Membersihkan Diri dengan Bersedekah

SESUNGGUHNYA, berbahagialah orang-orang yang membersihkan dirinya dan mengingat nama Tuhannya, serta mendirikan shalat, tetapi kamu lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A`la: 14-17).

Mengenai siapakah yang membersihkan dirinya, ada beberapa riwayat dari penafsiran alim ulama. Sebagian besar ulama mengatakan bahwa maksud “membersihkan dirinya” adalah orang yang menunaikan zakat fitrah, sebagaimana dikutip dari beberapa riwayat.

Banyak juga ulama yang menafsirkannya sebagai orang yang bersedekah biasa. Said bin Jubair rah.a mengatakan bahwa maksud dari lafadz “membersihkan dirinya” adalah orang yang membersihkan hartanya.

Qatadah rah.a. mengatakan bahwa makna “berbahagia” adalah membuat senang Sang Pencipta dengan hartanya. Abul Ahwash rah.a. berkata bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi rahmat kepada orang yang bersedekah, kemudian mendirikan shalat. Lalu ia membaca ayat tersebut.

Diriwayatkan juga darinya bahwa barangsiapa mampu bersedekah sebelum mengerjakan shalat, maka sebaiknya ia melakukan hal tersebut. Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Barangsiapa hendak menunaikan shalat, maka tidak ada salahnya apabila ia bersedekah terlebih dahulu.” Kemudian ia membaca ayat di atas.

Arfajah rah.a. berkata, “Saya telah meminta Abdullah bin Mas’ud r.a. agar membaca surat Al-A`la, maka ia pun mulai membacanya. Dan ketika sampai pada ayat yang artinya: “Tetapi kamu lebih mengutamakan kehidupan dunia.” (ayat 16), ia berhenti membaca dan menghadap ke arah orang-orang yang hadir, kemudian berkata, “Kita lebih mementingkan dunia daripada akhirat.” Semua orang terdiam, lalu ia berkata, “Kita lebih mementingkan dunia karena kita melihat keindahannya, wanitanya, makanan dan minumannya, sedangkan benda-benda di akhirat tersembunyi dari pandangan kita. Jadi kita telah disibukkan dengan hal-hal yang ada di hadapan kita, dan meninggalkan hal-hal yang telah dijanjikan.”

Qatadah rah.a. berkata, “Semua manusia telah sibuk dalam masalah yang tampak (kebendaan yang berwujud dan tampak di dunia), dan meninggalkan segala sesuatu yang telah dijanjikan oleh Allah untuk kita, kecuali mereka yang diselamatkan oleh Allah. Padahal akhirat jelas lebih baik dan abadi.”

Anas r.a. meriwayatkan sabda Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bahwa La ilaha illallah akan menyelamatkan hamba Allah dari kemurkaan-Nya, selama hamba itu tidak mengutamakan dunia dari agama. Dan apabila mereka mulai mengutamakan dunia dari agama, maka La ilaha illallah pun akan dikembalikan ke atasnya, dan akan dikatakan bahwa ia berkata bohong.

Dalam riwayat yang lain, Nabi bersabda, “Barangsiapa bersaksi dengan kalimat La ilaha illallah wahdahuu laa syariikalahu, maka ia akan masuk surga selama ia tidak mencampurinya dengan yang lain (tidak mengotori kalimat tersebut). Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan hal ini hingga sebanyak tiga kali.

Hadirin terdiam semua (kemungkinan Rasulullah menunggu barangkali ada hadirin yang bertanya, dan seluruh hadirin terdiam karena adab, penghormatan, serta wibawa beliau). Kemudian dari jarak yang agak jauh, seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, saya kurbankan ayah dan ibu saya untuk engkau. Apakah yang dimaksud dengan mencampurkan dengan perkara yang lain?” Rasulullah bersabda, “Cinta dunia dan mengutamakannya, dan untuk hal tersebut, ia mengumpulkan harta untuk disimpan, dan ia bergaul dengan orang-orang yang zalim.”

Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mencintai dunia, maka ia merusak akhiratnya. Dan barangsiapa mencintai akhirat, maka ia merusak dunianya. Oleh karena itu, utamakanlah untuk mencintai sesuatu yang kekal (akhirat) atas sesuatu yang fana (dunia).”

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Dunia adalah rumah orang yang tidak mempunyai rumah di akhirat, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta di akhirat, dan hanya orang-orang yang tidak berakal yang mengumpulkannya untuk dunia.”

Dalam sebuah hadits juga disebutkan bahwa tidak ada satu pun di antara ciptaan-ciptaan Allah yang lebih dibenci-Nya daripada dunia. Setelah Allah menciptakan dunia, maka Dia sama sekali tidak melihat kepadanya dengan pandangan rahmat.

Dalam hadits yang lain dinyatakan bahwa cinta dunia adalah puncak dari segala maksiat. (Durrul-Mantsur).*/Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a, dari bukunyaFadhilah Sedekah.

 

HIDAYATULLAH