Dalil Maulid dari Al-Qur’an dan Hadis

Berikut Dalil Maulid dari Al-Qur’an dan Hadis. Ini untuk membantah kelompok atau orang yang menganggap merayakan maulid perkara bid’ah yang terlarang.

Ibnu Hajar (sebagaimana yang dikutip oleh Imam Al-Suyuthi) menyatakan bahwa prosesi Maulid memang tidak ada di 3 kurun salafus saleh, hanya saja yang demikian tidak bisa serta merta menjadi bid’ah yang tercela.

Dalam artian begini, bahwa memang tidak dipungkiri dalam prosesi ritual maulid ini terkadang disisipi dengan hal-hal yang tidak pantas. Sehingga yang demikian ini menjadikannya sebagai bid’ah yang tercela.

Syahdan Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ary menyatakan;

أَنَّ الْمَوْلِدَ الَّذِيْ يَسْتَحِبُّهُ الْأَئِمَّةُ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةِ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِيْ حَمْلِهِ وَمَوْلِدِهِ مِنَ الْإِرْهَاصَاتِ وَمَا بَعْدَهُ مِنْ سِيَرِهِ الْمُبَارَكَاتِ ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُمْ طَعَامٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ وَإِنْ زَادُوْا عَلَى ذَلِكَ ضَرْبَ الدُّفُوْفِ مَعَ مُرَاعَاةِ الْأَدَبِ فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ

“Perkara yang diambil dari perkataan para ulama yang akan diterangkan mendatang bahwasanya maulid yang disunnahkan oleh para imam itu adalah berkumpulnya orang-orang, pembacaan ayat yang mudah dari Al-Qur’an, riwayat hadits-hadits tentang permulaan perihal Nabi serta irhash (kejadian yang istimewa sebelum menjadi beliau diangkat menjadi Nabi) yang terjadi saat kehamilannya dan hari lahirnya dan hal-hal yang terjadi sesudahnya yang merupakan sirah (sejarah) beliau yang penuh keberkahan.

Kemudian disajikan beberapa hidangan untuk mereka. Mereka menyantapnya, dan selanjutnya mereka bubar. Jika mereka menambahkan atas perkara diatas dengan memukul rebana dengan menjaga adab, maka hal itu tidak apa-apa”. (Al-tanbihaat Al-Waajibaat Liman Yashna’ul Maulida Bil Munkaraat, 2 H. 10-11)

Nah berikut ini adalah dalil maulid Nabi dari Al-Qur’an dan hadis, yang secara implisit melegitimasi amaliyah ini. Pertama, Q.S.Yunus ayat 58. Allah swt berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا

“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah (dengan itu) mereka bergembira’ “. (Q.S.Yunus: 58)

Ketika membahas ayat ini, Imam Al-Alusi menyatakan;

وَأَخْرَجَ أَبُو الشَّيْخِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا أَنَّ الْفَضْلَ اَلْعِلْمُ وَالرَّحْمَةَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Imam Abu Syeikh  meriwayatkan dari Shahabat Ibnu Abbas “sesungguhnya makna Al-Fadhl (Karunia Allah) Adalah Ilmu Dan makn Ar-rahmah (Rahmat Allah) Adalah Nabi Muhammad SAW”. (Tafsir Ruhul Ma’ani,  Juz 8 H. 41)

Dengan demikian, Allah Ta’ala memerintahkan kita bergembira atas rahmat-Nya dan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam jelas merupakan rahmat Allah terbesar bagi kita dan semesta alam. Penafsiran serupa juga disampaikan oleh Imam Al-Suyuthi dalam tafsirnya yang berjudul Al-Durr Al-Mantsur.

Kedua, firman dalam surat Ali Imran ayat 164;

لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

Menurut Sayyidah Aisyah Ra, ayat ini khusus bagi orang Arab. Hanya saja kita tetap berhak untuk berbahagia, sebab Rasulullah Saw ini tidak hanya untuk orang Arab saja. Namun universal bagi seluruh penjuru dunia.

Ketiga, Allah Swt berfirman di surat Hud ayat 120;

وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ وَجَاۤءَكَ فِيْ هٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَّذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ

“Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman.

Ayat ini menjelaskan terkait alasan mengapa dikisahkannya para Nabi di Al-Qur’an adalah untuk memperteguh hatinya Nabi Muhammad Saw.Tentunya kita juga lebih butuh untuk memperteguh diri dengan cara mengenal Nabi kita melalui prosesi maulid.

Keempat, surah Al-Ahzab ayat 56, dan ayat ini menjadi pamungkas dalam tendensi maulid ini. Karena mayoritas prosesi maulid adalah pembacaan sholawat, kemudian diselingi baca Al-Qur’an, dan Mauidzah hasanah. Di sana Allah Swt berfirman;

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya”.

Dalil Maulid dari Hadis

Adapun dari segi Hadis, Sayyid Muhammad dengan tegas menyatakan, bahwa yang pertama kali merayakan maulid nabi adalah beliau saw sendiri, tentunya ini menjadi pamungkas juga dalam melegitimasi amaliyah ini.

Hal ini terekam dalam hadis sahih yang menjelaskan bahwa ketika beliau saw ditanya terkait alasan mengapa puasa hari senin, beliau saw menjawab bahwasanya pada hari tersebut adalah hari lahirnya (maulidnya). (Haul al-Ihtifal bi Maulid bi Dzikra al-Maulid al-Nabawi al-Syarif,  H. 16)

Hadis yang dimaksud adalah hadis yang ditakhrij oleh Imam Muslim, redaksinya adalah sebagai berikut;

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ:‏ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

Nabi Muhammad Saw ditanya soal puasa pada hari Senin, beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku” (HR. Muslim , No. 1162).

