Keteladanan

Keteladanan Melahirkan Manusia Beradab

Abdurrahman an-Nahlawi dalam kitab Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah mengatakan, pengaruh yang tersirat dari sebuah keteladanan akan menentukan sejauh mana seseorang memiliki sifat yang mampu mendorong orang lain untuk meniru dirinya, baik dalam keunggulan ilmu pengetahuan, kepemimpinan atau ketulusan.

Dalam pendidikan, keteladanan pendidik merupakan faktor yang dapat melahirkan kepribadian bagi seorang anak didik. Keberhasilan anak didik adalah indikator kesuksesan seorang pendidik tersebut.

Keberhasilan yang dimaksud di sini bukan hanya dalam bidang intelektual, melainkan anak didik yang berhasil adalah yang memiliki akhlakul karimah (akhlak yang mulia).

Pendidikan yang sukses selalu melihat pada anak didik, sebagai objek pendidikan. Anak didik yang sukses merupakan produk dari pendidik yang sukses. Ketika ingin mengindentifikasi pendidik yang cerdas, maka lihatlah anak didiknya.

Ibn Sina mengatakan, guru yang baik adalah guru yang cerdas, mengetahui cara mendidik anak, dan cakap dalam mendidik anak.

Senada, Abdullah Nasih Ulwan berpendapat, keteladanan merupakan kunci dari pendidikan akhlak seorang anak.

Allah berfirman:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيماً

“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48).

Disayangkan, negeri yang telah memiliki enam Undang-Undang Pendidikan Nasional ini sedang mengalami krisis keteladanan.

Sebelumnya pernah dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan, kualitas guru di Indonesia sangat memprihatinkan.

Terbukti dengan banyaknya guru yang tidak mengembangkan potensi diri. Sebagiannya hanya memahami bahwa tugas sebagai pendidik tak lebih dari rutinitas  mengajar dan menuntaskan kriteria pembelajaran atau kurikulum yang dibebaninya.

Guru demikian, biasanya cenderung abai apakah muridnya paham atau tidak paham atas penyampaiannya. Mereka hanya peduli bahwa RPP dan materi pelajaran telah dipenuhi dan tuntas dilaksanakan.

Dalam pendidikan Barat sekular, guru hanya mengajarkan ilmu pengetahuan yang cukup diketahui dan tidak perlu diterapkan.

Guru tidak wajib memiliki kepribadian yang baik, sehingga pendidikan keteladanan tidak dapat berlangsung atau kurang maksimal.

Mirisnya kondisi di atas mulai merambat ke sebagian di negeri ini. Guru datang ke sekolah hanya mengajar dengan metode yang menjenuhkan.

Sekadar mengecek apakah muridnya mengerjakan tugas yang diberikan, kemudian menghukum murid yang mendapat nilai rendah dalam ujian.

Ketiadaan keteladanan berpengaruh pada kepedulian guru terhadap muridnya. Guru lebih gelisah ketika sang murid tak dapat menjawab soal ujian daripada muridnya yang sengaja meninggalkan shalat.

Tak banyak guru yang mengetahui bagaimana latar belakang dan perkembangan muridnya di kelas.

Sikap acuh seperti inilah yang dikhawatirkan oleh sebagian orang tua yang telah mengamanahkan anaknya untuk dididik di sekolah.

Terkadang, kepedulian guru hanya sebatas pada lingkungan sekolah. Jadi ketika seorang anak melakukan kenakalan di luar sekolah, guru pun tidak menunjukkan kepeduliannya.

Lebih jauh, kondisi di atas mengantar murid tidak bisa memahami urgensi dan tujuan dalam menuntut ilmu. Sehingga mereka cenderung meremahkan ilmu.

Padahal ilmu memiliki kedudukan tinggi dalam ajaran Islam. Kewajiban seorang murid bukan hanya untuk memahami ilmu, tapi juga mengamalkan ilmu yang dipahami.

Sorang murid harus memiliki adab terhadap guru dan aktivitas keilmuan. Karena dengan adab, murid itu bisa khusyuk kepada Allah.

Oehnya, jika seorang murid yang cerdas secara intelektual tapi berperilaku buruk. Maka tak bukan, itu difaktori dengan ilmu yang tak berkah.

Burhanuddin Az-Zarnuji pernah berkata, banyak dari para pencari ilmu yang sebenarnya mereka sudah bersungguh-sungguh menuntut ilmu, namun mereka tidak merasakan nikmatnya ilmu.

Hal ini disebabkan mereka meninggalkan atau kurang memperhatikan adab dalam menuntut ilmu.

Fenomena loss of adab (hilangnya adab) dalam pendidikan patut menjadi alasan kecemasan segenap orangtua dan para guru.

Berbagai kasus amoral kian merebak dan bertambah. Nyaris kejahatan tak beradab itu tak henti setiap hari.

Sebagai sosok pelajar atau mahasiswa, bisa dikata mustahil jika mereka tak mengetahui bahwa perbuatan biadab tersebut sangat dilarang dan haram hukumnya dalam Islam.

Pastinya, bukan untuk menyalahkan sepihak kepada guru atau orangtua di sekolah dan di rumah. Tapi perlu diingat, keduanya memegang peran yang sangat vital dalam proses pendidikan.

Oehnya, pendidikan yang sukses adalah bukan pendidikan yang sekadar ditopang dengan gedung megah dan fasilitas mewah serta kurikulum yang wah saja.

Pendidikan yang berhasil adalah ketika sng gukewajibannya sebagai pendidik. Yaitu mengajarkan ilmu dan menanamkan adab kepada murid-muridnya.

Bukan cuma memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowldge) tapi juha memindahkan nilai dan kepribadian (transfer of value).  Dengan prinsip demikian, niscaya guru menjadi sosok teladan dan murid menjadi pribadi beradab.*

Oleh: Arsyis Musyahadah, Mahasiswa Magister Pendidikan Islam UIKA Bogor

HIDAYATULLAH