Metode yang Benar dalam Mempelajari Ilmu Agama (Bag. 1)

Sebagian kita mungkin telah memiliki keinginan dan semangat untuk mempelajari ilmu agama. Namun, bisa jadi kita kebingungan, bagaimana kita bisa memulai untuk belajar ilmu agama? Bukankah ilmu agama adalah ilmu yang sangat luas? Bagaimana metode yang paling tepat untuk mempelajarinya?

Apabila seseorang tidak memahami tentang hal ini, maka bisa jadi kita telah menghabiskan banyak waktu, biaya, dan tenaga untuk menuntut ilmu, namun kita tidak meraih hasil apa-apa. Yang kita dapatkan hanyalah rasa lelah semata, sedangkan ilmu yang kita peroleh sangatlah sedikit dan tidak menancap dalam hati.

Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk menyampaikan metode penting dalam menuntut ilmu yang telah dijelaskan oleh para ulama, yaitu menuntut ilmu secara bertahap dan dimulai dari yang paling mudah dan paling dasar.

Menuntut Ilmu secara Bertahap

Jika kita telah memiliki semangat untuk mempelajari ilmu, maka kita harus membulatkan tekad agar jangan sampai kita terputus dari jalan ilmu. Kita harus terus bersemangat dalam berusaha semampu kita untuk menghilangkan sebab-sebab kebodohan dari dalam diri kita yang telah kita ketahui. Namun, tidak berarti karena semangat itu kita kemudian menuntut ilmu secara sekaligus dalam waktu sekejap. Karena jalan untuk meraih ilmu itu sangatlah panjang. Sebagian salaf berkata,

اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد

”Tuntutlah ilmu dari buaian (ketika masih kecil) hingga liang lahat (sampai meninggal dunia).”

Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menuntut ilmu. Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah berkata ketika menasihati orang-orang yang tergesa-gesa dalam menuntut ilmu,

من رام العلم جملة ذهب عنه جملة

”Barangsiapa yang menuntut ilmu sekaligus, maka akan hilang sekaligus juga.”

Menuntut ilmu agama itu hanyalah dengan sedikit demi sedikit seiring dengan perjalanan waktu, siang, dan malam. Seandainya kita tidaklah memperoleh ilmu dalam dua hari kecuali hanya satu masalah saja -yang kita pahami dengan kuat dan jelas beserta dalil-dalilnya-, maka setelah satu tahun kita akan menguasai 180 masalah. Dan setelah dua tahun, kita akan menguasai 360 masalah. Setelah sepuluh tahun akan menjadi 1800 masalah. Dan jika dihitung setelah 30 tahun, maka kita akan menjadi salah seorang alim yang kokoh ilmunya. Kita akan memahami masalah-masalah tersebut dengan jelas tanpa disertai kerancuan. Hal ini jika setiap dua hari kita mempelajari satu masalah. Maka bagaimana lagi kalau seandainya dalam sehari kita mempelajari satu masalah? Atau seandainya dalam sehari kita mempelajari 2 masalah?

Dalam mencari ilmu, haruslah disesuaikan dengan kemampuan, namun dibutuhkan kontinuitas (rutin dan tidak terputus). Hujan lebat yang jatuh ke tanah, maka air hujan tersebut mungkin diam tertampung di atas tanah atau mungkin mengalir ke lembah dan tanaman karena hujannya yang memang lebat. Akan tetapi, apakah tanah yang baru pertama kali mendapat air hujan dengan lebat manfaatnya sama seperti tanah yang telah lama menampung air di atasnya?

Permisalan ini hanyalah untuk pendekatan saja. Ini adalah suatu permisalan yang sesuai dengan ilmu, ketika kita merasa bahwa diri kita dapat memberikan manfaat bagi orang lain dengan sedikit ilmu yang kita miliki. Contohnya kita dapati di antara penuntut ilmu yang terkadang menjelaskan beberapa kalimat, akan tetapi hati kita tidak merasa puas, padahal dia adalah seorang penuntut ilmu. Hal ini karena ketika dia menjelaskan, penjelasan tersebut bukan merupakan hasil dari pemahaman yang kokoh dan mantap. Kita perhatikan di dalam penjelasannya terdapat sedikit kebingungan, karena tidak adanya pemahaman. Dia tidak mampu untuk menjelaskan dengan penjelasan yang jelas dan sempurna. Mengapa demikian?

Karena dia tidaklah kokoh pemahamannya dalam masalah tersebut. Demikianlah penuntut ilmu atau seorang yang ‘alim. Dia memahami dengan baik sebanyak 90 dari 100 masalah, dan 10 sisanya tidak dia pahami dengan jelas. Maka kita dapati bahwa hal itu menyebabkan kerancuan bagi dirinya. Dia tidak mampu untuk menjelaskan hal-hal yang rancu tersebut. Jika ilmunya kokoh dan mantap, yang didapatkan dengan belajar sedikit demi sedikit, maka ilmu itu akan menancap di dalam hati. Setelah itu, barulah memungkinkan baginya untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Oleh karena itu, janganlah kita melupakan kaidah ini. Yaitu, ilmu itu dicari sedikit demi sedikit. Adapun kalau dicari dengan jalan atau metode ”tadhawwuq”, maka hal ini bukanlah termasuk ilmu sama sekali. Apakah yang dimaksud dengan ”tadhawwuq”? Yaitu apa yang kita lihat pada kebanyakan manusia, dia belajar kepada seorang ustadz atau ulama dalam waktu hanya satu bulan, kemudian setelah itu dia meninggalkannya. Dia pergi untuk belajar kepada orang lain, kemudian belajar lagi kepada orang yang ketiga. Maka dia tidak akan mendapatkan manfaat sama sekali karena menempuh metode seperti ini. Sehingga kita dapati saudara-saudara kita yang mempelajari ilmu hanya dalam satu dua tahun, atau hanya sebulan dua bulan, dia menerjuni ilmu tersebut tanpa ada kelanjutannya. Sehingga masa-masa belajarnya itu tidaklah bermanfaat baginya. Dan akhirnya dia terputus dari menuntut ilmu, kemudian menjadi seperti orang awam lagi. Adapun orang-orang yang bersabar dan mengokohkan kesabarannya seiring dengan berjalannya waktu, maka dia akan berhasil sesuai dengan apa yang telah Allah Ta’ala tetapkan baginya.

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51246-metode-mempelajari-ilmu-agama-bag-1.html