Kaffârat Dalam Islam

Syariat Islam menampakkan puncak hikmah, rahmat dan keadilan. Apabila kita menelaah dan meneliti syariat akan tampak hal ini dalam semua bentuk ibadah, muamalah, rumah tangga, hukuman dan politik syar’i serta yang lainnya. Khususnya bila kita meneliti dan memahami konsep Islam dalam hukuman dan pidana kejahatan akan semakin jelas kesempurnaan hikmah dan rahmat serta keadilannya. Pertimbangan antara kemaslahatan dan kemudharatan baik secara individu masyarakat ataupun masyarakat itu sendiri sehingga didahulukan maslahat umum dan dihilangkan kerusakan yang lebih besar dengan yang lebih kecil. Semua ini dalam rangka menahan dan mencegah kejahatan dan mewujudkan keadilan, keamanan dan ketetangan masyarakat yang jauh dari kedengkian, mengumbar emosi dan dendam dari pelaku kejahatan.

Tidak dipungkiri manusia tidak lepas dari kesalahan, namun yang harus dilakukan adalah menutupi dan kembali kepada keadaan yang seharusnya dan berlindung kepada Allâh Azza wa Jalla yang maha pengampun lagi maha penyayang.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Setiap manusia berbuat kesalahan dan sebaik-baiknya orang yang berbuat kesalahan adalah yang segera bertaubat. [HR. Ibnu Mâjah no. 4251 dan dihasankan al-Albâni rahimahullah].

Namun tidak semua manusia mudah untuk bertaubat dan menghindari kesalahannya sehingga dibutuhkan sebuah hukum yang dapat mengobati kesalahan tersebut dan menghapus dosanya. Oleh karena itu Allâh Azza wa Jalla syariatkan Kaffârat karena Kaffârat adalah salah satu bentuk hukuman positif yang dapat mewujudkan tujuan agung:

  1. memelihara kemaslahatan masyarakat dengan menghukum orang yang diwajibkan Kaffârat sebagai hukuman dari kemaksiatan, kelalaian atau penyimpangan dari akhlak yang mulia. Semua ini akan memberikan pengaruh baik kepada masyarakat dan mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat, karena Kaffârat berisikan pembebasan budak atau memberi makan dan pakaian.
  2. memelihara kemaslahatan pribadi dan individu masyarakat. Hal itu karena Kaffârat dapat menjadi pencegah kemaksiatan atau penelantaran atau penyimpangan dari akhlak yang mulia. Demikian juga Kaffârat dapat menghapus dosa yang sangat penting dalam menjaga kemaslahatan individu muslim. [I’jâz at-Tasyri’i Fil Kaffârât hlm 46].

Hal ini menampakkan keindahan, kesempurnaan dan tingginya syariat Allâh Azza wa Jalla yang agung ini.

PENGERTIAN KAFFARAT.
Kata Kaffârat adalah bentuk plural dari kata Kaffârah yang diambil dari kata kafr (الكَفْرُ) bermakna penutup. Orang Arab menyatakan: (كَفَرْتُ الشيء أَكْفِرُهُ كفراً) bermakna menutupi. kata (الكَافِر) bermakna malam yang sangat gelap, karena menutupi segala sesuatu dengan kegelapannya. kata (كفارة) adalah semua yang menghapus dosa berupa sedekah, puasa atau sejenisnya. [lihat ash-Shihâh, al-Jauhari dan Maqâyis al-Lughât 5/191].

al-Azhâri t berkata, “Kaffârat dinamakan demikian karena menghapus dosa yang berarti menutupinya, seperti Kaffârat sumpah, zhihâr dan membunuh dengan tidak sengaja. [Tahdzîb al-Lughât;10/114].

Dapat disimpulkan kata Kaffârat dalam bahasa Arab kembali kepada dua pengertian:

  1. Menutup kemaksiatan dan menghapus pengaruh buruknya.
  2. Semua yang dilakukan orang yang membayar Kaffârat dari yang diwajibkan Allâh berupa memerdekakan budak, puasa atau memberi makan.

Dari kesimpulan ini, maka para ulama fikih mendefinisikan Kaffârat dengan beberapa definisi, diantaranya:

Imam al-Kasâni rahimahullah mendefiniskan Kaffârat dalam istilah syari’at sebagai nama bagi sebuah kewajiban (Badâ`i’ ash-Shanâ`i’, 5/95). Maksudnya adalah yang Allâh Azza wa Jalla wajibkan atas orang yang melanggar larangan atau tidak melakukan yang diperintahkan.

Sedangkan Imam al-Munâwi rahimahullah berkata, “Semua yang diwajibkan kepada pelaku kejahatan sebagai penutup terhadap sesuatu yang terjadi padanya dan pencegah bagi yang semisalnya”. [At-Tauqîf ‘Ala Muhimmât At-Ta’ârif hlm 282].

