Gemar Bersedekah Sebab Doa Malaikat

Di antara manfaat kita beriman kepada para malaikat Allah adalah kita dapat berhati-hati untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Hal ini karena setiap perbuatan kita, baik berupa tindakan maupun ucapan, baik atau buruk, semuanya akan dicatat oleh malaikat yang bertugas untuk mencatat amal. Tidak ada satu perbuatan pun yang luput dari catatan malaikat pencatat amal.

Ini sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Qaf ayat 16-18 berikut;

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ اِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيٰنِ عَنِ الْيَمِيْنِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيْدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.  (Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).

Selain itu, manfaat beriman kepada para malaikat juga akan mendorong kita untuk gemar bersedekah. Hal ini karena berdasarkan hadis Nabi Saw, terdapat beberapa malaikat yang ditugaskan oleh Allah setiap pagi untuk mendoakan tambahan rizeki bagi orang yang bersedekah. Sebaliknya, juga ada beberapa malaikat yang ditugaskan untuk mendoakan kerugian bagi orang yang pelit, tidak bersedekah.

Hadis dimaksud adalah hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda;

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua malaikat yang turun dan berdoa; Ya Allah, berikanlah ganti pada yang gemar berinfak (bersedekah). Malaikat yang lain berdoa; Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah.

Dengan demikian, jika kita beriman akan keberadaan para malaikat beserta dengan berbagai macam tugas dan sifatnya, termasuk malaikat yang bertugas mendoakan orang yang gemar bersedekah di waktu pagi, maka hal itu akan mendorong kita untuk gemar bersedekah, terutama bersedekah kepada keluarga sendiri dan orang-orang yang sangat membutuhkan.

BINCANG SYARIAH

Niat Ketika Hendak Bersedekah Kepada Orang Lain

Dalam Islam, ketika kita hendak bersedekah kepada orang lain, kita diperintah untuk tulus ikhlas karena Allah. Kita dilarang bersedekah karena menginginkan sesuatu dari orang yang kita sedekahi, misalnya karena ingin pujian dan lain sebagainya. Ini dimaksudkan agar sedekah kita diterima oleh Allah.

Oleh karena itu, ketika kita hendak bersedekah, maka kita niatkan sebagaimana niat yang disebutkan oleh Sayid Muhammad bin Alawi bin Umar Al-Idrus dalam kitab Al-Niyyat berikut;

نَوَيْتُ التَّقَرُّبَ اِلَى اللهِ تَعَالَى وَاتِّقَاءَ غَضَبِ الرَّبِّ جل جلاله وَاتِّقَاءَ نَارِ جَهَنَّمَ وّالتَّرَحُّمَ عَلَى الاخْوَانِ وَصِلَةَ الرَّحِمِ وَمُعَاوَنَةَ الضُّعَفَاءِ وَمُتَابَعَةَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَاِدْخَالَ السُّرُوْرِ عَلَى اْلاِخْوَانِ وَدَفْعِ البَلاَءِ عَنْهُ وَعَنْ سَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلاِنْفاَقَ مِمَّا رَزَقَهُ الله وَقَهْرَ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ

Latin:

Nawaitut taqooruba ilallaahi ta’aala wattiqoo-a ghadhobar robbi jalla jalaaluhuu wattiqoo-a naari jahannama wattarahhuma ‘alaa ikhwaani wa shilatur rohimi wa mu’aawanatadh dhu’afaa-i wa mutaaba’atan nabiyyi shollallaahu ‘alaihi wa sallama wa idkholas suruuri ‘alal ikhwaani wa daf’il balaa-i ‘anhu wa ‘an saa-iril muslimiina wal infaaqo mimma rozaqohullaahu wa qohron nafsi wasy syaithooni.

Terjemahan

Aku berniat (bersedekah) untuk mendekatkan diri kepada Allah, menghindari murka Tuhan, menghindari api neraka jahannam, berbelas kasih kepada saudara dan menyambung silaturrahmi, membantu orang-orang yang lemah, mengikuti Nabi Saw, memasukkan kebahagiaan pada saudara, menolak turunnya dari mereka dan semua kaum muslimin, menafkahkan rizki yang diberikan oleh Allah, dan untuk mengalahkan nafsu dan setan.

Kemudian setelah bersedekah, lalu dilanjutkan dengan membaca doa berikut;

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Robbanaa taqobbal minnaa innaka antas samii’ul aliim.

