Mustafa Kemal Ataturk

Mustafa Kemal Ataturk: Pemeran Utama Sekularisasi di Kesultanan Utsmani

PADA malam hari di Ankara, Turki 29 Oktober 1923 Musthafa Kemal Ataturk mengumpulkan para anggota Majelis Nasional Turki. Setelah pada siang harinya Mustafa Kemal mendeklarasikan kelahiran Republik Turki dan mengukuhkan dirinya sebagai pemimpin pertama negara baru itu.

“Tuan-tuan! Kita akan mendeklarasikan republik besok,” ujar Mustafa Kemal kepada anggota Parlemen dalam acara makan malam 29 Oktober 1923. Besoknya dalam sidang Majelis Nasional Turki, anggota sidang secara resmi republik Turki yang sekuler disahkan dan Mustafa Kemal  dinasbihkan sebagai Presiden pertama.

Hari itu Kesultanan Utsmani yang telah berusia 623 tahun resmi runtuh. Salah satu negara super-power yang berdiri dalam kurun 1299-1923 dan memiliki wiliyah yang terbentang dari Eropa Tenggara, Kaukasus sampai Afrika Utara dan semenanjung Afrika Timur ini dihapus.

Republik Turki sebenarnya telah berdiri secara de facto tiga tahun sebelumnya. Tepatnya sejak berdirinya Majelis Nasional Turki pada 23 April 1920.

Majelis nasional ini berdiri di Ankara ketika Istanbul ibukota Kesultanan Ustmani diduki oleh pasukan Sekutu.

Istanbul diduduki oleh Inggris, Prancis, Italia dan Yunani pada 13 November 1918. Pendudukan ini akibat kekalahan Kesultanan Utsmani dalam partisipasinya di perang dunia pertama.

Inggri secara resmi membekukan pemerintahan Utsmani di Istanbul dan memaksa Kesultanan Ustmani menandatangani Perjanjian Sevres pada 10 Agustus 1920. Di saat bersamaan pihak sekutu setuju untuk mengakui pemerintahan dari Majelis Nasional Turki dengan ketuanya Mustafa Kemal yang berpusat di Ankara.

Dalam proses peralihan yang dramatis dari model kesultanan ke republik ini, salah satu pameran utama adalah Mustafa Kemal. Ia berhasil mengkonsolidasikan kekuatan untuk memisahkan peran agama dalam pemerintahan dengan membangun identitas Turki baru yang sekuler.

Ia juga berhasil menuliskan namanya dalam lembaran sejarah Turki modern dan menasbihkan untuk dihormati sebagai bapak bangsa. Nama “Ataturk” secara harfiah berarti “bapak orang Turki”.

Mustafa Kemal lahir di Thessaloniki, Yunani –daerah yang saat ia dilahirkan masih di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmani. Nama aslinya Ali Reza Oglu Mustafa (Mustafa putra Ali Reza), ia juga dikenal sebagai Mustafa Kemal Pasha. Kehidupan awal Mustaga Kemal dipengaruhi oleh memudarnya kekuatan Utsmani di Eropa.

Ia juga banyak dipengaruhi oleh gerakan intelektual yang berpandangan wordview Barat.

Ada banyak perdebatan tentang etnis asal Mustafa Kemal. Ayahnya dianggap oleh beberapa orang berasal dari Albania, meskipun yang lain menyatakan bahwa dia adalah orang Turki.

Latar belakang ibunya juga menjadi bahan perdebatan sengit apakah dia orang Turki atau bukan.  Namun beberapa orang menyatakan bahwa asal Mustafa Kemal adalah dari Yahudi atau Bulgaria.

Rentetan upaya sekularisasi oleh Barat di Kesultanan Utsmani sebenarnya sudah berjalan panjang. Dimulai sejak abad ke 18 dari Sultan Salim III, kemudian berlanjut dari generasi ke generasi.

Upaya infiltrasi ini sempat mendapatkan perlawan yang kuat di masa Sultan Abdul Hamid II.  Dari proses itu Mustafa Kemal hadir dalam plot akhir sebagai pameran utama untuk menyempurnakan proses ini.

Mustafa Kemal berambisi memodernisasi Turki sesuai pandangan kelompok mereka. Modernisasi dalam pandangan mereka adalah pem-Baratan secara total dengan memutuskan antara Turki dan agamanya.

