Kenapa Idul Adha Indonesia Beda dengan Saudi?

Kenapa Idul Adha Indonesia Beda dengan Saudi?

Mengapa Idul Adha Indonesia  beda dengan Saudi? Sering kali berbeda penyelenggaraannya di berbagai negara, ada yang lebih cepat dan ada yang lebih lambat. Namun kesemuanya tetap melaksanakan hari raya pada tanggal 10 Dzulhijjah dan 1 Syawal. 

Lalu apa alasannya kenapa Idul Adha di Indonesia beda dengan Arab Saudi? Pasalnya, belakangan ribut masalah ini, dan tak sedikit orang-orang yang komplain dan akibat perbedaan tersebut. di Arab Saudi puncak haji, sekaligus Idul Adha terjadi di hari Rabu tanggal 28 Juni, sementara di Indonesia Kamis tanggal 29 Juni. 

Kenapa Idul Adha Indonesia Beda dengan Saudi?

Menurut pakar falaq dan astronomi, perbedaan ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan matla’ (tempat munculnya hilal), yakni sebab jauhnya jarak di antara keduanya. Sehingga meskipun sama-sama menggunakan metode rukyatul hilal, tetap saja terjadi perbedaan terkait tanggal pelaksanaannya Idul Adha. Rasulullah Saw bersabda;

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Namun jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari”. (HR. Muslim, No. 1081) 

Dari hadis ini, Imam Al-Nawawi menjelaskan bahwasanya Ibnu Suraij, Mutharrif bin Abdillah, dan Ibnu Quthaibah menggunakan metode Hisab. Adapun Imam Malik, Imam Syafii, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan adalah dikira-kirakan dengan menyempurnakan puasa sampai tanggal 30. 

Dan menurut Imam Al-Marizi, Sabda Nabi Saw yang berbunyi Faqdiru lahu itu dimaksudkan pada penyempurnaan puasa sampai tanggal 30, yang demikian adalah interpretasi dari mayoritas ahli fikih dan yang demikian  tidak bisa dianotasi dengan perkiraannya ahli hisab.” (Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim, Juz 7 H. 189)

Karena perintahnya adalah untuk rukyatul hilal, maka Indonesia dan Arab Saudi sama-sama melaksanakannya. Namun kadang bisa terlihat dan tidak, sehingga menyebabkan adanya perbedaan terkait tanggal Hari Raya. 

Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur menjelaskan terkait batasan mathla’, dalam bukunya beliau menyatakan;

“(مسألة : ب) : مطلع تريم ودوعن واحد بالنسبة للأهلة والقبلة إلا بتفاوت يسير لا بأس به ، وقال أبو مخرمة : إذا كان بين غروبي الشمس بمحلين قدر ثمان درج فأقل فمطلعهما متفق بالنسبة لرؤية الأهلة ، وإن كان أكثر ولو في بعض الفصول فمختلف أو مشكوك فيه فهو كالمختلف ، كما نص عليه النووي ، فعدن وزيلع وبربرة وميط وما قاربها مطلع ، وعدن وتعز وصنعاء وزبيد إلى أبيات حسين وإلى حلى مطلع وزيلع وواسة وهرورة وبر سعد الدين وغالب بر السومال فيما أظن إلى بربرة وما هناك مطلع ، ومكة والمدينة وجدة والطائف وما والاها مطلع ، وصنعاء وتعز وعدن وأحور وحبان وجردان والشحر وحضرموت إلى المشقاص مطلع ، ولا يتوهم من قولنا الشحر وعدن مطلع مع قولنا عدن وزيلع مطلع أن تكون الشحر وزيلع مطلعاً ، بل إن عدن وسط ، فإذا رؤي فيها لزم أهل البلدين ، أو في أحدهما لزم أهل عدن. 

“Mathla’nya kota Tarim dan Dawan ini sama, ini dinisbatkan kepada tempat rukyatul hilal dan arah kiblatnya. Hanya saja ada keterpautan yang sedikit, namun masih bisa ditolerir. 

Menurut Abu Makhromah, jika di antara 2 tempat terbenamnya Matahari itu sekadar 8 derajat atau kurang, maka mathla’nya dihitung sama ketika dipakai untuk melihat hilal. Adapun jika derajatnya melebihi 8, maka sudah dianggap berbeda mathla’nya. Atau jika mathla’nya diperselisihkan, maka diarahkan pada perbedaan mathla’, sebagaimana yang diutarakan oleh Imam al-Nawawi. 

Maka Adn, Zayla’, Barirah, Maydh dan daerah terdekatnya ini mathla’nya sama. Adn, Taiz, Shun’a, Zabid, ke Abyat Husain dan daerah Haly ini satu mathla’. Zayla’, Wasah, Harurah, daratan Sa’duddin, mayoritas daerah Somal, sampai Barirah dan daerah sekitarnya -menurutku- satu mathla’ Mekkah, Madinah, Jeddah, Toif dan sekitarnya ini satu mathla’. 

Sedangkan Kota Shun’a, Taiz, Adn, Ahwar, Habban, Garden, Syahr, Hadhramaut, sampai daerah Misyqash ini satu mathla’. Dari pernyataan Syahr dan Adn satu mathla’, Adn dan Zayla’ satu mathla’, maka tidak bisa dipahami bahwasanya Syahr dan Zayla’ ini satu mathla’. 

Sebab Adn berada di tengah-tengah, maka jika di sana hilal sudah terlihat, wajib bagi dua daerah untuk berpuasa (penanda pergantian bulan) atau jika di salah satunya maka hanya wajib bagi Adn saja”. (Bughyah al-Mustarsyidin, Juz 1 226) 

Dengan demikian bisa diketahui jawaban dari pertanyaan kenapa terjadi perbedaan pelaksanaan Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi, yakni karena sudah melebihi 8 derajat sehingga sudah beda mathla’nya. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH