Ini Alasan Para Pahlawan Nasional Memilih Pakaian Islami Dalam Perjuangan Melawan Belanda

Jika kita kembali melihat sejarah, kita akan mendapati banyak dari para pahlawan bangsa yang memimpin perjuangan melawan lebih memilih pakaian Islami berupa Jubah dan Sorban daripada pakaian adat daerahnya.

Guru Besar sejarah Universitas Padjajaran Profesor Ahmad Mansur Suryanegara mengungkapkan bahwa alasan para pejuang mengenakan pakaian Islami dengan jubah dan Sorban adalah karena pada masa itu pakaian adat identik dengan para pembantu Penjajah Belanda untuk menindas masyarakat Nusantara.

Para pejuang seperti Pangeran Diponegoro, Kiai Mojo dan Sentot Alibasyah Prawirodirjo lebih memilih mengenakan busana Islami dari pada pakaian adat Jawa ketika melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda pada masa itu.

Berikut penjelasan lengkap yang ditulis Profesor Ahmad Mansur Suryanegara melalui akun Facebook pribadinya, pada hari Selasa 15 Desember tahun 2015:

“Pangeran Diponegoro, Kiai Mojo dan Sentot Alibasyah Prawirodirjo menanggalkan busana adat Jawa ketika para pengena busana adat justru menjadi pembantu utama penjajah Protestan Belanda dalam menindas rakyat dengan menggunakan topeng budaya adat untuk memadamkan Cahaya Islam.

Pangeran Diponegoro, walau menyandang keris, menurut Dr Tjipto Mangunkusumo tidak pernah menghunus kerisnya di tengah peperangan. Tetapi selalu membacakan Al Quran untuk membangkitkan jiwa juang umat dan rakyat pendukungnya yang anti penjajah.

Pangeran Diponegoro, Kiai Mojo dan Sentot Alibasyah Prawirodirjo berbusana Islami menyelamatkan bangsanya dari keruntuhan moral bangsanya.

Pembusana adat Djawa bertingkah laku pemadat, merendahkan martabat wanita, perusak keluhuran adat Djawa, perusak Syariah Islam dalam Istana Kesultanan dan di masyarakat Djawa. Berkedok memelihara Adat Djawa, tapi bermental rendah.

Bila disebutkan “Ora Ndjowo” artinya tingkah lakunya tidak Islami. Saat itu “Jowo” atau “Jawa” di masyarakat memiliki arti mengerti. Bila disebut “Ora Ndjowo” artinya adalah ora ngerti atau tidak Islami. Ora artinya tidak. Djawa artinya Islam dan Pribumi berseberangan penjajah yang asing.

Dalam perjalanan sejarah, adat daerah di Nusantara diperadabkan oleh ajaran Islam. Pada masa penjajahan Kerajaan Protestan Belanda dan pemerintah Kolonial Belanda, Adat budaya yang bersifat lokal dijadikan pemecah belah kesatuan bangsa atau umat. Dijadikan alat oleh penjajah melawan Islam yang bersifat universal dan pemersatu bangsa Indonesia” (IM/Ram)

ERA MUSLIM