Wahai Tuhan kami, terimalah dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Doa ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berikut;

يستحب لمن دفع زكاة او صدقة او نذرا او كفارة او نحو ذلك ان يقول رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Disunnahkan bagi orang memberikan zakat, sedekah, nazar, kafarah, atau lainnya, untuk membaca; ‘Robbanaa taqobbal minnaa innaka antas samii’ul aliim.

BINCANG SAYRIAH

Usir Sifat Kikir dengan Ayat-Ayat Ini!

Bila engkau sering ragu ketika ingin bersedekah, atau berat ketika ingin berbagi, atau malas disaat ingin membantu orang yang sedang membutuhkan, maka usirlah semua perasaan itu dengan mengingat ayat-ayat ini.

1). Allah Swt Berfirman :

وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ

“Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS.Saba’:39)

2).

إِنَّ ٱلۡمُصَّدِّقِينَ وَٱلۡمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقۡرَضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا يُضَٰعَفُ لَهُمۡ وَلَهُمۡ أَجۡرٞ كَرِيمٞ

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.” (QS.Al-Hadid:18)

3).

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ يَوۡمٞ لَّا بَيۡعٞ فِيهِ وَلَا خُلَّةٞ وَلَا شَفَٰعَةٞۗ وَٱلۡكَٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang kafir itulah orang yang zhalim.” (QS.Al-Baqarah:254)

4).

وَأَنفِقُواْ مِن مَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنِيٓ إِلَىٰٓ أَجَلٖ قَرِيبٖ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.” (QS.Al-Munafiqun:10)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang senada dengan ayat-ayat di atas. Semua itu adalah obat yang bisa menyembuhkan penyakit kikir, sombong dan malas yang telah menempel dalam diri kita

Kita harus meyakini bahwa semua harta atau bantuan yang kita keluarkan atau kita berikan kepada orang yang membutuhkan akan menjadi kekal dan resmi menjadi milik kita yang sebenarnya. Sementara harta yang ada ditangan kita sebenarnya bukan milik kita. Karena hanya ada dua pilihan, apakah harta itu akan habis meninggalkan kita atau kita yang akan meninggalkannya (mati).

Jika harta yang ada ditangan kita lalu dibelikan makanan, maka nilainya seperti yang keluar dari perut kita. Atau kita belikan rumah, mobil dan perhiasan, maka semua itu juga pasti akan sirna dan binasa. Bukan kita dilarang untuk memiliki semua itu, tapi jangan sampai kita hanya fokus kepada yang akan sirna dan lupa terhadap yang akan kekal bersama kita.

Sedangkan harta kita yang akan kekal dan selalu menemani kita hanyalah harta yang sudah kita infakkan. Harta ini akan selamanya menjadi milik kita dan memberi manfaat untuk kita.

Allah Swt Berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Hasyr:18)

Sayyidina Ja’far As-Shodiq pernah berpesan :

“Bila yang mengganti itu Allah maka kenapa harus bakhil ?”

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Persamaan Orang yang Bersedekah dengan Para Syuhada

Allah Swt menceritakan tentang kemuliaan orang-orang yang berinfak (bersedekah) bahwa mereka tidak memiliki rasa takut dan rasa sedih.

Allah Swt berfirman :

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:274)

Begitupula dengan para Syuhada’ yang syahid di jalan Allah. Mereka hidup dan diberi nikmat dari sisi Allah Swt. Dan tidak ada rasa takut dan rasa sedih di hati mereka.

وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ – فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِهِم مِّنۡ خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki, Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (Ali ‘Imran:169-170)

Maka jangan pernah takut untuk mensedekahkan hartamu pada orang-orang yang membutuhkan. Walau masa-masa sulit seperti sekarang ini terus berkepanjangan, dan menjadi semakin parah.

Karena :

1. Harta tidaklah berkurang dengan sedekah, bahkan akan semakin bertambah.

2. Sedekah adalah obatmu ketika engkau sakit.

3. Sedekah adalah naungan yang menjagamu di Hari Kiamat.

4. Sedekah adalah jaminan yang akan membuatmu tidak takut dan tidak akan bersedih di hari-hari yang berat nanti.

Bila engkau merasa khawatir dengan panjangnya kondisi krisis saat ini, takut kekurangan dalam nafkah sehari-hari, takut terserang penyakit atau kehilangan orang yang dicintai maka BER-SEDEKAHLAH !

