسْمِ اللَّهِ الْحَمِيدِ الْمَجِيدِ الرَّفِيعِ الْوَدُودِ الْفَعَّالِ فِي خَلْقِهِ مَا يرِيدُ أَصْبَحْتُ بِاللَّهِ مُؤْمِنًا وَبِلِقَاءِ اللَّهِ مُصَدِّقًا وَبِحُجَّتِهِ مُعْتَرِفًا وَمِنْ ذَنْبِي مُسْتَغْفِرًا وَلِرُبُوبِيَّةِ اللَّهِ خَاضِعًا وَلِسِوَى اللَّهِ جَاحِدًا وَإِلَى اللَّهِ تَعَالَى فَقِيرًا وَعَلَى اللَّهِ مُتَوَكَّلًا وَإِلَى اللَّهِ مُنِيبًا أُشْهِدُ اللَّهَ وَأُشْهِدُ مَلَائِكَتَهَ وَأَنْبِيَاءَهُ وَرُسُلَهُ وَحَمَلَةَ عَرْشِهِ وَمَنْ خَلَقَ وَمَنْ هُوَ خَالِقٌ بِأَنَّ اللَّهَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَالنَّارَ حَقٌّ وَالْحَوْضَ حَقٌّ وَالشَّفَاعَةَ حَقٌّ وَمُنْكَرًا وَنَكِيرًا حَقٌّ وَلِقَاءَكَ حَقٌ وَوَعْدَكَ حَقٌ وَوَعِيدُكَ حَقٌّ وَالسَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ عَلَى ذَلِكَ أَحْيَا وَعَلَيْهِ أَمُوتُ وَعَلَيْهِ أُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Artinya:

Selamat datang hari bertambahnya kebaikan, pagi yang baru, dan pencatat yang bersaksi. Hari kami ini adalah hari raya, maka tulislah bagi kami apa yang kami ucapkan di dalamnya:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Terpuji, Maha Agung, Maha Tinggi, Maha Sayang, Maha Berbuat terhadap apa yang Dia kehendaki atas makhluk-Nya. Aku masuk pagi dengan beriman kepada Allah, membenarkan perjumpaan dengan Allah, mengakui hujja-Nya, minta ampun dari dosaku, tunduk terhadap ketuhanan Allah, menyangkal kepada selain Allah, butuh kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, kembali kepada Allah.

Aku mempersaksikan pada Allah, dan mempersaksikan pada malaikat-Nya, para nabi-Nya, para utusan-Nya, malaikat pemikul ‘Arasy-Nya, dan yang menciptakan bahwa tiada Tuhan kecuali Dia, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, bahwa surga adalah benar, neraka adalah benar, telaga adalah benar, syafaat adalah benar, munkar dan nakir adalah benar, berjumpa dengan Engkau adalah benar, janji-Mu adalah benar, ancaman-Mu adalah benar, dan kiamat akan datang tanpa ada keraguan di dalamnya, dan Allah akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan, atas semua itu aku hidup, aku mati, dan aku dibangkitkan, insyaallah.

BINCANG SYARIAH

Waktu Mustajab di Hari Jumat

Mohon jelaskan waktu yang mustajab untuk berdoa di hari jumat. Apakah di sepanjang hari jumat? Atau bagaimana?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Dalam hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat, lantas beliau bersabda,

فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Di hari Jumat terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas dia memanjatkan suatu doa pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang dia minta.” (HR. Bukhari 935, Muslim 2006, Ahmad 10574 dan yang lainnya).

Kapan Waktu Mustajab Itu

Hadis di atas menyebutkan bahwa waktu mustajab itu jatuh di hari jumat. Dan itu hanya sesaat. Tanpa menyebutkan batasan, kapan tepatnya waktu itu terjadi.

Ada beberapa pendapat ulama tentang waktu mustajab tersebut. Dari sekian banyak pendapat, ada 2 pendapat yang dianggap lebih kuat (Fathul Bari, 11/199),

Pertama, waktu mustajab itu adalah antara duduknya imam sampaii selesainya shalat jumat.