Ketika membahas hadis ini, Ibnu Al-Hajar menyatakan;

أَلَا تَرَى أَنَّ صَوْمَ هَذَا الْيَوْمِ فِيهِ فَضْلٌ عَظِيمٌ لِأَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وُلِدَ فِيهِ. فَعَلَى هَذَا يَنْبَغِي إذَا دَخَلَ هَذَا الشَّهْرُ الْكَرِيمُ أَنْ يُكَرَّمَ وَيُعَظَّمَ وَيُحْتَرَمَ الِاحْتِرَامَ اللَّائِقَ بِهِ وَذَلِكَ بِالِاتِّبَاعِ لَهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فِي كَوْنِهِ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ – كَانَ يَخُصُّ الْأَوْقَاتَ الْفَاضِلَةَ بِزِيَادَةِ فِعْلِ الْبِرِّ فِيهَا وَكَثْرَةِ الْخَيْرَاتِ. أَلَا تَرَى إلَى قَوْلِ الْبُخَارِيِّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى – «كَانَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ» فَنَمْتَثِلُ تَعْظِيمَ الْأَوْقَاتِ الْفَاضِلَةِ بِمَا امْتَثَلَهُ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ – عَلَى قَدْرِ اسْتِطَاعَتِنَا.

Artinya; Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya puasa pada hari senin ini memiliki keutamaan yang sangat agung, karena Rasulullah saw lahir pada hari tersebut. Maka dari itu, ketika telah memasuki bulan  maulid, seyogyanya untuk memuliakan, mengagungkan, dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya dengan cara mengikuti haliyah Rasulullah saw yang menambah pekerjaan baiknya pada hari-hari tertentu.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan “Rasulullah saw merupakan figur yang paling luhur dan dermawan di bulan Ramadhan”, maka mari kita mencontoh beliau sebisa kita dalam mengagungkan hari-hari yang mulia”. (Al-Madkhal, Juz 2 H. 2-3)

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, masih ada beberapa teks keagamaan yang mengakomodir amaliyah maulid. Terkait hal ini, Sayyid Muhammad menyatakan;

أننا لا نقول بأن الاحتفال بالمولد المذكور في ليلة مخصوصة وعلى الكيفية المعهودة لدينا مما نصت عليه هو الشأن في الصلاة والـصـوم الشريعة صراحة كما وغيرهما إلا أنه ليس فيها ما يمنع من ذلك لأن الاجتماع على ذكر الله والصلاة والسلام على رسول الله ﷺ ونحو ذلك من وجوه الخير مما ينبغي الاعتناء به كلما أمكن لاسيما في شهر مولده لأن الداعي فيه أقوى لإقبال الناس واجتماعهم وشعورهم الفياض بارتباط الزمان بعضه ببعض، فيتذكرون الحاضر والماضي وينتقلون من الشاهد إلى الغائب .

“Kami tidak menyatakan bahwasanya peringatan maulid Nabi pada malam dan prosesi tertentu ini memiliki landasan tegas (nash) seperti perintah sholat, puasa dan syariat lainnya. Hanya saja, pada amaliyah ini tidak ada larangan juga. Karena berkumpul untuk berdzikir kepada Allah dan bersholawat kepada Rasulullah ini merupakan kebaikan, sebagaimana ritual lainnya.

Sehingga ini harus menjadi perhatian kita sebisa mungkin, terlebih di bulan tersebut. Karena pada masa itu, bisa lebih mengena kepada jamaah dan mereka bisa merasakan hubungan spiritual”. (Haul al-ihtifal bi maulid bi Dzikra al-Maulid al-Nabawi al-Syarif, H. 14)

Ada pernyataan yang cukup menohok, dan ini harus sampai kepada mereka-mereka yang anti dengan maulidan. Sayyid Muhammad dalam kitab yang sama menyatakan;

“Tidak layak bagi orang yang berakal mempertanyakan mengapa merayakan maulid Nabi. Karena pada saat itu secara tidak langsung ia mempertanyakan mengapa merasa bahagia atas kelahiran Nabi Muhammad Saw. Maka cukuplah ketika ada yang bertanya mengapa merayakan maulid Nabi Saw dengan jawaban:

“kami merayakannya karena kami bahagia atas kelahirannya, kami bahagia karena kami mencintainya dan kami mencintainya karena kami beriman kepadanya. Allahumma Sholli Ala sayyidina Muhammad

Demikian penjelasan dalil Maulid dari Al-Qur’an dan Hadis. Semoga keterangan tentang dalil Maulid dari Al-Qur’an dan Hadis memberikan semangat kita untuk menyemarakkan peringatan kelahiran Rasulullah SAW bulan ini.

BINCANG SYARIAH

Bukan Bertanya: Apa Dalil Maulid, Tapi Mana Dalilmu Menyalahkan Maulid Nabi?

Hari kelahiran Rasulullah atau biasa disebut Maulid Nabi adalah sebuah tradisi untuk merayakan hari kelahiran Baginda Nabi. Mayoritas ahli sejarah Islam menyepakati hari kelahiran beliau tepat pada tanggal 12 Rabiul Awal penanggalan hijriah. Berdasarkan hal itu, umat Islam merayakan hari kelahiran beliau di tanggal tersebut, bahkan sepanjang bulan Rabiul Awal perayaan Maulid Nabi berlangsung.

Tak terkecuali umat Islam di Indonesia. Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam memperingati Maulid Nabi. Tradisi ini berlangsung dari dulu, sejak era awal masuknya Islam masa Wali Songo. Perayaan Maulid Nabi merupakan apresiasi dan ekspresi kecintaan umat Islam terhadap Rasulullah sebagai suri tauladan agung.

Bagaimana cara mengekspresikan cinta kepada Rasulullah? Pertama, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dan rasul-Nya. Kedua, mengimplementasikan akhlak beliau dalam kehidupan nyata, seperti lemah lembut, kasih sayang, toleran, mudah memaafkan, selalu berdzikir, dan seterusnya. Ketiga, banyak menyebut nama beliau dengan bershalawat. Sebab siapa yang cinta pada sesuatu ia pasti banyak menyebutnya. Keempat menempatkan sosok Rasulullah dalam lubuk sanubari sehingga pancaran akhlak terpuji beliau selalu diingat dan amalkan.

Dengan demikian, membaca shalawat kepada Rasulullah merupakan ekspresi kecintaan dan sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam, justru sangat dianjurkan sebagaimana firman Allah dalam al Qur’an.

“Sungguh, Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian untuk Nabi. Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al Azhab: 56)

Di antara keutamaan membaca shalawat kepada Nabi sebagimana disabdakan sendiri oleh beliau:

“Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali saja, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali”. (HR. Muslim).

Tidak diragukan lagi bahwa bershalawat merupakan anjuran kepada umat Islam. Bagaimana caranya? Membaca shalawat merupakan ibadah yang tidak terikat oleh tempat dan waktu, sebagaimana banyak dijelaskan dalam hadits Nabi dan perkataan para ulama. Shalawat boleh dibaca di mana saja yang penting bukan di tempat yang kotor seperti di WC dan tempat kotor yang lain.