Karena dibalik sedekah itu ada janji Allah, engkau tidak akan berada dalam ketakutan dan kesedihan.

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

Anjuran Bersedekah Sebelum Ditolak Manusia

Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan satu bab tentang anjuran bersedekah sblm ditolak oleh manusia karena berlimpahnya harta pada suatu masa. Masa tersebut, seperti disebutkan dalam Syarah Shahih Muslim karya Imam An-Nawawi adalah di akhir zaman kelak menjelang Hari Kiamat tiba.

Berikut adalah hadits-hadits tersebut beserta penejelasannya.

1. Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair telah memberitahukan kepada kami, mereka berdua menuturkan, Waki telah memberitahukan kepada kami, Syubah telah memberitahukan kepada kami; (H) dan Muhammad bin Al-Mutsanna telah memberitahukan kepada kami -dan lafazh ini miliknya-, Muhammad bin Jafar telah memberitahukan kepada kami, Syubah telah memberitahukan kepada kami, dari Mabad bin Khalid berkata,

Aku telah mendengar Haritsah bin Wahb Radhiyallahu Anhu mengatakan, Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Bersedekahlah kalian, hampir saja seseorang berjalan dengan membawa sedekahnya, lalu orang yang diberikan sedekah mengatakan, Sekiranya engkau membawanya untuk kami kemarin, aku pasti akan menerimanya. Adapun sekarang, maka aku tidak membutuhkannya lagi.

Lalu dia pun tidak menemukan orang yang bersedia menerimanya.

(HR. Al-Bukhari, Muslim, dan An-Nasa`i)

2. Abdullah bin Barrad Al-Asyari dan Abu Kuraib Muhammad bin Al-Ala` telah memberitahukan kepada kami, mereka berdua mengatakan,

Abu Usamah telah memberitahukan kepada kami, dari Buraid, dari Abu Burdah, dari Abu Musa Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

Sungguh akan datang suatu masa kepada manusia, yang mana seseorang berkeliling dengan membawa sedekah berupa emas, namun dia tidak menemukan seorang pun yang bersedia menerima sedekah itu darinya, dan terlihat satu lelaki diikuti oleh empat puluh wanita yang berlindung kepadanya, karena sedikitnya kaum lelaki dan banyaknya kaum wanita.

Akan tetapi di dalam riwayat Ibnu Barrad disebutkan, Dan kamu melihat seorang lelaki.

(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3. Qutaibah bin Said telah memberitahukan kepada kami, Yaqub – Ibnu Abdurrahman Al-Qari- telah memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Hari Kiamat itu tidak akan terjadi sampai harta menjadi banyak dan berlimpah, sampai seseorang keluar membawa zakat hartanya namun dia tidak menemukan seorang pun yang bersedia menerima zakat itu darinya, dan sampai tanah Arab kembali menjadi padang rumput dan sungai-sungai.

(HR. Muslim)

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Jangan Tinggalkan Bersedekah

JANGANLAH Anda meninggalkan sedekah karena khawatir harta milik akan berkurang. Rasul Shalallaahu `alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah harta itu berkurang karena disedekahkan.” Bahkan bersedekah itu dapat menyebabkan kekayaan dan keluasan, serta menolak kemiskinan dan kesusahan. Sedangkan tidak mau bersedekah malah menyebabkan sebaliknya, yaitu menarik kemiskinan dan menghilangkan kekayaan.

Allah Ta’ala berfirman: “…Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Saba’ [34]: 39).

Ketahuilah bahwa orang miskin yang bersedekah dengan harta yang jumlahnya sedikit lebih utama dibandingkan sedekah banyak dari orang yang kaya raya. Nabi bersabda: “(Pahala) satu dirham dapat melebihi seribu dirham.”

Beliau ditanya: “Bagaimana bisa seperti itu?” Rasul bersabda lagi: “Ada seseorang yang hanya memiliki dua dirham lalu salah satunya digunakan untuk sedekah. Dan ada lagi seseorang yang karena melimpah hartanya, dia bersedekah seribu dirham. Maka yang satu dirham itu dapat melebihi yang seribu dirham.” Maka satu dirhamnya orang yang tak berpunya itu lebih utama dibandingkan dengan seribu dirhamnya orang yang kaya raya.

