Homoseksual dan Kebebasan Seksual: Melawan Pancasila!

Homoseksual dan Kebebasan Seksual: Melawan Pancasila!

Tidak ada gen homo, homoseksual, LGBT dan penganut kebebasan seksual tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila

HARI ini  ini Hari ini bangsa kita memperingati hari lahirnya Pancasila yang menjadi pedoman dan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.  Fenomena sosial saat ini yang terjadi justru sangat memprihatinkan, yaitu berkembangnya kelompok homoseksual yang menamakan dirinya sebagai kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual,Transgender)  dan penganut kebebasan seksual yang tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila.

Isu  LGBT, dan kebebasan seksual yang kampanyekan secara global secara langsung sudah mendatangkan musibah penyakit bagi dunia, dalam beberapa minggu ini di Eropa ditemukan penyakit cacar monyet, bahkan di Spanyol sebuah spa tempat berkumpulnya kau homoseksual (gay) di tutup karena ternyata virus cacar monyet menyebar dan disebarkan dari komunitas homoseksual (LGBT), demikian juga dengan kasus HIV/AIDS bahkan diprediksi penyebaran HIV/AIDS pertama kali didapati pada kelompok homoseksual.

HIV/AIDS saat ini sudah merenggut 33 juta nyawa didunia, di tahun 2019 saja didapati 1,7 juta orang terinveksi HIV. Menurut data Ditjen P2P Kemenkes pada tahun 2019 didapati 50.282 terinveksi HIV dan 7.036 terkena AIDS. 71,6% berusia 25-49 tahun dan 14,1% berusia 20-24 tahun.

Dari ini juga menunjukkan bahwa Lelaki Seks Lelaki (LSL) angkanya 21,4% terus meningkat tahun 2010-2020 lebih tinggi dari heteroseksual (17,9%). Bahkan data tahun 2021 Kemenkes RI periode Januari-Juni faktor resiko penularan HIV-Aids terbanyak adalah kelompok Homoseksual (LSL & Waria) 26,2%.

Menurut dr.Dewi Inong Irna, Spkk (2022) yang aktif memberikan bantuan kepada penderita IMS akibat perilaku homoseksual mengatakan, perilaku homoseksual dan kebebasan  seksual adalah fenomena gunung es, karena diprediksi angka kejadian infeksi menular seksual (termasuk HIV/AIDS) sebenarnya banyak yang belum terdata/terdeteksi karena tanpa gejala. Menurut Dewi, resiko tertinggi perilaku seks anus laki-perempuan bukan suami istri juga beresiko tinggi tertular IMS yang ini merupakan bagian dari penyimpangan seksual.

Dalam pengalamanya menangani pasien yang melakukan kebebasan seksual dan  homoseksual, didapati mereka terkena Inveksi Menular Seksual (IMS) seperti sifilis, kutil kelamin, gonore, herpes kelamin, kanker mulut rahim, kanker dubur, limfogranuloma venereum, bahkan sarkoma kaposi generasi baru-virus HHV 8, muncul pertama pada Lelaki Seks Lelaki (LSL) pelaku seks anal di Amerika tahun 2016.

Homoseksual bukan genetik!

Menurut penelitian yang dilakukan oleh ahli genetik Andrea Ganna dari MIT Harvard di Cambridge Massachusetts (2019,) yang melakukan penelitian kepada 500 ribu orang mengatakan bahwa LGBT bukan gen bawaan lahir tidak ada gen gay. Namun perilaku homoseksual terjadi karena pergaulan, lingkungan, budaya, keluarga yang bercerai, korban kejahatan seksual.

Demikian juga penelitian yang di publikasi di International Journal of Scientific and Technology Research “LGBT Among Students: A Case Study at Several Universities in Indonesia”  yang dilakukan Fatgehipon dkk, yang menemukan bahwa seseorang menjadi homoseksual adalah sebagai pilihan hidup karena beberapa faktor. Faktor pertama,  psikodimanik dari konflik yang tidak disadari dan perkembangan psikososial yang bermasalah, kedua. adalah pengalaman seksual yang buruk di masa lalu, ketiga, adalah trauma cinta seperti karena disakiti, dikecewakan, korban kekerasan oleh lawan jenis, dan keempat, kebutuhan seksual individu yang berbeda-beda.