Di antara tempat yang disunnahkan untuk membaca shalawat adalah disaat berkumpul di suatu majelis. Sebagimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar: “Hiasilah majelis-majelis kalian dengan bershalawat kepadaku. Karena shalawat kalian kepadaku adalah cahaya bagi kalian di hari kiamat”.

Lalu, bagaimana dengan Maulid Nabi? Adakah dalilnya?

Allah berfirman: “Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya (Nabi Muhammad) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira”. (QS. Yunus: 58).

Ada ragam penafsiran tentang anugerah dan rahmat Allah pada di atas. Sebagian ulama menafsiri, dua kata tersebut bermakna al Qur’an. Ambil Fadhol Syihabuddin al Alusi dalam Ruhul Ma’ani (11/86), menjelaskan bahwa keutamaan bermakna ilmu sedangkan rahmat adalah Nabi Muhammad. Sebab ayat di atas berkolerasi dengan firman Allah tentang terputusnya Nabi sebagai rahmatan lil ‘alamin.

“Kami tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta”. (QS. Al Anbiya: 107).

Dalam Ikhraj wa Ta’liq fi Mukhtasar Shirah an Nabawiyah, Sayyid Muhammad bin Alwi al Maliki, menjelaskan bahwa bergembira dengan adanya Nabi Muhammad adalah dianjurkan.

Memperingati kelahiran beliau adalah termasuk salah satu cara mengekspresikan kegembiraan terhadap adanya beliau. Sedangkan pembacaan shalawat dalam tradisi perayaan Maulid Nabi tentu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab membaca shalawat juga dianjurkan serta tidak terikat dengan waktu dan tempat kecuali di tempat yang kotor.

Sedangkan suguhan makanan di acara peringatan Maulid juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab diperuntukkan sebagai sedekah terhadap sesama. Ada sisi berbagai dan nilai sosial yang sangat dianjurkan dalam agama Islam.

Karenanya, tidak layak bertanya tentang dalil Maulid Nabi karena memang ada dalilnya. Bahkan, yang perlu dipertanyakan adalah: apa dalilnya mengatakan tradisi Maulid Nabi bertentangan dengan syariat Islam?

ISLAMKAFFAH

4 Dalil Boleh Maulid Nabi

Berikut 4 dalil boleh Maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan maulid Nabi selalu menuai pro dan kontra lantaran hal tersebut tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah Saw.

Hal itu terbukti dengan adanya kelompok yang membid’ahkan perayaan maulid. Namun bagi ulama yang membolehkan perayaan maulid, mereka memiliki dalil tersendiri yang mendasari kebolehan melakukan perayaan Maulid Nabi Saw.

Dalil Boleh Maulid Nabi

Di antara dalil yang mendasari kebolehan merayakan maulid adalah empat dalil berikut;

Pertama, adalah bunyi  ayat Al-Qur’an surat Yunus ayat 58 yaitu :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُون

Artinya : “Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad Saw) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira.” (QS.Yunus: 58).

Melalui ayat diatas Allah swt. memberikan anjuran kepada umat islam untuk menyambut gembira anugerah dan rahmat Allah swt. Dalam menafsiri kata  al-Fadl dan ar-Rahmah ulama masih berbeda pendapat. Ada yang menafsiri kedua kata tersebut dengan Al-qur’an itu sendiri.

Dan ada yang menafsiri bahwa kata al-Fadl adalah ilmu, sedangkan kata ar-Rahmah adalah diutusnya Nabi Muhammad Saw. Hal ini dikemukakan oleh Abu Syaikh yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA. Pendapat yang kedua adalah pendapat yang masyhur dipilih oleh ulama hal itu berdasarkan dengan dalil Al-qur’an surat al-Anbiya’ ayat 107.

Kedua, dalil Al-qur’an surat Al-anbiya’ ayat 107 yang berbunyi :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِين

Artinya : : “Kami tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’:107).

Ayat ini memiliki keterkaitan makna yang erat dengan surat yunus ayat 58 karena pemaknaan kata ar-Rahmah, ini juga yang diartikan sebagai terutusnya Nabi Muhammad Saw. Sehingga ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil kebolehan merayakan maulid Nabi Saw. Kemudian dalil berikutnya datang dari Hadist.

Ketiga, hadist yang diriwayatkan oleh Al- Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Bari tentang cerita diringankannya siksa Abu Lahab setiap hari Senin karena dia bergembira atas kelahiran baginda Nabi Muhammad Saw. Yang mana bentuk bahagianya dia buktikan dengan memerdekakan budaknya.

Dari hadist tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kelahiran Nabi Muhammad mendatangkan banyak manfaat bahkan kepada orang kafir sekalipun. [Baca juga: Hukum Berjoget Saat Maulid]

Keempat, hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim perihal Ketika Rasulullah Saw menyampaikan kesunnahan berpuasa setiap hari Senin lalu beliau bersabda :

فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ

Artinya : “Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu (Al-Quran)diturunkan kepadaku.” (HR.Imam Muslim).

Dari hadist ini bisa dipahami bahwa Rasulullah juga merayakan kelahirannya dengan cara bersyukur melalui ibadah puasa yang beliau lakukan.

Dari empat dalil diatas bisa dipahami perayaan maulid Nabi bukanlah perkara yang bidahi karena memang dianjurkan dan bahkan dilakukan oleh Rasulullah Saw sendiri. Demikian 4 dalil boleh maulid Nabi Muhammad. Semoga bermanfaat.  Wallahu alam.

BINCANG SYARIAH

Sejarah Maulid Nabi Muhammad dari Masa ke Masa

Artikel ini akan menjelaskan sejarah maulid Nabi Muhammad SAW dari masa ke masa. Sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW adalah acara rutin dilaksanakan oleh mayoritas kaum muslimin untuk mengingat, mengahayati dan memuliakan kelahiran Rasulullah.

Menurut catatan Sayyid al-Bakri, sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anah Al Tholibin, juz 3, halaman 364 dan kitab Haul Al-Ihtifal Bidzikra Al-Maulid Al Nabawi Al-Syarif, halaman 58-59, pelopor pertama kegiatan maulid adalah al-Mudzhaffar Abu Sa`id, seorang raja di daerah Irbil, Baghdad.

