Kakek Nenek yang Sangat Berbahagia

SEPASANG kakek nenek ini pantas dinobatkan sebagai pasangan paling tenang, damai dan bahagia. Tak terekam di wajahnya guratan sedih walau kehidupannya menurut kebanyakan mata layak menyebabkan sedih menderita.

Pekerjaan keduanya adalah pemulung sampah; dipisahkannya sampah basah dari sampah kering, yang plastik, kertas dan lainnya. Ditekuninya pekerjaan ini dan tak pernah berharap berpindah kerja karena tak memiliki ijazah dan keahlian khusus.

Namun, janganlah terburu-buru merendahkan mereka. Mereka memiliki keahlian menata hati, menata batin, dan menata rasa sehingga mampu menyesuaikan suara hati mereka dengan gelombang kehidupan. Dengan keahlian itu mereka tak pernah mengeluh dan selalu saja tersenyum. Sepulang kerja setelah shalat maghrib berjamaah mereka duduk-duduk didepan gubuknya menikmati nasi jagung jangan (sayur) kelor dan sambel terasi. Lalu mereka cekikikan sambil gantian saling pijat.

Seorang mahasiswa psikologi sempat mewawancarai mereka untuk mengetahui pandangan mereka tentang hidup bahagia. Kakek itu dengan santai berkata: “Hidup itu dijalani, jangan diprotes. Jangan banyak mengeluh dan jangan suka membandingkan nasib diri dengan nasib orang lain. Dengan prinsip inilah kami hidup mensyukuri apa yang ada.”

Nenek ikut menambahi: “Dengan menerima apa adanya maka yang tak punya banyak sama bahagianya dengan yang punya banyak. Bahkan yang tak punya apapun tetap tenang asal punya Allah dalam kehidupannya. Jumlah tak lagi memiliki kaitan dengan bahagia. Yang berkaitan dengan bahagia adalah hati.”

Mahasiswa itu penasaran dengan pandangan hidup mereka yang terasa lebih gamblang dari penjelasan dosennya sendiri. Sayang sekali harus terputus karena kakek nenek itu ingin cepat-cepat bertemu saya. Salam, AIM. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2378061/kakek-nenek-yang-sangat-berbahagia#sthash.vx8kXx9o.dpuf