Di antara akhlak yang tercela dan dilarang adalah melecehkan dan menghina orang fakir karena kefakirannya. Padahal orang fakir itu adalah syiarnya (simbol) para nabi, perhiasannya orang-orang yang tulus (wali), dan sekaligus kebanggaan mereka. Dengan demikian, memandang rendah mereka, meremehkan hak-hak mereka, mengutamakan orang-orang kaya karena mengharapkan dunia mereka, maka itu semua merupakan tindakan jahat yang tercela dan berbahaya.

Hendaknya Anda berhati-hati dalam masalah ini. Hormatilah manusia dari sisi karena mereka telah mengagungkan Allah dan Rasul-Nya, juga karena mereka telah menegakkan agama-Nya dan mengetahui hak-hak Allah Ta’ala. Tak peduli apakah mereka itu fakir atau kaya.

Benar, orang-orang fakir dibandingkan dengan orang-orang kaya dalam kaca mata agama memang memiliki nilai lebih. Ini karena kefakiran mereka, penderitaan mereka, serta sedikitnya orang yang menghargai mereka. Lain halnya dengan orang-orang kaya. Sesungguhnya mental-mental kerdil –yang dimiliki oleh kebanyakan manusia– mendorong mereka menghormati orang-orang kaya. Semua itu karena dunia yang mereka miliki. Di mata orang-orang yang bermental kerdil, harta adalah di atas segala-galanya.

Hendaknya Anda menyedekahkan dan menginfakkan sesuatu yang Anda sukai. Niscaya Anda akan mendapatkan kebajikan. Allah Ta’ala berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai…” (Aali `Imraan [3]: 92).

Menurut para ulama penafsir Al-Qur’an, yang dimaksud dengan kebajikan di sini adalah surga. Hendaknya Anda juga mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan Anda sendiri. Artinya, Anda memiliki sesuatu benda yang diperlukan, namun Anda mengalah karena ada saudara muslim lainnya yang juga memerlukannya. Dengan sebab inilah Anda akan termasuk orang-orang yang beruntung.

Dalam hal ini Allah Ta’ala telah berfirman: “…dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr [59]: 9).

Gembirakan orang-orang yang meminta di depan pintumu. Sesungguhnya orang yang datang itu merupakan hadiah dari Allah untukmu. Dia berhak untuk diberi, meskipun dia datang dengan berkuda. Sebagaimana telah dijelaskan dalam riwayat hadits. Setidak-tidaknya tolaklah dengan cara yang halus.

Senangkan juga dirimu saat memberi kepada peminta tersebut meskipun kerap kali dia datang untuk meminta. Sesungguhnya Rasulullah menyambut peminta dengan tangannya yang mulia. Karena Allah Ta’ala juga mengambil sedekah dari tangan pemberi dengan tangan-Nya yang suci sebelum sedekah itu jatuh di tangan orang yang meminta, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits.

Bahkan Allah Ta’ala juga berfirman: “Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (At-Taubah [9]:104).*/Syaikh ‘Abdullah bin ‘Alawi Al Hadad, dari bukunya Pancaran Iman Seorang Muslim.

 

HIDAYATULLAH

Membersihkan Diri dengan Bersedekah

SESUNGGUHNYA, berbahagialah orang-orang yang membersihkan dirinya dan mengingat nama Tuhannya, serta mendirikan shalat, tetapi kamu lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A`la: 14-17).

Mengenai siapakah yang membersihkan dirinya, ada beberapa riwayat dari penafsiran alim ulama. Sebagian besar ulama mengatakan bahwa maksud “membersihkan dirinya” adalah orang yang menunaikan zakat fitrah, sebagaimana dikutip dari beberapa riwayat.

Banyak juga ulama yang menafsirkannya sebagai orang yang bersedekah biasa. Said bin Jubair rah.a mengatakan bahwa maksud dari lafadz “membersihkan dirinya” adalah orang yang membersihkan hartanya.

Qatadah rah.a. mengatakan bahwa makna “berbahagia” adalah membuat senang Sang Pencipta dengan hartanya. Abul Ahwash rah.a. berkata bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi rahmat kepada orang yang bersedekah, kemudian mendirikan shalat. Lalu ia membaca ayat tersebut.