Dikisahkan bahwa umat Islam porak-poranda setelah dikalahkan oleh tentara salib dalam perang salib atau The Crusade untuk perebutan masjidil Aqsha. Kekalahan tersebut menjadikan umat Islam kehilangan semangatnya. Tidak ada lagi semangat juang untuk merebut kembali masjid yang menjadi kiblat pertama kali bagi umat Islam ini. 

Untuk menumbuhkan semangat ini lalu Malik Mudhaffar Abu Sa’id yang lebih dikenal dengan sebagai Sultan Shalahuddin al-Ayyubi—“Saladin” dalam sebutan orang barat—mempunyai ide untuk membacakan cerita-cerita tentang perjuangan nabi Muhammad SAW. Dengan mendengar kisah tentang perjuangan nabi ini diharapkan semangat umat Islam kembali sehingga bisa lagi untuk merebut masjid al-Aqsha dari pendudukan laskar eropa (Prancis, Jerman, Inggris). 

Malik Mudzaffar pada waktu itu memang menyelenggarakan acara maulid dengan cukup meriah untuk ukuran masa sekarang sekalipun. Acara maulid nabi itu dihadiri oleh tokoh-tokoh ulama, sufi, pemerintah dan rakyat banyak.

Karena besarnya acara yang akan diselenggarakan, Mudhaffar sampai menyediakan tidak kurang dari 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 kaleng susu dan 30.000 hidangan kue dan beberapa kelengkapan lainnya. Diperkirakan semuanya menghabiskan biaya 300.000 dinar. 

Namun tentunya kemegahan acara ini bukan perwujudan kesombongan dan niat bermewah-mewah. Sebab Mudzaffar dikenal sebagai pribadi yang kharismatik, pemberani, patriotik, cerdas, alim, dan adil. Kalau kemudian maulid dibuat mewah, itu semata-mata merupakan perwujudan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW. 

Ini adalah salah satu pendapat tentang siapakah pencetus tradisi maulid. Menurut pendapat lain, tradisi maulid ini sudah ada di masa pemerintahan Fathimiyyah. (Baca juga: Kenapa Sahabat Nabi Tidak Merayakan Maulid?)

Perkembangan selanjutnya, perayaan maulid menyebar keseluruh penjuru dunia, termasuk ke Indonesia. Dalam hal ini, Sunan kalijogo sering disebut sebagai pencetus perayaan maulid di bumi nusantara. Pada masa itu, rakyat Indonesia masih dalam pelukan keyakinan Hindu-Budha. Sunan Kalijogo mencoba menyadarkan mereka untuk menuju jalan kebenaran. Banyak diantara mereka yang akhirnya masuk Islam. 

Mereka yang mau masuk Islam ini, oleh Sunan Kalijogo dikumpulkan untuk mengikrarkan syahadatain. Agar lebih mudah menarik perhatian mereka, beliau mengadakan acara yang menarik, dan salah satunya adalah acara perayaan maulid nabi di bulan rabi’ul awal. Sampai saat ini, peninggalan sejarah ini masih tampak pada acara sekaten yang marak diselenggarakan terutama di daerah Yogyakarta dan Solo.

Pada perkembangan selanjutnya, dari waktu ke waktu, khususnya di Indonesia, bentuk perayaan maulid terus mengalami modifikasi. Di setiap daerah mempunyai cara tersendiri dalam menyelenggarakannya. Misalnya di Banyuwangi dalam perayaan maulid ada tradisi dok endokan. Di beberapa daerah jawa juga ada tradisi Grebek Maulid. Tentunya tetap ada kesamaannya, seperti pembacaan shalawat. 

Di samping itu, dalam merayakan maulid ini ada yang mengadakan acara besar-besaran, dengan berbagai acara, seperti shalawatan, ceramah agama, perlombaan, hiburan-hiburan yang bernuansa Islami dan lain sebagainya.

Makanya tak heran ketika memasuki bulan Rabi’ul Awwal di berbagai daerah tidak sepi dari berbagai acara maulid, terlebih paling sering diadakan di pondok-pondok. Tapi ada juga yang diadakan secara sederhana. Misalnya hanya dengan mengundang tetangga sekitar untuk membaca shalawat lalu diakhiri makan bersama.

Demikian penjelasan mengenai maulid dari masa kemasa. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Kisah Orang Yahudi yang Masuk Islam Karena Berkah Maulid Nabi

Merayakan Maulid Nabi adalah bagian dari satu syiar agama Islam, kendati terdapat sebagian kelompok yang mengingkari, bahkan mengklaim sebagai perbuatan yang bid’ah. Perayaan Maulid Nabi hakikatnya ialah majlis (tempat) shalawat dan sedekah yang memiliki banyak keutamaan (fadhilah), bahkan meskipun orang Yahudi merasakan keutamaan Maulid Nabi ini.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Suyuti dalam karya beliau yaitu Al-Wasail fi Syarhis Syamail bahwa rumah atau masjid yang di dalamnya dibacakan Maulid Nabi, maka tempat itu akan senantiasa dikelilingi malaikat yang membaca Istighfar bagi orang-orang yang ada di tempat tersebut.

Bahkan Ibnu Hajar Al-Haitami di dalam Kitabnya An-Ni’mah Al-Kubra ‘ala Al-‘Alam fi Maulid Sayyid Walad Al-Adam menyatakan perihal keutamaan (fadhilah) merayakan Maulid Nabi, sebagaimana berikut,

مَا مِنْ مُسِلِمٍ قَرَأَ فِي بَيْتِهِ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا رَفَعَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الْقَحْطَ وَالْوَبَاءَ وَالْحَرْقَ وَالْغَرْقَ وَاْلآفَاتِ وَالْبَلِيَّاتِ وَالْبُغْضَ وَالْحَسَدَ وَعَيْنَ السُّوْءِ وَاللُّصُوْصَ عَنْ أَهْلِ ذَلِكَ الْبَيْتِ، فَإِذَا مَاتَ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ جَوَابَ مُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ، وَيَكُوْنُ فَي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيْكٍ مُقْتَدِرٍ

Tidak ada dari seorang muslim yang membaca Maulid Nabi di rumahnya kecuali Allah mengangkat kemarau, wabah, kebakaran, karam, penyakit, bala, murka, dengki, mata yang jahat dan pencuri dari ahli rumah tersebut. Jika orang tersebut meninggal dunia niscaya Allah memudahkan baginya menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir, dan adalah tempat duduknya pada tempat yang benar di sisi Tuhan Yang Maha Memiliki Lagi Kuasa. (An-Ni’mah Al-Kubra ‘ala Al-‘Alam fi Maulid Sayyid Walad Al-Adam, hal. 7)

Dalam kitab Maulid Syaraf Al-Anam karya Syaikh Ahmad bin Qashim terdapat kisah tentang sepasang suami istri beragama Yahudi yang merasakan keutamaan Maulid Nabi.