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Adapun Kaffârat, maka asalnya dari kata al-Kafr dengan difathahkan huruf kap nya yang bermakna penutup, karena menutupi dosa dan menghapusnya, kemudian digunakan Kaffârat pada semua yang didapati bentuk penyelisihan atau pelanggaran, walaupun tidak ada dosanya, seperti pembunuh dengan tidak sengaja dan selainnya. [Al-Majmû’; 6/333].

Demikian para ulama dahulu mendefiniskannya. Kemudian para peneliti syariat modern mendefiniskan Kaffârat sebagai harta atau puasa atau taubat yang dituntut karena menyelisihi syariat, walaupun tidak ada padanya dosa seperti pembunuhan tidak sengaja. (Al-Kaffârât Fil Fiqhil Islâmi, Muhammad Syafîq Sa’âdah hlm 8). Ada juga yang mendefiniskannya dengan Kaffârat adalah perbuatan yang ditetapkan syariat dalam al-Qur`an atau as-sunah yang sahih ditunaikan dan menjadi jalan dan manhaj untuk menghapus dosa yang di jelaskan dalam al-Qur`an dan Sunnah (Fatâwa Syaltût; 245). Ada juga yang menjadikan Kaffârat adalah ibarat dari perbuatan yang diinginkan secara khusus oleh Syariat ketika terjadi pelanggaran atau dosa tertentu. [Al-Kaffârat Fil Fiqh Al-Islâmi, Rodja al-Mathrafi hlm 31].

Dari beberapa definisi ini dapat disimpulkan bahwa Kaffârat adalah kewajiban harta atau badan yang wajib dikeluarkan dengan sebab meninggalkan kewajiban syariat (Al-I’jâz At-Tasyri’i Fil Kaffârât hlm 49) atau nama untuk hukuman yang sudah ditetapkan ukurannya secara syariat untuk menutupi dosa yang diakibatkan oleh pelanggaran larangan baik berupa perkataan atau perbuatan. [Al-Kaffârat Fil Fiqhil Islâmi abu Dr-Rayis hlm 12].

PENSYARIATAN KAFFARAT
Kaffârat disyariatkan dalam Islam menurut kesepakatan para ulama (lihat al-Mughni 3/10 dan al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah 35/39) dan hukumnya wajib sebagai penutup sebagian dosa dan pelanggaran syariat. Hal ini berdasarkan dalil-dalil syariat baik al-Qur`an, as-sunnah maupun Ijma’. Diantaranya adalah:

1. Firman Allâh Azza wa Jalla :

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allâh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka Kaffârat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka Kaffâratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah Kaffârat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikian Allâh menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur(kepada-Nya). [Al-Mâ`idah/5:89].

Ayat ini berkenaan dengan Kaffârat melanggar sumpah.

2. Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allâh. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai ke tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘Umrah sebelum Haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuhhari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertaqwalah kepada Allâh dan ketauhilah bahwa Allâh sangat keras siksa-Nya. [al-Baqarah/2:196].

Ayat ini berkenaan dengan Kaffârat pelanggaran larangan ihram dalam haji dan umroh.

3. Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan tidaklah layak bagi seorang Mukmin membunuh seorang Mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar dia yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang Mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allâh. Dan adalah Allâh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [An-Nisâ’/4:92].

Ayat ini berkenaan dengan Kaffârat pembunuhan dengan tidak sengaja.

4. Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ﴿٣﴾ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۖ فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ۚ ذَٰلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Orang-orang yang menzihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allâh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allâh dan Rasul-Nya.Dan itulah hukum-hukum Allâh, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.[Al-Mujâdilah/58:3-4].

Ayat ini berkenaan dengan Kaffârat zhihâr.

 Keempat ayat ini menjelaskan seluruh jenis Kaffârat yang ditetapkan syariat, walaupun tidak menjelaskan seluruh penyebab diwajibkannya Kaffârat, karena belum menjelaskan Kaffârat orang yang berhubungan intim di siang hari Ramadhan dalam keadaan puasa. Tentang Kaffârat ini dijelaskan Rasûlullâh n dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , beliau berkata:

 بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » قَالَ لاَ قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ »  قَالَ لاَ فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » قَالَ لاَ قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » فَقَالَ أَنَا  قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »

“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasûlullâh, celaka aku.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasûlullâh n bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah z berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu keranjang kurma kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasûlullâh? Demi Allâh, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (Muttafaqun ‘alaihi).

JENIS KAFFARAT.
Dari nash-nash syariat di atas dapat dijelaskan bahwa jenis-jenis Kaffârat ditinjau dari jenis yang dikeluarkannya adalah:

1. Kaffârat dengan membebaskan budak.
Kaffârat ini disyariatkan untuk pelanggaran sumpah, pembunuhan tidak sengaja, zhihâr ditambah dengan hubungan intim di siang Ramadhan dalam keadaan puasa.