Pendapat ini berdalil dengan beberapa riwayat berikut,

Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al Asy’ari. Ia berkata, “Abdullah bin  Umar bertanya padaku, ‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyebut suatu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai waktu mustajabnya doa di hari Jumat?” Abu Burdah menjawab, “Iya betul, aku pernah mendengar dari ayahku (Abu Musa), ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هِىَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلاَةُ

“Waktu tersebut adalah antara imam duduk ketika khutbah hingga imam menunaikan shalat Jumat.” (HR. Muslim 2012 dan Abu Daud 1051).

Kemudian disebutkan dalam riwayat lain,  dari Amr bin Auf al-Muzanni Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يَسْأَلُ اللَّهَ الْعَبْدُ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ ) !قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَيَّةُ سَاعَةٍ هِيَ ؟ قَالَ : ( حِينَ تُقَامُ الصَّلَاةُ إِلَى الِانْصِرَافِ مِنْهَا )

Sesungguhnya pada hari jumat terdapat satu waktu, jika para hamba memohon kepada Allah, pasti akan dikabulkan oleh Allah.

Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, waktu kapankah itu?’

Jawab beliau, “Ketika shalat dimulai hingga selesai shalat.”

(HR. Turmudzi 490, Ibn Majah 1138, namun hadis ini dinilai dhaif oleh al-Albani dan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, waktu mustajab itu jatuh setelah asar. Ini merupakan pendapat Abdullah bin Sallam, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Imam Ahmad dan beberapa ulama.

Ada beberapa hadis yang mendukung pendapat ini,

  1. Hadis dari Abu Said al-Khudri dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِيهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَهِيَ بَعْدَ الْعَصْرِ

Di hari Jumat terdapat suatu waktu, dimana jika ada seorang hamba muslim yang memanjatkan doa kepada Allah bertepatan dengan waktu tersebut, Allah akan memberi apa yang dia minta. Waktu itu adalah seteah asar. (HR. Ahmad 7631 dan dinilai shahih Syuaib al-Arnauth).

2. Hadis dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً ، لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

Pada hari jumat ada 12 jam. (Diantaranya ada satu waktu, apabila ada seorang muslim yang memohon kepada Allah di waktu itu, niscaya akan Allah berikan. Carilah waktu itu di penghujung hari setelah asar. (HR. Abu Daud 1048, Nasai 1389 dan dishahihkan al-Albani).

3. Hadis dari Abdullah bin Sallam Radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Kami menjumpai adalam kitabullah, bahwa di hari jumat ada satu waktu, apabila ada seorang hamba beriman melakukan shalat bertepatan dengan waktu tersebut, kemudian memohon kepada Allah, maka Allah akan penuhi permohonannya.”

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat kepadaku, ‘Itu hanya sebentar?’

‘Anda benar, hanya sebentar.’ Jawab Abdullah bin Sallam.

Lalu Abdullah bertanya, ‘Kapan waktu itu’

Jawab beliau,

هِيَ آخِرُ سَاعَاتِ النَّهَارِ

“Itu adalah waktu di penhujung hari.”

‘Bukankah itu waktu larangan shalat?’

Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بَلَى ، إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ ، فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ

“Benar, namun ketika seorang hamba melakukan shalat (di awal asar), lalu dia duduk menunggu shalat berikutnya, dia terhitung sedang melakukan shalat.” (HR. Ibn Majah 1139)

Dari dua pendapat di atas, menunjukkan bahwa pendaat kedua inilah yang lebih mendekati kebenaran.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH

Memperbanyak Shalat Sunnah sebelum Datangnya Khatib Jum’at

Anjuran memperbanyak shalat sunnah ketika menunggu khatib Jum’at

Jika seseorang sudah hadir di masjid dalam rangka shalat Jum’at, yang dianjurkan adalah memperbanyak shalat sunnah tanpa dibatasi dengan bilangan raka’at tertentu. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari sahabat Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الجُمُعَةِ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الجُمُعَةِ الأُخْرَى

“Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jum’at, lalu bersuci semaksimal mungkin, memakai wewangian miliknya atau minyak wangi keluarganya, lalu keluar rumah menuju masjid, dia tidak memisahkan dua orang pada tempat duduknya, lalu dia shalat sebanyak yang dia mampu dan diam mendengarkan khutbah imam, kecuali dia akan diampuni dosa-dosanya yang ada antara Jum’at itu dan Jum’at yang lainnya.” (HR. Bukhari no. 883)

Demikian pula dalam hadits Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، ثُمَّ أَقْبَلَ إِلَى الْمَسْجِدِ، لَا يُؤْذِي أَحَدًا، فَإِنْ لَمْ يَجِدِ الْإِمَامَ خَرَجَ، صَلَّى مَا بَدَا لَهُ، وَإِنْ وَجَدَ الْإِمَامَ قَدْ خَرَجَ، جَلَسَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ، حَتَّى يَقْضِيَ الْإِمَامُ جُمُعَتَهُ وَكَلَامَهُ، إِنْ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ فِي جُمُعَتِهِ تِلْكَ ذُنُوبُهُ كُلُّهَا، أَنْ تَكُونَ كَفَّارَةً لِلْجُمُعَةِ الَّتِي تَلِيهَا

“Ketika seorang muslim mandi di hari Jum’at, kemudian berangkat ke masjid, lalu dia tidak menyakiti (mengganggu) seorang pun, jika dia menjumpai imam shalat Jum’at belum datang, dia pun shalat sebanyak yang dia mampu. Adapun jika dia melihat imam sudah datang, dia pun duduk, mendengarkan khutbah dan diam, sampai imam menyelesaikan shalat Jum’at dan khutbahnya, jika dia tidak diampuni pada hari Jum’at tersebut dosa-dosa dia seluruhnya, maka hal itu adalah penggugur dosa sampai hari Jum’at berikutnya.“ (HR. Ahmad 38: 547, Ibnu Khuzaimah 3: 138, Ath-Thabrani dalam Al-Kabiir 4: 160-161, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhiib 1: 360)

Faidah-faidah dari hadits di atas

Hadits-hadits di atas mengandung beberapa faidah sebagai berikut:

Pertama, yang dianjurkan ketika seseorang sudah memasuki masjid dalam rangka shalat Jum’at adalah shalat sunnah sebanyak yang dia kehendaki (tidak dibatasi bilangan raka’at tertentu) sampai imam (khatib) shalat Jum’at tiba di masjid [1]. (Lihat Nailul Authar, 6: 335)

Status shalat sunnah ini adalah shalat sunnah muthlaq, bukan shalat sunnah qabliyyah Jum’at. Shalat sunnah muthlaq adalah shalat yang dilakukan tanpa terikat dengan waktu tertentu, sebab tertentu, atau jumlah raka’at tertentu. [2] Hal ini karena shalat Jum’at tidak memiliki shalat sunnah qabliyyah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

“Oleh karena itu, mayoritas ulama bersepakat bahwa sebelum shalat Jum’at tidak ada shalat sunnah yang dikaitkan dengan waktu tertentu atau dibatasi oleh bilangan raka’at tertentu. Hal ini karena ketentuan semacam itu harus ditetapkan berdasarkan perkataan atau perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan hal itu sama sekali tidak disyariatkan, baik dengan ucapan ataupun dengan perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah madzhab Imam Malik, Asy-Syafi’i, mayoritas para shahabat, dan pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad … “ (Majmu’ Fataawa, 24: 189. Lihat pula pembahasan bagus dalam masalah ini dalam kitab Al-Ajwibah An-Naafi’ah karya Syaikh Al-Albani)

Adapun perbuatan sebagian orang, lebih-lebih di Masjidil Haram, berupa shalat dua rakaat atau empat rakaat yang langsung dikerjakan setelah adzan Jum’at yang pertama, dengan keyakinan bahwa shalat tersebut adalah shalat sunnah qabliyyah Jum’at sebagaimana ada shalat sunnah qabliyyah untuk shalat dzuhur, maka perbuatan tersebut tidak ada dalilnya.