Adapun cara pertama yang dilakukan Mustafa Kemal adalah penghapusan Khalifah secara resmi. Pada tanggal 3 Maret 1924 Majelis Nasional Turki menyetujui tiga buah undang-undang yang telah dipersiapkan.

Pertama, menghapus Kekhalifahan, menurunkan Khalifah dan mengasingkannya beserta keluarga. Kedua, menghapus Kementrian Syariah dan Wakaf. Ketiga, menggabungkan sistem pendidikan di bawah Kementrian Pendidikan.

Bagi Mustafa Kemal dan kaum sekuler, agama dan ulama adalah penghalang kemajuan suatu negara. Sehingga Islam, simbol  dan tokoh-tokohnya harus dipisahkan dari masalah-masalah politik, sosial dan kebudayaan.

Sejarawan Ali Muhammad Ali Shalabi menyebut dalam al-‘Utsmāniyyah ‘Awāmil al-Nuhūḍ Wa Asbāb al-Suqūt, bahwa sebenarnya  pemikiran kaum sekuler Turki tentang agama penghalang kemajuan merupakan suatu pemikiran yang tidak mendasar. Bahkan berimplikasi pada perpecahan dalam kekuatan Turki sendiri serta mereka harus berkerjasama dengan Barat sehingga terjadi kemunduran.

Adapun bentuk kerjasama dapat dilihat dari isi perjanjian antara Mustafa Kemal dengan Negara-negara Barat. Rancangan perjanjian itu dikenal sebagai syarat-syarat Carson, diambil dari nama ketua delegasi Inggris. Isi perjanjian tersebut antara lain;

Pertama, pemutusan semua hal yang berhubungan dengan Islam dari Turki. Kedua, penghapusan kekhalifahan Islam untuk selama-lamanya. Ketiga, mengeluarkan Khalifah, para pendukung Khalifah, dan Islam dari Turki serta mengambil harta Khalifah. Keempat, menjadikan undang-undang sipil sebagai pengganti dari undang-undang Turki yang lama.

Ali Hasun menjelaskan Mustafa Kemal menetapkan kebijakan sekularisasi secara total. Dalam ‘Awāmil Inhiyar al-Daulat al-‘Utsmāniyyah, Ali Hasun menyebut kebijakan tersebut, antara lain;

Pertama, menghapus Kesultanan Utsmani dan mendirikan negara yang mengadopsi hukum-hukum Barat.

Kedua, menutup seluruh lembaga-lembaga keagamaan serta melarang menulis dengan bahasa Arab dan diganti dengan bahasa Turki.

Ketiga, menghapus hukum-hukum syar’i dan menggantinya dengan undang-undang sekular.

Keempat, mengganti kelender Hijrah dengan Masehi.

Kelima, menghapus Kementrian Urusan Agama dan Waqaf.

Kelima, melarang memakai pakain-pakai Islami, seperti Hijab, Ṭarbūsy. Keenam, memerintahkan kepada para Khatib untuk memuji pemerintah sekular ketika khutbah Jum’at.

Ketujuh, membatasi masjid-masjid yang boleh digunakan untuk melaksanakan sholat, dan mengosongkan Masjid Aya Shofiyah dan Masjid Al-Fatih, kemudian dijadikannya sebagai meseum.

Kedelapan, menghapus rasa persaudaraan sesama agama dengan fanatik nasionalisme dengan jargon liberlal (al-Hurriyah wa al-Musāwah).

Namun karena adanya kehadiran mayoritas Muslim di Turki dan praktik berislam yang kental, sangat bertentangan dengan gagasan Mustafa Kemal tentang negara sekuler. Saat itu, identitas Muslim Sunni menjadi bagian penting dalam menjadi orang Turki.

Sehingga pendekatan pemerintahan Mustafa Kemal adalah kepemimpinan otoriter. Ia mewariskan Republik Turki yang kental dipengaruhi oleh militer.

Bahkan dalam Undang Undang Dasar Turki, militer diberi peran sebagai penjaga sekularisme. Maka tak heran jika dalam sejarah Turki modern, sudah ada 5 kali kudeta militer.*/Rofi Munawwar

HIDAYATULLAH