Minum Anggur Samakah dengan Minum Khamar?

Minum anggur atau sari buah anggur apakah sama dengan minum khamar? Apakah khamar selalu berasal dari anggur? Nah, sebagian kita ada yang rancu tentang ini. Berikut penjelasannya dengan memahami definisi khamar.

Definisi khamar secara bahasa

Khamar secara bahasa bermakna buah anggur yang diperas yang bisa memabukkan (menutupi akal). Khamar disebut demikian karena khamar bisa menutupi akal. Jadi, secara bahasa khamar berasal dari anggur, bukan berasal dari jenis lainnya (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 5:12).

Namun, Al-Fairuz Abadi mengatakan bahwa khamar bisa lebih umum daripada itu, yaitu diqiyaskan pada setiap perasan yang memabukkan karena sama-sama bisa menutupi akal (Al-Qamus Al-Muhith, 1:399).

Dalam buku kontemporer saat ini “An-Nawazil fi Al-Asyribah” (hlm. 171) disebutkan bahwa khamar itu sesuatu yang menghilangkan akal (maa azaala al-‘aqla). Jika disebut ia mabuk dengan minuman, maksudnya adalah kesadarannya hilang lantaran mabuk.

Definisi khamar secara istilah

Para ulama pakar fikih berselisih pendapat dalam menentukan definisi khamar secara istilah.

Pendapat pertama yang mengatakan bahwa khamar itu meliputi segala sesuatu yang memabukkan sedikit ataupun banyak, baik berasal dari anggur, kurma, gandum, atau yang lainnya. Pendapat ini dipilih oleh para ulama Madinah, ulama-ulama Hijaz, para pakar hadits, ulama Hambali, dan sebagian ulama Syafiiyyah.

Dalil dari pendapat pertama ini sebagai berikut.

Pertama: Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

Setiap yang memabukkan adalah khamar. Setiap yang memabukkan pastilah haram.” (HR. Muslim, no. 2003).

Kedua: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai al-bit’i (arak yang biasa diminum penduduk Yaman). Beliau mengatakan,

كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ

Setiap minuman yang memabukkan, maka itu adalah haram.” (HR. Bukhari, no. 5586 dan Muslim, no. 2001).

Ketiga: Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mendengar ayahnya—‘Umar bin Al-Khaththab—berkhutbah di mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ‘Umar mengatakan,

أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهْىَ مِنْ خَمْسَةٍ ، مِنَ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ

Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, Allah telah menurunkan pengharaman khamar. Khamar itu berasal dari lima macam: anggur, kurma, madu lebah, hinthoh (gandum), dan sya’ir (gandum). Khamar adalah segala sesuatu yang dapat menutupi akal.” (HR. Bukhari, no. 5581 dan Muslim, no. 3032).

Pendapat kedua yang mengatakan bahwa yang dimaksud khamar adalah anggur yang diperas jika berefek memabukkan. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama Syafiiyyah, murid Abu Hanifah seperti Abu Yusuf dan Muhammad, dan sebagian ulama Malikiyyah. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 5:12-13.

Asal pendapat kedua adalah dari definisi khamar secara bahasa.

Di antara dua pendapat di atas, pendapat pertama dinilai lebih kuat dengan beberapa alasan berikut.

Pertama: Dalil syari lebih mesti didahulukan daripada definisi bahasa. Perasan anggur adalah pengertian khamar secara bahasa. Sedangkan secara syari, khamar bermakna lebih luas yaitu segala sesuatu yang memabukkan, baik berasal dari perasan anggur, perasan kurma, dan lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Yang semestinya diketahui dengan seksama bahwa lafaz yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits jika telah diketahui tafsirnya dan pengertiannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka seharusnya tidak perlu menoleh lagi pada berbagai hujjah yang disampaikan oleh pakar bahasa dan lainnya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 7:286).

Kedua: Jika khamar dibatasi hanya pada perasan kurma, berarti kita telah mengeluarkan berbagai macam minuman yang memabukkan dari definisi khamar. Padahal definisi khamar yang tepat adalah sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu “khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan”. Jika melakukan demikian, maka itu berarti kita telah melakukan taqshir (pengurangan). Jika kita menetapkan bahwa segala sesuatu yang memabukkan, maka kita pun tidak perlu berdalil dengan qiyas untuk menetapkan hukum bagi minuman yang memabukkan lainnya. Lihat I’lam Al-Muwaqi’in, 1:266-267.

Ketiga: Di Madinah dulu, tidak ada satu pun khamar yang terbuat dari anggur. Malah khamar yang ada terbuat dari kurma.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Kata khamar yang terdapat dalam bahasa Arab yang digunakan dalam Al-Qur’an mencakup segala sesuatu yang memabukkan, baik itu kurma dan selainnya, tidak dikhususkan pada anggur saja. Ada riwayat sahih yang bisa dijadikan argumen dalam masalah ini. Tatkala khamar diharamkan di Madinah An-Nabawiyyah (setelah Perang Uhud) pada tahun 3 H, pada saat itu tidak ada satu pun khamar yang terbuat dari anggur karena tidak ada pohon anggur saat itu. Khamar penduduk Madinah yang ada berasal dari kurma. Tatkala Allah mengharamkan khamar, penduduk Madinah menuangkan khamar mereka atas perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan mereka menghancurkan bejana khamar yang ada. Mereka menyebut minuman yang dihancurkan tadi dengan khamar. Oleh karena itu, diketahui bahwa kata khamar dalam Al-Qur’an itu lebih umum dan bukan hanya dikhususkan pada perasan anggur saja.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 34:187-188).

Kesimpulan:

Khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan, bukan hanya dibatasi pada perasan anggur saja.

Mabuk itu memiliki dua sifat: (1) hilang kesadaran; (2) merasakan sensasi tenang atau rileks hingga euforia, nge-fly, atau bahagia berlebihan.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com