Demikian pula, perbuatan tersebut tidak bisa dilandasi dengan dalil hadits,

بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ

“Terdapat shalat di antara dua adzan.” (HR. Bukhari no. 601 dan Muslim no. 838)

Karena yang dimaksud dengan “dua adzan” dalam hadits tersebut adalah adzan dan iqamat (iqamat juga bisa diistilahkan dengan adzan). Taruhlah bahwa yang dimaksud hadits tersebut adalah dua adzan, maka kita tidak menjumpai contoh praktik pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari Jum’at kecuali adzan pertama dan iqamat. Sedangkan antara adzan dan iqamat adalah khutbah Jum’at, tidak ada shalat sunnah yang disyariatkan di antara keduanya di hari Jum’at. Sehingga tidak tepat menjadikan hadits di atas sebagai dalil adanya shalat sunnah qabliyyah Jum’at dengan menetapkan bilangan rakaat tertentu, baik dua atau empat rakaat.

Ibnul Haaj rahimahullah berkata,

“Manusia hendaknya dilarang dari apa yang mereka ada-adakan berupa shalat setelah adzan pertama untuk shalat Jum’at. Perbuatan ini menyelisihi contoh dari salafus shalih, karena mereka dulu terbagi dalam dua kelompok. Sebagian mereka mendirikan shalat sunnah ketika masuk masjid, dan terus-menerus shalat sampai imam (khatib) naik mimbar. Jika khatib sudah naik mimbar, mereka menghentikan shalat sunnah. Sebagian lagi, mereka shalat sunnah, lalu duduk (menunggu), sampai shalat Jum’at didirikan. Jadi, tidak ada lagi shalat sunnah yang dikerjakan setelah duduk (setelah mereka berhenti mengerjakan shalat sunnah, pent.), dan tidak ada duduk lagi (duduk kedua) setelah mengerjakan shalat sunnah (berikutnya). Perbuatan salaf tersebut berbeda dengan perbuatan orang jaman sekarang, dimana orang di jaman sekarang ini mereka duduk sampai muadzin mengumandangkan adzan pertama, kemudian mereka berdiri lagi untuk shalat sunnah (kemudian duduk lagi setelahnya, pent.) … “ (Al-Madkhal, 2: 239 karya Ibnul Haaj)

Kedua, shalat tersebut boleh dikerjakan di waktu kapan pun, karena di dalam hadits dikatakan,

ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ

“ … lalu dia shalat sebanyak yang dia mampu dan diam mendengarkan khutbah imam … “

Dzahir (makna yang tertangkap) dari hadits di atas adalah bolehnya shalat sunnah di hari Jum’at tersebut sebelum zawal (bergesernya matahari ke arah barat). Ini adalah di antara kekhususan hari Jum’at tersebut, dikecualikan dari waktu larangan shalat, yaitu sejak matahari tepat di tengah-tengah sampai bergeser ke barat. Dalil pengecualian ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu yang telah kami sebutkan sebelumnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Maka dianjurkan shalat sunnah sebanyak yang dia mampu, tidak ada yang menghentikan shalat sunnah tersebut kecuali ketika imam (khatib) shalat Jum’at sudah tiba (di masjid). Oleh karena itu, banyak ulama salaf mengatakan, di antaranya ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, yang kemudian diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah,

خروج الإمام يمنع الصلاة وخطبته تمنع الكلام

“Keluarnya (datangnya) imam menghentikan shalat (sunnah), sedangkan khutbah imam menghentikan pembicaraan.”

Jadi, mereka jadikan yang menghentikan shalat (sunnah) adalah kedatangan imam di masjid, bukan pertengahan siang (ketika matarahari tepat di tengah-tengah).” (Zaadul Ma’aad, 1: 378) [3]

Adapun tata caranya, dikerjakan seperti shalat biasa (tidak ada tata cara khusus) dan dikerjakan dua rakaat salam – dua rakaat salam. [2]

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.Or.Id

Inilah Amalan Hari Jumat, Sejak Pagi hingga Petang

DALAM satu pekan ada satu hari yang disebut-sebut istimewa, khususnya dalam Islam. Hari tersebut adalah Jumat.

Apa sih artinya Jumat dan kenapa dinamakan Jumat?

