Jadi Muslim yang Baik Itu Praktik Bukan Teori

BANYAK orang berpikir bahwa, menjadi muslim yang baik itu adalah apabila dia bisa menjelaskan teori tentang Islam. Menjadi muslim yang paling nyunah berarti adalah orang yang paling baik dalam menjelaskan, apa itu sunah.

Menjadi muslim yang paling tauhid adalah orang yang paling baik menjelaskan tentang apa itu akidah. Bukan, ternyata bukan itu yang dimaksud dengan muslim terbaik.

Tetapi yang dimaksud muslim yang paling baik seperti apa kata ulama katakan adalah muslim yang paling bisa “menampilkan” teori islam di dalam dirinya. (Akhlak)

Aisyah radhiallahu ‘anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun menjawab, “Akhlak beliau adalah (melaksanakan seluruh yang ada dalam) Alquran”

Ada seorang ustaz di dalam suatu majelis, ketika beliau berbicara Alquran beliau seperti ahli tafsir, ketika berbicara tentang As-Sunah beliau seperti ahli hadist, ketika berbicara fikih, beliau seperti paling mengerti halal dan haram.

Tapi belum tentu beliaulah yang terbaik islamnya di antara orang-orang yang ada di dalam majelis tersebut karena yang paling terbaik Islam nya di antara mereka adalah:

Jika dalam majelis Alquran, berarti merekalah yang akhlaknya paling mendekati nilai-nilai Alquran yang ideal. Yang paling baik dalam sunahnya adalah dia yang paling mendekati akhlaknya dengan sunnah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Begitu juga dalam urusan fikih dan yang lainnya.

Jadi muslim yang terbaik adalah yang memegang teguh kepada agama Allah, bukan berpegang kepada teorinya untuk bisa menjelaskannya kembali kepada orang banyak, bukan yang paling panjang artikelnya tentang islam.

Bukan yang paling banyak follower-nya di akun-akun islami di medsos, bukan yang paing banyak jilid buku nya tentang fikih. Tetapi yang paling baik akhlaknya dan yang sesuai dengan al-quran dan as-sunah Rasulullah.

Sehingga jadilah muslim yang “menampilkan” keislaman kita di hadapan semua umat, bukan muslim yang “menjelaskan” keislaman kita di hadapan semua umat ataupun media.

Maka di sinilah peran cermin sangat penting sebagai guru terbaik kita, sudahkah kita menilai diri kita sendiri dan muhasabah diri kepada akhlak kita sebagai muslim, sudahkah kita menjadi akhlak yang terbaik di antara umat manusia?

Gunakan setap hari cermin itu untuk media bertanya kepada diri kita sendiri, sudahkah hari ini kita menunjukan akhlak terbaik dan tidak hanya berdakwah secara lisan saja tetapi secara perbuatan dan akhlak, apakah sudah benar-benar kita terapkan. Bercerminlah, jadikan cermin itu sebagai guru kita.

Rasulullah mengatakan, Innama buitstu liutammima makarimal akhlak (sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak manusia).

Jadikanlah contoh cerminan kita sebagaimana sikap dan karakter Rasulullah karena perbuatan beliau adalah kebaikan, marahnya beliau adalah kebaikan, adab beliau adalah kebaikan, bahkan diam nya beliau adalah kebaikan.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS Al-Ahzab: 21)

Maka jika akhlak Rasulullah adalah Alquran sejatinya kita tidak hanya membaca atau menghafal Al-Quran saja, namun amalkan Alquran tersebut kepada orang lain dan kepada akhlak kita di dalam kehidupan sehari-hari. Agar kita senantiasa menjadi akhlak yang paling sempurna diantara umat manusia. Sebagaimana ayat berikut ini:

“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu” (QS Al-Qiyamah: 18)

Dan apabila kita telah bersaksi bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallaam adalah utusan Allah maka pastikanlah, Rasulullah bersaksi dan mengakui bahwa kita adalah umat terbaiknya. Aamiin ya Allah ya Rabbal ‘alamin. [DJS/Kutipan Ust.Hanan Attakki,Lc]

INILAH MOZAIK