Berikut kisah lengkapnya:

“Syaikh Abdul Wahid bin Ismail bercerita, bahwa di kota Mesir dahulu, ada seorang laki-laki yang setiap tahun mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Di sebelah laki-laki tersebut, ada tetangganya yang beragama Yahudi. Isteri Yahudi ini berkata kepada sang suami: “Mengapa, tetangga kita yang muslim itu, setiap bulan ini (bulan Maulid) membelanjakan harta yang banyak?” Kemudian Suami Yahudi itu menjawab: “Itu adalah karena dia beranggapan bahwa dalam bulan inilah Nabinya dilahirkan, ia melakukan hal tersebut karena senang dengan Nabinya serta memuliakan hari kelahirannya.”

Kedua suami isteri pun diam, kemudian keduanya tidur. Dalam tidurnya, isteri yang beragama Yahudi itu bermimpi ia melihat ada seorang laki-laki yang begitu tampan dan agung, berwibawa dan sangat dimuliakan memasuki rumah tetangganya yang Muslim itu. Dan di sisi kanan kiri laki-laki tersebut terdapat serombongan dari sahabatnya. Mereka mengormati dan mengagungkan laki-laki tersebut

Wanita itu pun bertanya kepada salah seorang diantara anggota rombongan itu: “Siapa laki-laki yang tampan ini ?”

Orang itu menjelaskan bahwa itulah Rasulullah Saw. Beliau masuk kerumah ini untuk mengucapkan salam kepada penghuni rumah ini dan menemui mereka yang telah menunjukkan rasa suka-cita mereka atas kelahiran beliau.

Wanita Yahudi itu pun berkata lagi, “Berkenankah orang itu berbicara denganku jika aku mengajaknya bicara ?”, laki-laki tadi lantas menjawab: “Sudah tentu beliau mau”.

Wanita Yahudi itu pun lantas mendekati Nabi Muhammad dan menyapanya: “Wahai Muhammad !”, lantas Nabi pun menjawab: “Labbaiki (aku sambut panggilanmu)”.

Wanita itu pun berkata: “Engkau menjawab orang sepertiku dengan talbiyah, sedangkan aku bukan mengikuti agamamu, dan akupun termasuk salah satu musuh-musuhmu”.

Nabi pun berkata kepada perempuan Yahudi tersebut: “Demi Dzat Yang telah mengutusku dengan haq menjadi Nabi, aku tidak menjawab panggilanmu sehingga aku mengerti bahwasanya Allah telah memberi hidayah atasmu”.

Wanita itupun menimpali: “Sesungguhnya tuan memang benar seorang Nabi yang mulia yang berpribadi agung, celakalah orang yang mengingkari perintahmu, dan merugilah orang yang tidak mengerti pangkatmu. Ulurkanlah tanganmu, aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah Saw.”

Dalam lubuk hatinya, wanita itu berjanji kepada Allah, berniat bahwa nanti esok pagi, ia akan bersedekah dengan seluruh harta yang ia miliki dan melaksanakan jamuan untuk memperingati Maulid Nabi Saw., sekaligus sebagai perwujudan rasa syukur atas keislamannya dan mimpinya malam itu.

(Akan tetapi, diluar dugaan, begitu bangun pagi) ia melihat suaminya sudah sibuk untuk menyiapkan suatu perjamuan, ia begitu rajin dan serius.

Wanita itupun heran dengan apa yang dilakukan suaminya seraya berkata: “Ada apa gerangan kulihat engkau begitu sibuk dan bersemangat pagi ini ? sang suami pun menjawab, “Karena orang yang kau lihat malam tadi, yang mana engkau masuk Islam dihadapan beliau.”

Perempuan itu bertanya kepada suaminya: “Siapa gerangan yang telah membukakan engkau rahasia ini (ihwal impiannya) dan memperlihatkann¬ya kepada engkau?”

Sang suami pun berkata: “Yaitu Nabi Muhammad, yang mana aku masuk Islam setelah engkau dihadapan Beliau (Rasulullah). Beliaulah Nabi yang diterima syafaatnya kelak untuk orang yang bershalawat dan salam atas beliau”. (Ahmad bin Qashim, Maulid Syaraf Al-Anam, hal. 44-46)

Itulah kisah panjang perihal sepasang suami istri yang beragama Yahudi yang merasakan keutamaan Maulid Nabi.

Kisah ini mengandung hikmah, jika orang Yahudi saja yang notabene benci pada Nabi bisa merasakan keutamaan Maulid Nabi karena tetangganya mengadakan acara Maulid, bagaimana dengan kita? Kita ummat-Nya mengadakan Maulid Nabi bahkan di dalam rumah kita sendiri. Oleh karena itu, yakinlah akan keutamaannya, bukan malah menentangnya sebagai amaliah bid’ah.

BINCANG MUSLIMAH

Maulid Nabi dan Isra Miraj, Dua Peristiwa Penting untuk Pondasi Muslim

Kisah Maulid Nabi dan Isra Miraj adalah peristiwa penting bagi semua umat Islam. Keduanya membawa dua dari lima poin rukun Islam yang merupakan pondasi bagi tiap muslim.
Maulid Nabi ditandai kelahiran Rasulullah SAW yang membawa risalah Islam dari Allah SWT. Tiap muslim wajib mengucapkan dua kalimat syahadat, yang merupakan persaksian atas keesaan Allah SWT sebagai Tuhan dan Nabi Muhammad sebagai utusanNya.

Sedangkan Isra Miraj merupakan perjalanan yang membawa perintah sholat lima waktu. Isra Miraj dianggap sebagai mu’jizat karena tidak mungkin dilakukan manusia di masa itu.