Kata “Jumat” dalam bahasa Arab bisa dibaca dengan tiga cara, yaitu jumu’ah, jum’ah, atau juma’ah. Adapun bacaan yang terkenal adalah “jumu’ah”. Demikian pula cara baca pada qiraah sab’ah, dalam firman Allah ta’ala,

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jumat maka bersegeralah mengingat Allah.” (Q.S  Al-Jumu’ah: 9).

Adapun bacaan “jum’ah” adalah bacaan ringan, yaitu dengan menghilangkan harakat pada huruf mim, menjadi lebih mudah diucapkan.

Sedangkan cara baca “juma’ah” berasal dari sifat hari Jumat yang mengumpulkan banyak orang, seperti kata “humazah” yang berarti ‘orang yang banyak mengumpat’ dan kata “dhuhakah” yang berarti ‘orang yang banyak tertawa’. Bacaan “juma’ah” dalam bahasa Arab dikenal sebagi dialek Bani Uqail. Adapun bentuk jamak kata “jumu’ah” adalah jumu’at atau juma’.

Dalam ajaran Islam, semua hari adalah baik. Namun hari Jumat mempunyai kemuliaan dan keutamaan tersendiri karena di hari itu juga memiliki nilai historis dalam sejarah islam.

Rasulullah teramat memuliakan hari Jumat dan sudah banyak riwayat yang membahas tentang keutamaan hari jumat.

Ada banyak amalan yang dianjurkan oleh Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam, yang nilai pahalanya sangat besar.

Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam, menyebut keistimewaan hari Jumat.

“Hari terbaik di mana pada hari itu matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat”. (H.R Abu Hurairah).

Berikut amalan apa saja yang disunahkan untuk dikerjakan bagi umat Islam:

1. Membaca shalawat untuk Nabi Muhammad SAW

Ketika Jumat datang, umat Muslim disunahkan untuk memperbanyak membaca shalawat.

“Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum’at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku.” (Aus Bin Aus ra)

Nabi menganjurkan agar memperbanyak membaca shalawat pada hari Jumat.

Dalam sebuah hadits yang lain ditegaskan:

“Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku di hari dan malam Jumat. Barangsiapa membaca shalawat untuku satu kali, maka Allah membalasnya sepuluh kali”.

Hadits tersebut diriwayatkan al-Baihaqi dengan beberapa sanad hasan.

2. Memperbanyak berdoa

Dan ketika Jumat datang, umat Muslim disunahkan untuk memperbanyak berdoa, tentu di hari lain pun dianjurkan untuk berdoa. Hanya, di hari jumat Rasulullah Muhammad SAW menyebutkan keutamaannya.

“Sesungguhnya pada hari Jumat terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah mengisyaratkan dengan tangan beliau sebagai gambaran akan sedikitnya waktu itu” (H.R Muttafaqun Alaih).

3. Membaca Surat Al Kahfi

Dalam hadits Imam Muslim disebutkan:

“Barang siapa berwudhu kemudian memperbaiki wudhunya, lantas berangkat Jumat, dekat dengan Imam dan mendengarkan khutbahnya, maka dosanya di antara hari tersebut dan Jumat berikutnya ditambah tiga hari diampuni”. (HR. Muslim).

Muslim yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan dinanugi cahaya di antara dua Jumat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barang siapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, maka Allah memberinya sinar cahaya di antara dua Jumat”.

Hadits tersebut diriwayatkan dan dishahihkan oleh imam al-Hakim.

Demikianlah keutamaan hari Jumat yang harus kita tahu. Namun masih banyak dalil-dalil yang menyebutkan keutamaan hari Jumat, jauh lebih banyak dari apa yang telah disebutkan di atas. Allahu A’lam. []

ISLAMPOS



Hukum Jual Beli ketika Shalat Jumat

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ashalatu was salaamu ‘ala rasulillah sayyidil mursalin,

Pembaca yang budiman, kita ketahui bersama bahwa shalat Jum’at adalah ibadah yang agung, yang diwajibkan bagi sebagian kaum Muslimin. Oleh karena itu dalam artikel ini akan kita bahas bagaimana hukum berjual-beli ketika shalat Jum’at sedang dilangsungkan.

Orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at

Shalat Jum’at hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap Muslim yang berakal, kecuali :
1. wanita
2. budak
3. anak kecil
4. orang yang sakit. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الجمعةُ حقٌّ واجبٌ على كلِّ مسلمٍ فبجماعةٍ إلاَّ أربعةً عبدٌ مملوكٌ أوِ امرأةٌ أو صبيٌّ أو مريضٌ

“Shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang sakit” (HR. Abu Daud no. 1067, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

5. Musafir

Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu mengatakan:

ليس على مسافِرٍ جمعَةٌ

Tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi musafir” (HR. Ad Daruquthni 2/111, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 5404).

6. Semua orang yang memiliki kesulitan menghadiri shalat jama’ah di masjid
baik karena hujan, badai, kondisi mencekam, atau semacamnya. Berdasarkan keumuman hadits:

Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:

كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ ‏‏: ” أَلَا صَلُّوا فِي ‏‏الرِّحَالِ ‏” فِي اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ أَوْ الْمَطِيرَةِ فِي السَّفَرِ

“Dahulu Nabi memerintahkan muadzin adzan lalu di akhirnya ditambahkan lafadz /shalluu fii rihaalikum/ (shalatlah di rumah-rumah kalian) ketika malam sangat dingin atau hujan saat safar” (HR. Bukhari no. 616, Muslim no. 699).

Hukum jual-beli ketika shalat Jum’at

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Jumu’ah: 9).

Ayat ini dengan jelas melarang jual-beli ketika shalat Jum’at bagi orang yang diwajibkan shalat Jum’at. As Sa’di dalam Tafsir-nya mengatakan:

أي: اتركوا البيع، إذا نودي للصلاة، وامضوا إليها

“maksudnya tinggalkan jual-beli ketika adzan dikumandangkan, dan hendaknya pergi menuju shalat” (Taisir Karimirrahman, 825).

Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan:

اتفق العلماء رضي الله عنهم على تحريم البيع بعد النداء الثاني

“Para ulama radhiallahu’anhum bersepakat haramnya jual-beli setelah adzan yang kedua”

Yaitu jika berpegang pada pendapat bahwa adzan Jum’at boleh dua kali. Adapun jika adzan Jum’at hanya sekali maka ketika adzan itu sudah tidak boleh berjual-beli. Ibnu Qudamah mengatakan:

والنداء الذي كان على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم هو النداء عَقِيْب جلوس الإمام على المنبر ، فتعلق الحكم به دون غيره . ولا فرق بين أن يكون ذلك قبل الزوال أو بعده

“Adzan (shalat Jum’at) yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hanyalah adzan setelah imam duduk di mimbar. Maka larangan jual-beli ini dikaitkan pada adzan tersebut bukan adzan yang lainnya. Dan tidak ada bedanya apakah itu sebelum zawal ataukah sesudah zawal” (Al-Mughni, 2/145).

Ringkasnya, ketika imam sudah naik mimbar lalu setelah itu dikumandangakan adzan maka berlakulah larangan jual-beli ketika itu.

Sahkah akad jual-belinya?

Ketika orang yang diwajibkan shalat Jum’at melakukan akad jual-beli, setelah khatib naik mimbar dan adzan, sahkah akadnya?

Ulama berbda pendapat dalam masalah ini dalam dua pendapat:

Pendapat pertama, akadnya sah. Ini pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyyah. Karena larangan jual-beli di sini bukan pada dzat akadnya namun karena sebab lain yaitu bisa memalingkan orang dari shalat Jum’at.

Pendapat kedua, tidak sah akadnya, dengan dalil surat Al Jumu’ah ayat 9. Secara eksplisit, ayat tersebut menunjukkan tidak sahnya akad menurut mereka. Ini merupakan pendapat Malikiyyah dan Hanabilah.

