Mari Memperbanyak Tobat

Mari Memperbanyak Tobat

Bismillah.

Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ’anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إن الله تعالى يَبْسُطُ يدَه بالليلِ ليتوبَ مسيءُ النَّهارِ، ويَبْسُطُ يدَه بالنَّهارِ ليتوبَ مسيءُ الليلِ، حتى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla membentangkan tangan-Nya di waktu malam, agar orang yang berbuat dosa di siang hari segera bertobat. Dan Allah bentangkan tangan-Nya di waktu siang, agar orang yang berbuat dosa di waktu malam hari segera bertobat. Sampai matahari terbit dari tempat tenggelamnya.” (HR. Muslim)

Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

للَّهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ، سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ، وَقَدْ أَضَلَّهُ فِي أَرْضِ فَلاَةٍ

Sungguh, Allah sangat-sangat bergembira terhadap tobat salah seorang di antara kalian jauh melebihi kegembiraan salah seorang dari kalian di saat ia berhasil menemukan kembali ontanya yang telah menghilang.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كفى بالمرء كذبا أن يحدث بكل ما سمع

Cukuplah dianggap berdosa jika seseorang senantiasa menceritakan segala sesuatu yang didengarnya.” (lihat Az-Zuhd Li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 45)

Pada suatu ketika, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu berwasiat kepada putranya, Abdurrahman. Beliau berkata, “Wahai putraku, aku wasiatkan kepadamu untuk selalu bertakwa kepada Allah. Kendalikanlah lisanmu. Tangisilah dosa-dosamu. Hendaknya rumahmu cukup terasa luas bagimu.” (lihat Az-Zuhd Li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 30)

Sebagian tabi’in mengatakan, “Barangsiapa yang banyak dosanya, hendaklah dia suka memberikan minum. Apabila dosa-dosa orang yang memberikan minum kepada seekor anjing bisa terampuni, maka bagaimana menurut kalian mengenai orang yang memberikan minum kepada seorang beriman lagi bertauhid sehingga hal itu membuatnya tetap bertahan hidup!” (lihat Syarh Shahih Al-Adab Al-Mufrad, 1: 500)

Waki’ rahimahullah berpesan, “Mintalah pertolongan (kepada Allah) untuk menguatkan hafalan dengan mempersedikit dosa.” (lihat Muqaddimah Az-Zuhd, hal. 91)

Masruq rahimahullah berkata, “Semestinya seorang memiliki kesempatan-kesempatan khusus untuk menyendiri, lalu mengingat-ingat dosanya dan memohon ampunan kepada Allah atasnya.” (lihat Min A’lam As-Salaf, 1: 23)

Muhammad bin Wasi’ rahimahullah berkata, “Seandainya dosa itu memiliki bau (tidak sedap), maka niscaya tidak ada seorang pun yang sanggup untuk duduk bersamaku.” (lihat Muhasabat An-Nafs Wa Al-Izra’ ‘Alaiha, hal. 82)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Seorang hamba senantiasa berada di antara kenikmatan dari Allah yang mengharuskan syukur atau dosa yang mengharuskan istigfar. Kedua hal ini adalah perkara yang selalu dialami setiap hamba. Sebab dia senantiasa berada di dalam curahan nikmat dan karunia Allah serta senantiasa membutuhkan tobat dan istigfar.” (lihat Mawa’izh Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, hal. 87)

Seorang lelaki berkata kepada Hatim Al-Asham rahimahullah, “Berikanlah nasihat kepadaku.” Maka, beliau berkata, “Jika kamu ingin berbuat maksiat kepada Tuhanmu, maka lakukanlah hal itu di tempat yang tidak dilihat-Nya.” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i Li Hilyat Al-Auliya’, hal. 362)

Bilal bin Sa’ad rahimahullah berkata, “Janganlah kamu melihat kecilnya kesalahan! Akan tetapi, lihatlah kepada siapa kamu berbuat durhaka!” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i Li Hilyat Al-Auliya’, hal. 362)

Bakr bin Abdullah Al-Muzani rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang melakukan dosa sambil tertawa-tawa, maka dia akan masuk neraka sambil menangis.” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i Li Hilyat Al-Auliya’, hal. 362)

Qatadah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini menunjukkan kepada kalian tentang penyakit dan obat bagi kalian. Adapun penyakit kalian adalah dosa-dosa, sedangkan obatnya adalah istigfar.” (lihat Tazkiyat An-Nufus, hal. 52)

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang terjerumus dalam kemaksiatan, baik berupa melakukan perbuatan yang diharamkan atau meninggalkan kewajiban, maka itu terjadi dikarenakan rendahnya kecintaan kepada Allah sehingga membuatnya lebih mendahulukan hawa nafsunya.” (lihat Fath Al-Bari, 1: 78)

‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ’anhu berkata di dalam khotbahnya di hadapan penduduk Mesir, “Sungguh betapa jauhnya jalan dan gaya hidup kalian dengan jalan dan gaya hidup Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun beliau, maka beliau adalah orang yang paling zuhud dalam urusan dunia, sedangkan kalian adalah orang-orang yang paling gandrung kepadanya.” (lihat Fawa’id Abi Muhammad Al-Fakihi, hal. 127)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85791-mari-memperbanyak-taubat.html