Pakar astronomis Prof Thomas Djamaluddin menjelaskan lebih detail peristiwa Maulid Nabi dan Isra Miraj. Penjelasan disampaikan dalam Pengajian Cangkrukan ITB 81, yang berawal dari sebuah WhatsApp Grup.

A. Kisah Maulid Nabi
Maulid Nabi adalah perayaan kelahiran Rasulullah SAW untuk meningkatkan rasa cinta padanya. Kecintaan inilah yang bisa menjadi motivasi untuk hidup berdasarkan sunnah dan ketentuan Al Quran.

Dalam hadits dijelaskan Nabi Muhammad lahir pada 12 Rabiul Awal pada hari Senin yang tenang. Berikut hadits yang menjelaskan peristiwa tersebut diriwayatkan Imam Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas,

وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيع الْأَوَّلِ، عَام الْفِيلِ

Artinya: “Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal dua belas di malam yang tenang pada bulan Rabiul Awwal, Tahun Gajah.”

Tahun Gajah terjadi 53 tahun sebelum Hijriah yang bisa ditulis sebagai -53 H. Jika dikonversi dalam penanggalan masehi, maka Nabi Muhammad SAW lahir pada 5 Mei 570.

Setelah berusia 41 tahun, Nabi Muhammad SAW mulai menerima wahyu dari Allah SWT. Manusia yang meyakini kebenarannya wajib mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti dijelaskan dalam hadits ini,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوْا الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذٰلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى

Artinya: “Aku diperintah memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh dan bahwa Muhammad adalah utusan Allâh, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka melaksanakan hal tersebut, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali dengan hak Islam dan hisab (perhitungan) mereka diserahkan kepada Allâh.” (HR Bukhari).

B. Cerita Isra Miraj
Selain Maulid Nabi, peristiwa Isra Miraj yang diperingati tiap 27 Rajab juga sangat penting bagi muslim. Peristiwa ini membawa perintah sholat wajib yang harus dilaksanakan para muslim.

ثُمَّ فُرِضَتْ عَلَيَّ الصَّلَوَاتُ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ فَمَرَرْتُ عَلَى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ أُمِرْتَ؟ قَالَ: أُمِرْتُ بِخَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تَسْتَطِيعُ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ، وَإِنِّي وَاللَّهِ قَدْ جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ، وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لأُمَّتِكَ. فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِعَشْرِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ أُمِرْتَ؟ قُلْتُ: أُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تَسْتَطِيعُ خَمْسَ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، وَإِنِّي قَدْ جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لأُمَّتِكَ. قَالَ: سَأَلْتُ رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ، وَلَكِنِّي أَرْضَى وَأُسَلِّمُ. قَالَ: فَلَمَّا جَاوَزْتُ نَادَى مُنَادٍ: أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي، وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي”.

Artinya: “Kemudian diwajibkan padaku shalat lima puluh kali setiap hari. Aku kembali, dan lewat di hadapan Musa. Musa bertanya, ‘Apa yang telah diperintahkan padamu?’ Kujawab, ‘Aku diperintahkan shalat lima puluh kali setiap hari’. Musa berkata, “Sungguh ummatmu tak akan sanggup melaksanakan lima puluh kali shalat dalam sehari. Dan aku -demi Allah-, telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelummu, aku telah berusaha keras membenahi Bani Israil dengan sungguh-sungguh. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu’. Aku pun kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat. Lalu aku kembali bertemu Musa. Musa bertanya seperti pertanyaan sebelumnya. Lalu aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat.” (HR Bukhari).

Isra Mi’raj adalah mukjizat yang membuktikan kebesaran Allah SWT. Saat itu, Allah SWT menjalankan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dalam Isra, serta menuju Sidratul Muntahan dalam Miraj.

“Isra Miraj bukan penerbangan biasa, antar negara, atau luar angkasa. Perjalanan Isra Miraj keluar dari dimensi ruang dan waktu yang biasa terjadi pada manusia,” ujar Prof Thomas.

Isra adalah perjalanan menembus ruang, sehingga Rasulullah bisa menempuh jarak Masjidil Haram di Makkah dan Masjidil Aqsa di Palestina dalam waktu singkat. Sedangkan Miraj adalah perjalanan menuju sidratul muntaha, tempat diterimanya perintah sholat.

Sebagai muslim, semoga kita bisa mengambil hikmah dari Maulid Nabi dan kisah Isra Miraj. Tentunya hikmah dan pelajaran dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

DETIK HIKMAH

Maulid Nabi dan Mendidik Anak Cinta Rasul

Bagi masyarakat di kampung bulan maulid layaknya hari raya. Tidak hanya sekali diperingati tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal, tetapi hampir sebulan penuh, bahkan bisa melewati batas bulan tersebut. Dari rumah ke rumah setiap hari ada undangan membaca shalawat dan sirah nabawi. Itulah bulan keceriaan bukan hanya bagi orang tua, lebih-lebih bagi anak-anak.

Orang tua dan anak kecil berdatangan dari rumah ke rumah membaca shalawat. Dari rumah pengusaha kaya raya hingga rakyat jelata. Semua merayakan tanpa mempedulikan sudah keluar biaya berapa. Tentu karena cinta tidak bisa dinilai dengan harta. Apalagi ungkapan cinta bagi Nabi tercinta.

Dalam perayaan Maulid di kampung, anak-anak dengan suka cita berdatangan. Tentu bukan sekedar ingin membaca shalawat, tetapi terpatri di pikirannya akan mendapat apa dari rumah tetangga. Dari rumah ke rumah mendapat makanan gratis. Akan luar biasa jika sang tuan rumah memberikan amplop. Target memperoleh amplop sebagai sedekah dari hamba yang mencintai Rasulnya adalah kebahagiaan bagi para bocah cilik.

Menarik sekali fenomena Maulid Nabi. Sebuah momentum yang tidak hanya perayaan tetapi ajang mendidik anak memiliki cinta dan idola. Tentu perayaan seperti itu akan membekas dalam diri anak. Ada sebuah perayaan yang menyenangkan waktu kecil yang baginya adalah proses memperoleh makanan dan sedekah. Sebuah perayaan yang kelak akan menanamkan keyakinan dalam dirinya seberapa agung Sang Rasul sebagai idola dalam hidupnya.

