Hak dan Kewajiban Pemimpin dan Rakyat yang Dipimpin

Hak dan Kewajiban Pemimpin dan Rakyat yang Dipimpin (Bag. 3)

Terdapat sepuluh hak rakyat yang wajib ditunaikan oleh pemimpin, yaitu:

Pertama, menjaga dan mempertahankan wilayah negeri kaum muslimin, yaitu dengan menyiapkan pasukan, mempersiapkan persenjataan, atau memperkuat benteng pertahanan. Sehingga bisa mempertahankan diri dari serangan orang-orang musyrik, atau untuk memerangi para pemberontak yang mengacaukan keamanan negeri kaum muslimin.

Kedua, menjaga kemurnian agama dari perkara-perkara baru (bid’ah) yang dapat merusak agama, di antaranya dengan menyebarkan ilmu syar’i (ilmu agama) yang bermanfaat. Senantiasa bersama ulama, meminta petunjuk, nasihat, dan bimbingan dari mereka, serta bermusyawarah dengan mereka. Hendaknya pemimpin kaum muslimin memperhatikan hal ini. Di antaranya dengan memudahkan dan memfasilitasi majelis-majelis ilmu agama yang dengannya akan tersebarlah ilmu syar’i yang bermanfaat ke seluruh penjuru negeri.

Ketiga, menegakkan dan menjamin terlaksananya syi’ar-syi’ar agama Islam, seperti shalat lima waktu secara berjamaah; azan dan iqamah; memberikan perhatian terhadap urusan puasa (Ramadan) dan hari raya; juga mengatur urusan haji dan umrah. Termasuk juga adalah memberikan kemudahan terhadap calon jamaah haji dari seluruh penjuru negeri, dengan memberikan kemudahan dan keamanan kepada mereka selama di perjalanan.

Keempat, memberikan keputusan hukum terkait sengketa dan perselisihan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat; mencegah kezaliman dari sebagian orang-orang yang zalim. Lalu tidaklah menyerahkan urusan tersebut kecuali kepada orang-orang yang amanah, terpercaya dari sisi agamanya, yaitu para ulama.

Hal ini karena para pemimpin akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpin. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كُلُّ رَاعٍ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang mereka pimpin.” (HR. Ahmad no. 5869, shahih).

Kelima, menegakkan kewajiban jihad fi sabilillah bagi dirinya dan juga pasukannya. Dengan mengutus pasukan tersebut ketika memang dibutuhkan.

Keenam, menegakkan hukuman had yang syar’i, sesuai dengan syarat dan ketentuan dari syariat. Hal ini dalam rangka menjaga kehormatan Allah Ta’ala dari orang-orang yang bersikap lancang kepada-Nya. Dan juga menjaga kehormatan rakyatnya dari perbuatan orang-orang yang berbuat zalim kepada mereka. Dalam menegakkan hukum had ini, pemimpin tidak boleh membeda-bedakan antara rakyat yang lemah (rakyat biasa) dan rakyat yang kuat (yaitu para pejabat dan orang-orang kaya).

Ketujuh, menyalurkan harta zakat dan harta jizyah kepada mereka yang berhak, juga menyalurkan harta rampasan perang sesuai dengan aturan syariat, dengan senantiasa menyerahkan atau berkonsultasi kepada para ulama terkait hal tersebut.

Kedelapan, memperhatikan urusan wakaf yang diperuntukkan untuk kebajikan dan ibadah ketaatan. Dan menyalurkannya pada kebutuhan yang sesuai. Merawat jembatan-jembatan dan juga fasilitas jalan yang membawa kebaikan bagi masyarakat.

Kesembilan, jika mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah), maka pemimpin harus memberikan perhatian dalam pembagian dan pendistribusian harta tersebut dengan memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat.

Kesepuluh, bersikap adil dalam memimpin dan juga dalam semua urusan yang berkaitan dengan kepemimpinannya. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ [4]: 58).

Allah Ta’ala juga berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl [16]: 90).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, meskipun dia adalah kerabat(mu). Dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al-An’am: 152).

Demikianlah pembahasan yang dapat kami susun berkaitan dengan masalah ini, semoga menjadi ilmu bermanfaat bagi kita semuanya.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

 Artikel: Muslim.or.id