2. Kaffârat dengan harta.
Kaffârat bisa berupa memberi makan atau pakaian, seperti dalam Kaffârat melanggar sumpah, atau makanan seperti dalam Kaffârat zhihâr dan hubungan intim disiang Ramadhan dalam keadaan puasa, atau sedekah atau sembelihan seperti Kaffârat melanggar larangan ihram dalam haji.

3. Kaffârat dengan puasa.
Kaffârat ini berlaku pada pelanggaran larangan ihram dalam haji, melanggar sumpah, pembunuhan dengan tidak sengaja, zhihâr dan berhubungan intim di siang Ramadhan dalam keadaan berpuasa.

Sedangkan jenis Kaffârat ditinjau dari penyebabnya maka ada lima jenis, yaitu Kaffârat sumpah, zhihâr, melanggar larangan ihram dalam haji, pembunuhan tidak sengaja dan hubungan intim di siang Ramadhan. Ini adalah jenis Kaffârat yang dijelaskan dalam Nash-nash syariat di atas. Lalu ada juga Kaffârat yang di masukkan ke dalam lima jenis Kaffârat ini, yaitu Kaffârat nazar, Kaffârat al-`Ilaa`, Kaffârat menggauli wanita haid dan nifas dan lain-lainnya. [lihat al-Kaffârat fil Islam hlm 22].

Melihat kepada cara penunaiannya, maka jenis Kaffârat terbagi menjadi tiga bagian:

1. Wajib secara tertentu (Wajibah ‘Alat Ta’yîn) secara mutlak. Contohnya Kaffârat pembunuhan, zhihâr, hubungan intim di siang Ramadhan. Hal itu ditentukan harus berupa pembebasan budak yang sah tanpa ada pilihan. Apabila tidak mendapatkan budak atau tidak mampu melakukannya, karena tidak mampu atau sejenisnya, maka diharuskan berpuasa dua bulan berturut-turut. Apabila tidak mampu melakukannya karena usia atau sakit atau lainnya, maka diharuskan membayar Kaffârat memberi makan. Khusus untuk zhihâr memberi makan 60 orang miskin, sebagaimana di jelaskan dalam firman Allâh Azza wa Jalla :

وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّاۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ﴿٣﴾ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۖ فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ۚ ذَٰلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Orang-orang yang menzihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allâh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allâh dan Rasul-Nya.Dan itulah hukum-hukum Allâh, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. [Al-Mujâdilah/58:3-4].

2. Wajib dengan diberikan pilihan, seperti dalam Kaffârat mencukur rambut orang yang sedang berihram dalam haji. Dalam masalah ini, sah melakukan salah satu dari tiga pilihan tersebut yaitu puasa, sedekah atau Nusuk (sembelihan).

3. wajib dengan diberikan pilihan dalam satu keadaan dan tanpa pilihan dalam keadaan yang lainnya. Contohnya Kaffârat melanggar sumpah dan yang serupa dengannya dari Kaffârat nazar atau `Ilâ` yang diwajibkan memilih satu dari tiga jenis yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, memberi pakaian untuk sepuluh orang miskin atau membebaskan budak. Apabila tidak mampu melakukan satu dari tiga hal ini, maka diwajibkan tanpa pilihan lagi untuk mengamalkan puasa tiga hari. [Al-Kaffârât Fi Syari’at Rabbi al-Ardh was Samawât hlm 24-25].

KAFFARAT ANTARA IBADAH DAN HUKUMAN. 
Kaffârat adalah sebuah hukuman, karena diwajibkan sebagai balasan atas perbuatan yang melanggar syariat, sehingga hukuman dalam Kaffârat dari sisi kewajibannya. Kaffârat juga adakah ibadah dari sisi pelaksanaannya karena ditunaikan dengan sebagian ibadah seperti puasa, memberi makan dan membebaskan budak [Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah 35/39-40].

Ibnu Nujaim rahimahullah berkata, “Adapun tata cara Kaffârat secara mutlak adalah hukuman dari sisi kewajibannya, karena disyariatkan sebagai hukuman terhadap perbuatan yang berisi pelanggaran. Dia juga ibadah dalam pelaksanaannya, karena ditunaikan dengan puasa, membebaskan budak, sedekah dan ini semua adalah bentuk pendekatan diri kepada Allâh Azza wa Jalla .

Dengan demikian jelaslah Kaffârat bukan hanya sekedar hukuman, tapi juga berisi ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Ini adalah salah satu keindahan syariat Islam.

Wallâhu a’lam.

Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/11547-kaffarat-dalam-islam.html