Anak dengan ingatan masa kecil seperti itu akan lebih lekat dalam kehidupan dewasanya dibandingkan dengan pembelajaran sirah Nabi di bangku sekolah. Sirah Nabi untuk mencintai Nabi jelas diperlukan. Tetapi budaya dan tradisi yang membungkus nilai cinta Nabi lebih masuk ke relung hati dan jiwa anak. Rasa cinta itu lebih mendalam dan tidak mudah dibuang dengan doktrin palsu.

Model pendidikan anak untuk cinta Rasul melalui budaya dan tradisi Maulid ini adalah bagian kecil dari manfaat perayaan Maulid Nabi. Anak tidak akan pernah kehilangan idola dalam dirinya. Ketika lupa ia diingatkan kembali dengan momentum Maulid Nabi. Ingatannya diikat dengan perayaan yang selalu diulang-ulang setiap tahun. Pengikat cinta kadang memerlukan pengingat. Karena ikatan cinta yang kuat adalah dengan ingatan terhadap orang yang dicintai.

Perayaan Maulid Nabi sebuah perayaan yang tidak hanya memiliki pijakan kuat dalam aspek keagamaan sebagai ekspresi cinta Rasul, tetapi juga sebagai media mendidik anak untuk mencintai sang idola dunia dan akhirat. Anda sebagai orang tua cukup mengenalkan dan mengajak  anak menghadiri perayaan Maulid. Itu pembelajaran yang luar biasa membekas dari pada Anda setiap hari harus berkoar-koar bela Rasul untuk mendidik buah hati.

Sungguh harus memikirkan ulang seribu dan berjuta kali untuk mengatakan perayaan Maulid itu tidak ada manfaatnya, apalagi dianggap bid’ah sesat. Tradisi agung ini telah memberikan semangat besar untuk cinta Rasul yang harus dipertahankan hingga akhir zaman.

ISLAM KAFFAH

Komentar Khulafaur Rasyidin tentang Maulid Nabi Muhammad Saw

Hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. merupakan hari bahagia bagi alam semesta. Kelahiran kekasih Allah, alasan terciptanya dunia. Beliau merupakan pembawa risalah yang membimbing manusia mengenal serta menyembah Allah SWT. Pada momentum yang berbahagia ini, penulis ingin mengajak pembaca mengetahui komentar para sahabat nabi Saw. perihal maulid nabi, khususnya para Khulafaur Rasyidin. al-Imam Ibn Hajar al-Haitami (w. 974 H) dalam karyanya an-Ni’matu al-Kubra ‘ala al-‘Aalam fi Maulid Sayyid Waladi Adam mengompikasikan sejumlah komentar khulafur rasyidin dan para sahabat Nabi Muhammad Saw. yang lainterkait keutamaan mengagungkan saat kelahiran nabi

Abu Bakar as-Shiddiq,

قَالَ أَبُو بَكْر الصِّدّيْقِ رضي الله عنه: مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلَي قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِي فِي الْجَنَّةِ

Abu Bakar as-Shiddiq Ra. berkata “barang siapa mengeluarkan infak satu dirham (satuan mata uang di daerah Arab di masa kekaisaran Utsmaniyah) dalam rangka pembacaan maulid nabi Muhammad Saw. maka ia adalah teman (kekasih) ku di surga.”

Umar bin Khattab Ra.,

قَالَ عُمَرُ رضي الله عنه مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا الْإِسْلَامَ

Umar Ra. berkata “barang siapa mengagungkan maulid nabi Muhammad Saw. maka ia sungguh telah menghidupkan islam.”

Utsman bin Affan Ra., 

قَالَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلَي قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَأنَّمَا شَهِدَ غَزْوَةَ بَدْرٍ وَحُنَيْن

“barang siapa mengeluarkan infak satu dirham dalam rangka pembacaan maulid nabi Muhammad Saw. maka seakan-akan ia mati syahid di perang Badar dan Hunain.”

Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah,

قَالَ عَلِيٌّ رضي الله عنه وَكَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ سَبَبًا لِقِرَائَتِهِ لَايَخْرُجُ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا بِالْإِيْمَانِ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Ali Ra. berkata “barang siapa mengagungkan maulid nabi Muhammad Saw. dan hal itu menjadi sebab pembacaan maulid nabi maka ia tidak akan keluar dari dunia (meninggal) melainkan membawa iman serta akan masuk ke surga  tanpa hisab.”

Wallahu ‘alam

BINCANG SYARIAH

Estafeta Dakwah Nabi ﷺ

Rabiul Awwal adalah bulan istimewa dalam perjalanan sejarah Islam dan manusia. Di bulan tersebut lahir seorang manusia penuh cinta dan kasih sayang. Seorang nabi pilihan di akhir zaman, pempurna ajaran-ajaran nabi sebelumnya. Kelahirannya dinanti oleh semua makhluk dan  para ahlul kitab yang faham akan kehadirannya. Lahir di kota suci, tempat baitullah dan Nabi Ismail berada. Dan, hadir di saat manusia diliputi kejahiliyahan.

Tumbuh berkembang di antara orang-orang penuh cinta dan perjuangan. Disusui wanita dari lingkungan Bani Sa’ad yaitu Halimah as-Sa’diyah. Sempat diasuh ibundanya, Aminah, yang penuh kasih sayang dan kesabaran. Dan, wafatnya ibunda Aminah melengkapi perjuangan Nabi Muhammad muda, hingga sang kakek pun Abdul Mutholib turut mengasuh.

Bersama Abdul Mutholib Nabi Muhammad belajar kedermawanan, menjadi pelayan para tamu Allah di Masjidil Haram. Setelah sang kakek meninggal, pengasuhan beralih kepada Abu Thalib, paman yang sangat mencintainya. Beliau yang paling lama dan banyak memberikan pengaruh kepada Nabi Muhammad terkait kepemimpinan, kemandirian, dan perniagaan.

Nabi ﷺ sangat dikenal oleh penduduk Makkah, sebelum dan setelah mengemban tugas kenabian. Sebelum menjadi Nabi, beliau terlibat banyak peristiwa penting di Makkah. Dua diantaranya perihal Hilful Fudhul (perjanjian kebaikan) dan peristiwa peletakan Hajar Aswad.

Perjanjian Hilful Fudhul, saat seorang pedagang yang merasa dirugikan akibat barang dagangannya yang tidak dibayar oleh sang pembeli. Inilah yang menggerakkan Nabi ﷺ untuk mengajak para pemuka Quraisy menuntut sang pembeli agar mau membayar barang dagangan yang telah diambil. Kemudian dibuat perjanjian kebaikan agar setiap kewajiban ditunaikan dan hak diberikan, yang kemudian dikenal dengan Hilful Fudhul.