Perilaku kebebasan seksual dan penyimpangan seksual di Indonesia sudah sangat memprihatikan, dalam survei terpadu Biologis dan Perilaku 2018-2019 yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI perilaku homoseksual 17% dilakukan oleh remaja usia 15-19 tahun. Median usia pertama kali melakukan seks vaginal dan anal adalah usia 18 tahun (termuda 14 tahun dan tertua 20 tahun) artinya kelompok remaja 19 tahun paling banyak.

Dalam Rencana Aksi Nasional 2015-2019 untuk menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia memerlukan dana  184,71 juta USD, pemerintah pusat sejak 2019 sudah mengalokasikan Rp.2,5 Triliun.

Menurut penelitian Human Right Watch (HRW) (2018) dalam 10 tahun terakhir prevalansi Lelaki Seks Lelaki (LSL) meningkat sampai 500%. Artinya semakin banyak laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki yang terkena HIV, bahkan dalam temuan HRWG di Jakarta sepertiga dari laki-laki yang melakukan hubungan seksual sejenis terkena HIV.

Mengidentikan dirinya dengan kelompok LGBT sangat erat kaitannya dengan perilaku seks bebas yang beresiko. Karena kadang kala mereka merasa aman melakukan dengan sejenis karena tidak menyebabkan kehamilan, padahal perbuatan “zina ” sejenis lebih berbahaya karena bisa menyebabkan kematian dan terinveksi penyakit menular seksual.

Perilaku seksual yang menyebabkan terjadinya penularan HIV/AIDS dan penyakit menular seksual pada kelompok LGBT salah satunya adalah melakukan hubungan seksual melalui anus/anal yang itu dapat dikategorikan adalah penyimpangan seksual.

Menurut penelitian CDC (Kementerian Kesehatan Amerika), orang yang disodomi resikonya lebih besar terkena HIV, hubungan seksual melalui anus cenderung membuat pelaku kecanduan seperti kecanduan narkoba, karena kelenjar prostat tergeser dari anus, ini menyebabkan yang menyodomi dan yang disodomi akan kecanduan.

Kesimpulan

Pertama, perilaku kebebasan seksual dan penyimpangan seksual adalah bertentangan dengan negara Pancasila, yaitu Sila Pertama: Ketuhanan yang Maha Esa, dimana tak satu agamapun di Indonesia ini yang membenarkan perilaku kebebasan dan penyimpangan seksual, dalam sila kedua juga jelas meyatakan: Kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku seks bebas dan menyimpang adalah perbuatan yang tak beradab serta melanggar norma-norma agama, sosial dan budaya masyarakat Indonesia.

Kedua, kebebasan dan perilaku seksual menyimpang bisa dikategorikan sebagai ancaman negara, karena dapat menimbulkan wabah penyakit,  konflik sosial, anak diluar nikah yang menurunkan kualitas dan  kesehatan anak, penyebaran Infeksi Menular Seksual  termasuk HIV/AIDS yang dapat menyebabkan kematian.

Ketiga, gerakan komunitas yang mempropagandakan kebebasan seksual, penyimpangan seksual termasuk homoseksual harus bisa dipidana, karena merusak sendi-sendi moral masyarakat Indonesia. Ada banyak kasus remaja yang menjadi seorang homoseksual karena dibujuk rayu oleh individu untuk mendapatkan kepuasan seksual dan merekrut mereka menjadi komunikasi homoseksual yang tentu saja melanggar HAM.

Keempat, komunitas homoseksual adalah kelompok yang harus mendapat perhatian, bimbingan, pendampingan  karena mereka oleh dikategorikan sebagai Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa  Indonesia (PDSKJI), karena mereka ingin berubah,kembali fitrah, sehingga membutuhkan akses layanan psikologi dan kesehatan.

Kelima,  perilaku homoseksual dan kebebasan seksual adalah ancaman negara karena bisa mengancam keselamatan bangsa dengan penyakit dan kepunahan. LGBT adalah transnasional ideologi yang berbahaya bisa merusak asa depan bangsa, untuk itu perlu upaya membentengi generasi muda dari paham  ideologi LGBT.*

Oleh: Muhammad Iqbal, Ph.D

Penulis adalah psikolog dan dosen Universitas Paramadina, alumni PPRA-54 Lemhannas RI. IG @muhammadiqbalpsy

HIDAYATULLAH