Ibadah Sosial

Dalam Islam, ada dua kategori ibadah, yaitu ibadah shirah (ibadah individual) dan ibadah muta’adiyah (ibadah sosial). Ibadah shirah adalah ibadah yang manfaatnya hanya dirasakan oleh pelakunya, seperti ibadah shalat, puasa, dan haji.

Sedangkan ibadah muta’adiyah adalah ibadah yang manfaatnya dirasakan oleh pelakunya dan dirasakan pula oleh orang lain, seperti mengeluarkan zakat, menyantuni anak yatim, dan menyedekahkan harta kepada fakir miskin.

Ibadah shirah pahalanya akan berakhir atau terputus dengan berhentinya sang pelaku dari melaksanakan ibadah tersebut. Sedangkan ibadah muta’adiyah, selama orang lain terus menerus dan merasakan manfaat, pahalanya akan tetap mengalir walaupun sang pelaku sudah tidak lagi melaksanakan ibadah tersebut, bahkan walaupun sang pelaku sudah meninggal dunia.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).

Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan mendidik anak agar menjadi anak saleh merupakan 3 (tiga) bentuk ibadah yang termasuk ibadah muta’adiyah. Maka itu, pahala sang pelaku ibadah tersebut tidak akan terputus karena orang lain terus-menerus merasakan manfaat darinya. Oleh karena itu, agama memerintahkan kepada kita untuk melaksanakan ibadah muta’adiyah selain melaksanakan ibadah shirah.

Selain tiga bentuk ibadah di atas, masih ada lagi ibadah lain yang termasuk kategori ibadah muta’adiyah. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal dan kebaikan yang terus mengiringi seseorang ketika meninggal dunia adalah ilmu yang bermanfaat, anak yang dididik agar menjadi orang saleh, mewakafkan Alquran, membangun masjid, membangun tempat penginapan bagi para musafir, membuat irigasi, dan bersedekah.” (HR Ibn Majah).

Dari hadis di atas, bisa disimpulkan bahwa ibadah-ibadah apa pun itu bentuknya selama manfaatnya bisa dirasakan oleh orang lain, maka hal tersebut termasuk ibadah muta’adiyah, dan pelakunya akan terus mendapatkan pahala dari ibadah tersebut.

Alangkah bahagianya jika dalam hidup ini kita bisa melaksanakan ibadah yang memberikan manfaat atau bermanfaat bagi orang lain, karena orang seperti itulah yang disebut oleh Rasulullah SAW sebagai sebaik-baiknya manusia. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang lebih bermanfaat bagi orang lain.” (HR ath-Thabrani).

 

Oleh: Asep Suhaldi

sumber: Republika Online