Peristiwa berikutnya terjadi ketika Ka’bah mengalami renovasi. Para pemuka dari setiap kabilah di Quraisy merasa berhak untuk meletakkan kembali hajar Aswad ke tempatnya semula. Hal ini menimbulkan keributan dan hampir terjadi perang di antara sesama suku Quraisy.

Hingga akhirnya seorang di antara mereka mengusulkan agar keputusan diberikan kepada siapapun yang masuk ke Masjidil Haram di saat para pemuka berada di dalam.  Dan, yang hadir adalah sosok yang tepat, pemuda yang jujur, berakhlak mulia dan bukan salah satu di antara kabilah yang sedang berebut, yaitu Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad memutuskan dengan meletakkan dan melebarkan kain sorbannya. Lalu, Hajar Aswad diletakkan di atas kain. Setelah itu, beliau meminta para pemuka Quraisy mengangkat Hajar Aswad secara bersama.

Setelah dekat, Nabi meletakkannya di tempatnya. Keputusan ini diterima para pemuka Quraisy yang tadinya bersitegang. Pasca Bi’tsah Nubuwah (penetapan Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul), tugas beliau semakin berat dan besar. Nabi ﷺ berusaha menggerakkan orang-orang terdekat untuk terlibat dalam proses dakwah Islam. Seperti Khadijah istri Nabi, Ali bin Abi Thalib sepupunya, Zaid bin Haritsah anak angkatnya, dan Abu Bakar sahabat terdekat. Mereka dikenal as-sabiqunal awwalun yang membantu pergerakan dan penyebaran dakwah Islam. Hingga pada puncaknya dakwah dikekang, dan akhirnya diperintahkan untuk hijrah ke Madinah.

Rabiul Awwal kembali menjadi penting, karena di bulan ini Rasul dan Abu Bakar sampai di Kota Madinah untuk hijrah. Setelah melewati perjuangan dan pengejaran kafir Quraisy, Nabi pun mengawali perjuangan dakwah di Madinah. Peristiwa hijrah ini merupakan tonggak awal sejarah berdirinya kekuatan dan pemerintahan Islam pertama.

Dari Madinah penyebaran wilayah Islam meluas khususnya wilayah Jazirah Arab. Di masa Khulafaurrasyidin dan pemerintahan Daulah Bani Umayyah, Abbasiyah hingga Turki Utsmani melanjutkan penyebaran Islam hingga dua pertiga adalah kekuasaan Islam.

Tugas Mabi ﷺ berakhir di bulan Rabiul Awwal tahun sebelas Hijriyah, beliau wafat diusia 63 tahun. Bulan yang menjadi kesedihan mendalam bagi para sahabat, sekaligus sebagai babak baru pemerintahan Islam. Di mana Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib menjadi sosok pemimpin pelanjut pemerintahan Islam.

Perjalanan dan pertumbuhan Islam tidak pernah jauh dari da’i dan penggerak awal yaitu Nabi ﷺ. Beliau adalah sosok saleh yang dapat menggerakan orang lain menjadi saleh dan bertugas mensalehkan orang lain. Dilanjutkan, tidak terputus para penggerak kebaikan ini, dan terus melanjutkan estafeta dakwah Islam sampai akhir zaman. Mereka para da’i, ulama, dan guru yang terus mengajarkan dan menjadi teladan yang menggerakan umat untuk beramal shaleh, mengajak pada jalan yang benar dan mencegah kemungkaran.

Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar menjadi bagian dari orang-orang yang melanjutkan estafeta dakwah Nabi ﷺ. Amin.*/ Firdauspengurus Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

HIDAYATULLAH

Wahai Dunia, Inilah Sayyidil Wujud Muhammad ! (Bag2 )

Nabi Muhammad Saw tidak di utus kecuali untuk menyempurnakan dakwah para Nabi menuju sempurnanya akhlak dan budi pekerti yang tinggi. Sebagaimana sabda beliau :

إِنَّمَا بُعثتُ لِأُتَمَِّمَ مَكَارِمَ الأَخلَاق

“Aku tidak di utus kecuali untuk menyempurnakan akhlak.”

Karena itu semua perangai indah telah digambarkan dalam dakwahnya dan telah di contohkan pula dalam kehidupan nyata beliau sehari-hari. Sehingga beliau sampai kepada puncak kesempurnaan yang tidak akan di raih oleh siapapun sebelum beliau dan tidak akan diraih oleh siapapun setelah Nabi Muhammad Saw.

Dengarkan pujian Allah terhadap kekasih-Nya Muhammad Saw !

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS.Al-Qalam:4)

Maka bagi setiap manusia yang ingi mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, maka satu-satunya jalan adalah menjadikan beliau sebagai uswatun hasanah dan contoh nyata yang akan membawa kita menuju keselamatan di Hari Kiamat.

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat.” (QS.Al-Ahzab:21)

Maka bukti kecintaan seorang hamba kepada Allah Swt adalah dengan mencintai dan mengikuti Kekasih-Nya, Sayyidil Wujud Muhammad Saw. Dengan tegas Allah Swt menyampaikan dalam Firman-Nya.

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS.Ali ‘Imran:31)

Karena itu Allah telah memilih Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi terakhir dan tidak ada nabi lagi setelahnya. Tiada jalan kesuksesan kecuali beriman kepadanya dan mengikuti petunjuknya.

Semua jalan menuju kepada Allah akan tertutup kecuali melalui beliau, karena hanya Nabi Muhammad Saw satu-satunya wasilah yang akan mengantarkan manusia menuju kebahagiaan.

Karena itu Al-Qur’an yang di bawa oleh beliau akan menjadi hakim bagi seluruh kitab-kitab sebelumnya.

وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِۖ

“Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya.” (QS.Al-Ma’idah:48)

Karena itu Allah jadikan kesempurnaan misi seluruh Nabi ada di tangan Nabi Muhammad Saw. Setelah kedatangan Nabi terakhir ini maka sempurnalah seluruh Risalah Allah swt.

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS.Al-Ma’idah:3)

Itulah beliau, kekasih Allah Sayyidul Wujud Muhammad Saw.

KHAZANAH ALQURAN