Menikmati Hidup Sambil Tersenyum

SENANG sekali saya bertemu sahabat lama siang hari tadi. Materi obrolan adalah mengenang masa lalu, keluguan dan “kebodohan” yang menjadi pilihan sikap pada masa lalu. Teman saya tertawa cekikikan mentertawakan sejarahnya sendiri sambil berkata: “Bodohnya saya waktu itu ya, mengapa mau-mau saja di”plokotho” para senior.”

Istilah diplokotho ini adalah istilah yang sulit dicarikan padanannya dalam kamus besar bahasa Indonesia. Yang paling dekat maknanya mungkin dikerjain atau dimanfaatkan tanpa adanya upah.

Saya juga ikut tertawa untuk membantu memuncakkan kebahagiaannya sambil berpikir bahwa hal-hal bodoh masa lalu ternyata bisa juga menjadi penyebab lahirnya tawa bahagia saat ini. Ternyata hidup manusia itu bukan merupakan potongan-potongan episode yang terputus, melainkan saling berkaitan. Dulu dan kini ternyata berkaitan erat, dan kaitannya kadang tak terduga. Karena itu, tatalah kini kita saat ini demi kini kita yang akan datang.

Saya kemudian bertanya kepadanya ada apa datang ke kampus. Kembali dia cekikikan sambil berkata: “Bayar utang. Saya mengantarkan anak saya mendaftar kuliah. Saya merasa bersalah dulu sehabis SMA tak mau kuliah. Saya tak ingin anak saya senasib dengan saya.” Saya ikut cekikikan juga untuk membantu menaikkan tingkat kelucuan masa lalunya. Diam-diam saya berpikir lagi bahwa kesalahan masa lalu ternyata bisa juga berhikmah pada masa kini.

Kalau begitu, berhentilah mengeluhkan masa lalu. Teruslah jalani hidup dengan seksama dan tersenyum sambil menanti hikmah sejarah muncul di hadapan kita. Bahwa ada yang tak enak dalam episode hidup adalah biasa, begitulah tabiaat hidup. “Banyak orang inginnya adalah bahagia tanpa derita. Mereka lupa bahwa pelangi yang indah tak akan pernah myncul tanpa adanya gerimis.” Salam, AIM. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2373777/menikmati-hidup-sambil-tersenyum#sthash.etRZFMDD.dpuf