Wallahu a’lam, yang kami pandang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat kedua. Karena larangan berjual-beli dalam hal ini adalah maani’ (penghalang) untuk sempurnanya akad. Sehingga akad tidak sah dengan adanya penghalang. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

الصحيح من العقود ما ترتبت اثاره على وجوده كترتب الملك على عقد البيع مثلا . ولا يكون الشيء صحيحا إلا بتمام شروطه و انتفاء موانعه

“Akad yang sah adalah yang bisa membuat berlakunya konsekuensi dari akad tersebut. Seperti konsekuensi kepemilikan dalam akad jual-beli misalnya. Dan akad tidak disebut sah kecuali dengan terpenuhinya syarat-syarat dan hilangnya mawani’ (penghalang)” (Al Ushul min ‘Ilmil Ushul, 13).

Oleh karena itu Syaikh Ibnu Al Utsaimin dalam masalah ini mengatakan:

إن البيع بعد نداء الجمعة الثاني حرام وباطل أيضا ، وعليه فلا يترتب عليه آثار البيع ، فلا يجوز للمشتري التصرف في المبيع ؛ لأنه لم يملكه ، ولا للبائع أن يتصرف في الثمن المعين ؛ لأنه لم يملكه ، وهذه مسألة خطيرة ؛ لأن بعض الناس ربما يتبايعون بعد نداء الجمعة الثاني ثم يأخذونه على أنه ملك لهم

“Jual-beli setelah adzan jum’at yang kedua hukumnya haram dan juga batal (tidak sah). Oleh karena itu semua konsekuensi dari jual-beli tidak terjadi. Maka tidak boleh seorang yang membeli barang ketika itu menjual barangnya, karena ia belum memilikinya. Dan tidak boleh juga yang menjual ketika itu mentransaksikan uang hasil penjualannya, karena ia tidak memilikinya. Ini masalah yang urgen, karena sebagian orang saling berjual-beli setelah adzan kedua dan mereka merasa uang dan barang (hasil jual-beli tadi) adalah miliknya” (Syarhul Mumthi’, 8/52).

Bolehkah orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at berjual beli

Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwasanya yang terkena larangan jual-beli adalah orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at. Maka mafhumnya, orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at tidak terlarang melakukan jual-beli. Dengan syarat, kedua pihak yang melakukan jual-beli adalah orang-orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at. Seperti jual beli antara sesama wanita, antara wanita dengan musafir, antara anak kecil dengan wanita, dan semisalnya. Ibnu Qudamah mengatakan:

وتحريم البيع , ووجوب السعي , يختص بالمخاطبين بالجمعة , فأما غيرهم من النساء والصبيان والمسافرين , فلا يثبت في حقه ذلك ; فإن الله تعالى إنما نهى عن البيع من أمره بالسعي , فغير المخاطب بالسعي لا يتناوله النهي , ولأن تحريم البيع معلل بما يحصل به من الاشتغال عن الجمعة , وهذا معدوم في حقهم . وإن كان أحد المتبايعين مخاطبا والآخر غير مخاطب , حرم في حق المخاطب , وكره في حق غيره ; لما فيه من الإعانة على الإثم

“Pengharaman jual-beli dan wajibnya sa’yu (pergi menuju shalat), ini khusus bagi orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at. Adapun yang selain mereka, baik wanita, anak kecil, musafir, maka larangan tidak berlaku. Karena yang Allah larang untuk berjual-beli adalah orang-orang yang Allah perintahkan untuk pergi menuju shalat. Adapun yang tidak diperintahkan shalat maka tidak tercakup dalam larangan. Kemudian, larangan berjual-beli juga alasannya adalah karena ia dapat menyibukkan dari shalat Jum’at. Dan alasan ini tidak ada pada orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at. Adapun jika salah satu pihak yang bertransaksi adalah orang yang wajib shalat Jum’at sedangkan pihak yang lain tidak wajib. Maka hukumnya haram bagi orang yang diwajibkan tersebut. Dan makruh bagi yang tidak waijb karena terdapat unsur tolong-menolong dalam dosa” (Al Mughni, 2/73).

Maka hendaknya orang-orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at mereka memberi nasihat kepada orang-orang yang lalai dari shalat Jum’at padahal wajib atas mereka. Dan jangan membantu mereka dalam kelalaian dengan bertransaksi jual-beli dengan mereka.

Demikian paparan singkat mengenai jual-beli ketika shalat Jum’at, semoga bermanfaat.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

***

Penulis: Yulian Purnama

MUSLIMorid