Diriwayatkan juga darinya bahwa barangsiapa mampu bersedekah sebelum mengerjakan shalat, maka sebaiknya ia melakukan hal tersebut. Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Barangsiapa hendak menunaikan shalat, maka tidak ada salahnya apabila ia bersedekah terlebih dahulu.” Kemudian ia membaca ayat di atas.

Arfajah rah.a. berkata, “Saya telah meminta Abdullah bin Mas’ud r.a. agar membaca surat Al-A`la, maka ia pun mulai membacanya. Dan ketika sampai pada ayat yang artinya: “Tetapi kamu lebih mengutamakan kehidupan dunia.” (ayat 16), ia berhenti membaca dan menghadap ke arah orang-orang yang hadir, kemudian berkata, “Kita lebih mementingkan dunia daripada akhirat.” Semua orang terdiam, lalu ia berkata, “Kita lebih mementingkan dunia karena kita melihat keindahannya, wanitanya, makanan dan minumannya, sedangkan benda-benda di akhirat tersembunyi dari pandangan kita. Jadi kita telah disibukkan dengan hal-hal yang ada di hadapan kita, dan meninggalkan hal-hal yang telah dijanjikan.”

Qatadah rah.a. berkata, “Semua manusia telah sibuk dalam masalah yang tampak (kebendaan yang berwujud dan tampak di dunia), dan meninggalkan segala sesuatu yang telah dijanjikan oleh Allah untuk kita, kecuali mereka yang diselamatkan oleh Allah. Padahal akhirat jelas lebih baik dan abadi.”

Anas r.a. meriwayatkan sabda Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bahwa La ilaha illallah akan menyelamatkan hamba Allah dari kemurkaan-Nya, selama hamba itu tidak mengutamakan dunia dari agama. Dan apabila mereka mulai mengutamakan dunia dari agama, maka La ilaha illallah pun akan dikembalikan ke atasnya, dan akan dikatakan bahwa ia berkata bohong.

Dalam riwayat yang lain, Nabi bersabda, “Barangsiapa bersaksi dengan kalimat La ilaha illallah wahdahuu laa syariikalahu, maka ia akan masuk surga selama ia tidak mencampurinya dengan yang lain (tidak mengotori kalimat tersebut). Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan hal ini hingga sebanyak tiga kali.

Hadirin terdiam semua (kemungkinan Rasulullah menunggu barangkali ada hadirin yang bertanya, dan seluruh hadirin terdiam karena adab, penghormatan, serta wibawa beliau). Kemudian dari jarak yang agak jauh, seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, saya kurbankan ayah dan ibu saya untuk engkau. Apakah yang dimaksud dengan mencampurkan dengan perkara yang lain?” Rasulullah bersabda, “Cinta dunia dan mengutamakannya, dan untuk hal tersebut, ia mengumpulkan harta untuk disimpan, dan ia bergaul dengan orang-orang yang zalim.”

Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mencintai dunia, maka ia merusak akhiratnya. Dan barangsiapa mencintai akhirat, maka ia merusak dunianya. Oleh karena itu, utamakanlah untuk mencintai sesuatu yang kekal (akhirat) atas sesuatu yang fana (dunia).”

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Dunia adalah rumah orang yang tidak mempunyai rumah di akhirat, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta di akhirat, dan hanya orang-orang yang tidak berakal yang mengumpulkannya untuk dunia.”

Dalam sebuah hadits juga disebutkan bahwa tidak ada satu pun di antara ciptaan-ciptaan Allah yang lebih dibenci-Nya daripada dunia. Setelah Allah menciptakan dunia, maka Dia sama sekali tidak melihat kepadanya dengan pandangan rahmat.

Dalam hadits yang lain dinyatakan bahwa cinta dunia adalah puncak dari segala maksiat. (Durrul-Mantsur).*/Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a, dari bukunyaFadhilah Sedekah.

 

HIDAYATULLAH

Dahsyat! Inilah Balasan Jika Terbiasa Memberi

MANUSIA dilahirkan dalam kondisi tak memiliki apa-apa. Sehelai kain pun ia tak punya. Sehingga semua yang nantinya dia miliki, berupa harta dan lainnya adalah milik Allah semata.

