Mengiringi Perbuatan Buruk dengan Perbuatan Baik

Jika kesalahan itu adalah membicarakan keburukan orang lain, maka kebaikan itu adalah dengan memuji orang tadi di hadapan orang yang diajak berghibah sebelumnya.

 

INI adalah cabang lain yang menyempurnakan dan memperkuat taubat, yaitu mengiringi keburukan dengan kebaikan, sehingga dapat menghapus pengaruhnya dan membersihkan kotorannya. Inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abu Dzar r.a. ketika beliau mewasiatkan kepadanya dengan wasiat yang agung ini.

Rasulullah bersabda,

“Bertakwalah di mana pun engkau berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya ia akan menghapusnya, dan perbaikilah manusia dengan akhlak yang baik.“ (HR. Ahmad dan Tirmizi dari Abu Dzar. Tirmizi berkata: Hadist ini hasan sahih).

Dalam konteks ini jika seorang muslim melakukan suatu perbuatan maksiat, maka hendaknya ia segera mengiringinya dengan perbuatan yang baik, misalnya, shalat, sedekah, puasa, istighfar, dzikir, tasbih, dan perbuatan baik yang lain. Seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).

Dengan penjelasan firman Allah tersebut maka diketahui bahwa perbuatan buruk atau maksiat yang dilakukan tanpa sengaja akan terhapus oleh perbuatan baik.

Mengenai hal ini, ada beberapa contoh kemaksiatan dan perbuatan baik, sebagai berikut:

  1. Jika kesalahan itu adalah membicarakan keburukan orang lain di hadapan seseorang, maka kebaikan itu adalah dengan memuji orang tadi di hadapan orang yang diajak berghibah sebelumnya, atau ia beristighfar kepada Allah.
  2. Jika keburukannya itu adalah mencela seseorang di hadapan orang lain maka kebaikannya itu adalah menghormatinya, memuliakannya, dan menyebutnya dengan kebaikan.
  3. Orang yang kejahatannya adalah membaca buku-buku yang buruk, maka kebaikannya adalah membaca Al-Qur’an, hadist, dan ilmu-ilmu Islam.
  4. Orang yang keburukannya menghardik kedua orangtua maka kebaikannya itu adalah dengan berlaku sebaik-baiknya kepada kedua orangtuanya dan memuliakannya, serta berbuat baik kepadanya, terutama saat mereka dalam usia lanjut.
  5. Orang yang keburukannya adalah memutuskan silaturahmi serta berbuat buruk kepada saudara maka kebaikannya adalah berbuat baik kepada mereka serta berusaha menjaga persaudaraan, walaupun mereka memutuskannya, dan memberi mereka walaupun mereka belum pernah memberi.
  6. Jika keburukannya adalah duduk dalam tempat hiburan, main-main, dan melakukan yang haram maka kebaikannya itu adalah duduk di tempat kebaikan, dzikir, dan ilmu yang bermanfaat.

Itulah beberapa jenis kebaikan yang dapat menghapuskan dosa orang yang melakukan keburukan. Intinya keburukan harus dilawan dengan kebaikan, seperti dijelaskan oleh Imam al-Ghazali bahwa orang yang sakit diobati dengan lawannya penyakit itu.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Meraih Cinta Ilahi Melalui Taubat Nasuha, penulis buku: Rizem Aizid)

 

HIDAYATULLAH