Seperti Firman-Nya: “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang Dikaruniakan-Nya kepadamu.”(An-Nur 33)

Seluruh harta yang ada pada mereka hanyalah titipan dari Allah. Sesuai dengan Firman-Nya:

“Dan infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah Menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah).” (Al-Hadid 7)

Setelah Allah meyakinkan bahwa harta itu milik-Nya dan dititipkan kepada manusia, Allah memintanya untuk membagikan harta titipan itu kepada orang lain. Itupun, Allah tidak meminta untuk membagikan semua harta yang ia miliki, hanya sebagian saja yang perlu untuk dibagikan kepada orang lain. Allah swt berfirman:

“Dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami Berikan kepada mereka” (Al-Baqarah 3)

Namun anehnya, Allah menggunakan cara yang begitu indah untuk menggugah hati manusia dalam ber-infaq. Kita tau bahwa semua harta itu milik Allah, namun Allah memakai kata “hutangi-lah aku” ketika meminta manusia untuk membagikan hartanya. Seakan-akan harta itu milik manusia.

“Berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.” (Al-Muzammil 20)

Allah meminta hutang sementara semua yang ada pada kita adalah milik-Nya. Seorang yang masih memiliki perasaan pasti tergugah untuk berbagi kepada selainnya. Karena manusia mungkin akan ragu bahwa yang ia berikan kepada orang lain akan kembali. Namun jika ada seorang yang berhutang, maka ada kemungkinan untuk kembali lagi. Dan kali ini yang berhutang adalah Allah swt. Siapa yang lebih tepat janjinya daripada Allah?

Bahkan dalam ayat lain, Allah menyebutkan bahwa siapa yang mau menghutangi Allah dengan membagikan hartanya kepada orang lain akan diganti dengan tambahan yang lebih dari Allah.

“Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak.”(Al-Baqarah 245)

Lalu, berapa banyak Allah akan melipat gandakan gantinya? Didalam Alquran disebutkan bahwa ganti yang Allah berikan atas mereka yang mau berinfaq adalah 10 x lipat paling sedikitnya.

Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.” (Al-Anam 160)

Bahkan didalam surat Al-Baqarah, Allah swt bukan hanya melipat gandakan 10x, namun sampai 700x lipat setiap seorang menginfakkan hartanya dijalan Allah.

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.” (Al-Baqarah 261)

Dan lihatlah janji Allah bagi mereka yang mengeluarkan hartanya dijalan Allah:

“Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan Menggantinya”(Saba 39)

Sekarang, ketika Allah telah berjanji untuk mengganti semua harta yang kita berikan, ketika Allah berjanji untuk melipatgandakan, ketika Dia meminta hutang padahal semua itu milik-Nya semata, adakah yang masih ragu untuk berbagi?

Imam Jafar Shodiq pernah bertanya: “Jika yang mengganti adalah Allah, lantas mengapa masih kikir?”

Sebenarnya, keuntungan yang akan kita dapatkan dari berinfak bukan hanya penggantian yang berlipat dari Allah. Lebih dari itu, menurut Alquran seorang yang berinfak sebenarnya dia memberi kepada dirinya sendiri.

Bukankah Allah berfirman: “Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri.”(Al-Baqarah 272)

Hanya orang yang tidak waras yang masih kikir terhadap dirinya. Dia begitu pelit bahkan untuk kebaikan dirinya sendiri. Allah pun dengan tegas menyebutkan dalam Firman-Nya bahwa siapa yang kikir sebenarnya dia kikir untuk dirinya sendiri.

“Dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri.”(Muhammad 38)

Ringkasnya, saat kita memiliki uang 100 ribu kemudian kita infakkan 50 ribu, tersisa berapa uang yang kita miliki? Logika dunia pasti mengatakan hanya tersisa 50 ribu. Namun logika Al-Quran, uang itu kini menjadi 550 ribu yang tersimpan dalam tabungan dihadapan Allah swt. Karena paling sedikitnya akan Allah ganti 10x lipat.

Akhirnya, apabila kita benar-benar mencintai harta kita maka titipkanlah harta itu kepada Allah. Jika tidak, maka ketika wafat akan menjadi milik ahli waris. Jika kita belikan makanan akan habis dan tersisa seperti yang keluar dari perut.

Rasulullah pun berpesan bahwa harta yang menjadi sebenar-benarnya milik kita adalah yang telah kita infakkan sementara yang masih ada di tangan kita tidak bisa menjamin akan menjadi milik kita nanti.

Suatu hari, beliau menyembelih kambing dan menyuruh istrinya Aisyah untuk membagi-bagikan daging itu. Setelah beberapa saat, Rasul bertanya tentang daging tersebut. Istri beliau menjawab bahwa semuanya sudah dibagikan kecuali sedikit yang ia sisakan untuk Rasulullah saw. Rasulullah pun menjawab bahwa yang telah dibagikan itulah yang sebenarnya milik kami sementara yang sisa sedikit itu bukan milik kami.

Sekecil apapun harta yang kita infakkan akan menjadi kekal sementara sebanyak apapun harta yang kita timbun akan segera terpisah dari kita.[khazanahalquran]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2356316/dahsyat-inilah-balasan-jika-terbiasa-memberi#sthash.aZxhttza.dpuf

Dahsyat! Inilah Balasan Jika Terbiasa Memberi

MANUSIA dilahirkan dalam kondisi tak memiliki apa-apa. Sehelai kain pun ia tak punya. Sehingga semua yang nantinya dia miliki, berupa harta dan lainnya adalah milik Allah semata.

Seperti Firman-Nya: “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang Dikaruniakan-Nya kepadamu.”(An-Nur 33)

Seluruh harta yang ada pada mereka hanyalah titipan dari Allah. Sesuai dengan Firman-Nya:

“Dan infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah Menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah).” (Al-Hadid 7)

Setelah Allah meyakinkan bahwa harta itu milik-Nya dan dititipkan kepada manusia, Allah memintanya untuk membagikan harta titipan itu kepada orang lain. Itupun, Allah tidak meminta untuk membagikan semua harta yang ia miliki, hanya sebagian saja yang perlu untuk dibagikan kepada orang lain. Allah swt berfirman:

“Dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami Berikan kepada mereka” (Al-Baqarah 3)

Namun anehnya, Allah menggunakan cara yang begitu indah untuk menggugah hati manusia dalam ber-infaq. Kita tau bahwa semua harta itu milik Allah, namun Allah memakai kata “hutangi-lah aku” ketika meminta manusia untuk membagikan hartanya. Seakan-akan harta itu milik manusia.

“Berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.” (Al-Muzammil 20)

Allah meminta hutang sementara semua yang ada pada kita adalah milik-Nya. Seorang yang masih memiliki perasaan pasti tergugah untuk berbagi kepada selainnya. Karena manusia mungkin akan ragu bahwa yang ia berikan kepada orang lain akan kembali. Namun jika ada seorang yang berhutang, maka ada kemungkinan untuk kembali lagi. Dan kali ini yang berhutang adalah Allah swt. Siapa yang lebih tepat janjinya daripada Allah?

Bahkan dalam ayat lain, Allah menyebutkan bahwa siapa yang mau menghutangi Allah dengan membagikan hartanya kepada orang lain akan diganti dengan tambahan yang lebih dari Allah.

“Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak.”(Al-Baqarah 245)

Lalu, berapa banyak Allah akan melipat gandakan gantinya? Didalam Alquran disebutkan bahwa ganti yang Allah berikan atas mereka yang mau berinfaq adalah 10 x lipat paling sedikitnya.

Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.” (Al-Anam 160)

Bahkan didalam surat Al-Baqarah, Allah swt bukan hanya melipat gandakan 10x, namun sampai 700x lipat setiap seorang menginfakkan hartanya dijalan Allah.

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.” (Al-Baqarah 261)

Dan lihatlah janji Allah bagi mereka yang mengeluarkan hartanya dijalan Allah:

“Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan Menggantinya”(Saba 39)

Sekarang, ketika Allah telah berjanji untuk mengganti semua harta yang kita berikan, ketika Allah berjanji untuk melipatgandakan, ketika Dia meminta hutang padahal semua itu milik-Nya semata, adakah yang masih ragu untuk berbagi?

Imam Jafar Shodiq pernah bertanya: “Jika yang mengganti adalah Allah, lantas mengapa masih kikir?”

Sebenarnya, keuntungan yang akan kita dapatkan dari berinfak bukan hanya penggantian yang berlipat dari Allah. Lebih dari itu, menurut Alquran seorang yang berinfak sebenarnya dia memberi kepada dirinya sendiri.

Bukankah Allah berfirman: “Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri.”(Al-Baqarah 272)

Hanya orang yang tidak waras yang masih kikir terhadap dirinya. Dia begitu pelit bahkan untuk kebaikan dirinya sendiri. Allah pun dengan tegas menyebutkan dalam Firman-Nya bahwa siapa yang kikir sebenarnya dia kikir untuk dirinya sendiri.

“Dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri.”(Muhammad 38)

Ringkasnya, saat kita memiliki uang 100 ribu kemudian kita infakkan 50 ribu, tersisa berapa uang yang kita miliki? Logika dunia pasti mengatakan hanya tersisa 50 ribu. Namun logika Al-Quran, uang itu kini menjadi 550 ribu yang tersimpan dalam tabungan dihadapan Allah swt. Karena paling sedikitnya akan Allah ganti 10x lipat.

Akhirnya, apabila kita benar-benar mencintai harta kita maka titipkanlah harta itu kepada Allah. Jika tidak, maka ketika wafat akan menjadi milik ahli waris. Jika kita belikan makanan akan habis dan tersisa seperti yang keluar dari perut.

Rasulullah pun berpesan bahwa harta yang menjadi sebenar-benarnya milik kita adalah yang telah kita infakkan sementara yang masih ada di tangan kita tidak bisa menjamin akan menjadi milik kita nanti.

Suatu hari, beliau menyembelih kambing dan menyuruh istrinya Aisyah untuk membagi-bagikan daging itu. Setelah beberapa saat, Rasul bertanya tentang daging tersebut. Istri beliau menjawab bahwa semuanya sudah dibagikan kecuali sedikit yang ia sisakan untuk Rasulullah saw. Rasulullah pun menjawab bahwa yang telah dibagikan itulah yang sebenarnya milik kami sementara yang sisa sedikit itu bukan milik kami.

Sekecil apapun harta yang kita infakkan akan menjadi kekal sementara sebanyak apapun harta yang kita timbun akan segera terpisah dari kita.[khazanahalquran]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2356316/dahsyat-inilah-balasan-jika-terbiasa-memberi#sthash.8wDZY6uA.dpuf

Berilah Kailnya, Bukan Ikannya

PERNAH dikisahkan bahwa ada seorang yang kaya raya dan juga dermawan tinggal di kota Baghdad bernama Ayub. Karena sifatnya yang senang memberi, banyak pengemis mendatangi rumahnya setiap hari untuk meminta sedekah. Namun, suatu hari istrinya, Zainab, berpikir bahwa apa yang telah dilakukan suaminya telah memanjakan para pengemis tersebut.

“Zainab istriku, bersedekah tidak akan mengurangi harta kita.”

“Namun jika sedekah membuat mereka malas dan keenakan, bukankah tidak ada manfaatnya?”

Ayub pun memikirkan ucapan istrinya. Namun, ia masih memberikan sedekah kepada pengemis yang datang ke rumahnya. “Belilah makanan. Semoga perutmu kenyang.”

“Terima kasih, tuan. Semoga Allah membalas kebaikanmu,” ucap salah seorang pengemis.

Ayub masih melakukan sedekah di hari-hari berikutnya. Sampai kemudian ia pulang dari pasar dengan membawa begitu banyak barang dagangan. Saat matahari mulai bergerak kearah barat, para pengemis mulai berdatangan ke rumahnya. Kali ini, bukan sedekah seperti biasa yang ia berikan, melainkan sekotak barang dagangan.

“Kau bisa menjual barang dagangan ini, sehingga kau tidak lagi terus mengemis. Belajarlah berdagang dan tidak menggantungkan hidupmu dan keluargamu dari sedekah.” Ayub menjelaskan ketika seorang pengemis terheran dengan pemberian Ayub.

Pengemis itu pun terharu dan bersyukur. Sejak itu mereka berhenti mendatangi rumah Ayub, karena mereka telah memiliki sumber rezeki yang jauh lebih baik.

Fenomena pengemis yang suka meminta-minta masih dapat dengan mudah kita jumpai. Sesungguhnya kisah ini mengingatkan kita bahwa memberi sedekah berupa uang ibarat memberikan ikan kepada seseorang yang dapat membuatnya malas. Alih-alih membuat mereka tidak berusaha, berikan saja kail yang bisa membantu mereka mau berusaha untuk memperoleh sumber rezeki dengan jalan yang lebih mulia. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2297452/berilah-kailnya-bukan-ikannya#sthash.CBswqMqd.dpuf