Nasihat TGB

Nasihat TGB Bagi Orang yang Tidak Mau Pakai Masker

Pandemi Covid-19 di Indonesia tak kunjung jua usai. Kian hari kian bertambah orang yang terjangkit. Pun korban yang meninggal akibat Covid-19, sepanjang bulan Juni-Juli terus bertambah. Pemerintah mengeluakan kebijakan PPKM sebagai upaya memutus mata rantai laju Covid-19.

Laju Covid-19 harus diakui kian semakin mengkhawatirkan. Terutama bagi mereka yang berada dalam zona hitam dan merah, seperti Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di tengah isu yang tak sedap ini, banyak masyarakat yang seolah kehilangan harapn. Sehingga muncul anekdot, “Sekarang menunggu gilaran untuk positif dan mati saja,”.

Bagaimana tidak? Rumah sakit telah mencapai kafasitasnya. Di sisi lain, oksigen sebagai alat bantu untuk pernapasan langka. Padahal ini dibutuhkan seseorag ketika terjangkit Covid-19.

Pun banyak juga masyarakat kehilangan mata pencaharian terlebih dengan adanya PPKM. Pedagang kaki lima banyak terkena imbas. Kafe-kafe banyak yang tutup. Belum lagi razia yang dilakukan oleh tim gabungan Polri, TNI, Pemda, dan Satpol PP agar tak terjadi kerumunan.

Masyarakat di tengah wabah ini seolah kehilangan harapan. Tinggal menunggu giliran; positif atau mati. Nah di tengah ketidakpastian nasib dan putus asa itu. Tampaknya kita sebagai masyarakat muslim dan orang beriman tak diperbolehkan Al-Qur’an untuk putus asa.

Nasihat Tuan Guru Bajang, Muhammad Zainul Majdi. Atau yang akrab disapa dengan TGB, patut kita jadikan renungan bersama. Terlebih dalam menghadpi wabah Covid-19 ini. Nasihat itu termaktub dalam Youtube Next Scene ID dengan judul Fatwa TGB Menghadapi Virus Corona.  Berikut nasihatnya;

Pertama, dalam menghadapi Virus Covid-19 seorang muslim jangan lupa kembali kepada pada Allah. Dalam Al-Qur’an  Q.S Adz Zariyat disebutkan seorang hamba diperintahkan untuk lari atau kembali kepada Allah. Terkait hal ini, Allah Swt. berfirman:

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ ۖ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

Artinya; Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.

Ada pun Imam Zamakhsyari dalam tafsirnya Al- Kasyaf  menyebutkan tafsir dari Q.S Adz Dzariyat ayat 50 ini adalah larilah atau mendekat kepada Allah dengan taat dan mengharapkan pahala darinya. Dan jangan sekali-kali menyekutukan Allah dengan apapun.

Imam Zamakhsyari berkata;

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ أى إلى طاعته وثوابه «1» من معصيته وعقابه، ووحدوه ولا تشركوا به شيئا،

Sementara itu Abu Fida’ Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi, atau yang populer dengan panggilan Ibnu Katsir dalam  kitab Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim,  menyebutkan bahwa maksud ayat 50 di atas adalah berlindunglah kepada Allah dan senantiasa berpegan kepada agama Allah dalam pelbagai urusan kalian.

Pada sisi lain,  menurut Imam Al Qurthubi  dalam kitab Tafsir Al-Qurthubi  menerangkan secara lengkap makna  Q.S Adz Dzariyat atyat 50. Ia menukil pendapat ulama tentang arti farirru ilallah. Imam Qurtubi menafsirkan begini;

وقال أبو بكر الوراق :   فروا من طاعة الشيطان إلى طاعة الرحمن . وقال الجنيد :  الشيطان داع إلى الباطل ففروا إلى الله يمنعكم منه  وقال ذو النون المصري :   ففروا من الجهل إلى العلم ، ومن الكفر إلى الشكر.  وقال عمرو بن عثمان:  فروا من أنفسكم إلى ربكم

Artinya; Abu Bakar Al-Warraq berkata:  mereka  lari dari taat kepada setan menuju taat kepada Allah dzat yang maha pengasih. Sementara itu  Junaid berkata : Setan mengajak manusia pada jalan kebatilan/kemungkaran,  maka larilah kalian semua kepada allah dari pelbagai perkara yang dilarang.

Adapun Dzunnun Al-Mirsi berkata: maka larilah kalian dari kebodohan menuju pengetahuan (ilmu) dan lari dari kekufuran nikmat, kepada mensyukuri nikmat. Sementara Umar bin Utsman berkata : larilah kalian semua pada jalan Tuhanmu.

Ustadz dan ahli Al-Qur’an  yang berasal dari Nusa Tenggara Barat ini, sepantasnya orang beriman untuk berdoa pada Allah untuk dijauhkan dari wabah ini. Dan juga memohon perlindungan agar bangsa ini dijaga Allah.

Kedua, Islam mengajarkan manusia untuk taat pada wali ul amri (pemimpin)Untuk itu segala anjuran, seruan, pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan Covid-19 wajib untuk kita taati. Pasalnya ini untuk kebaikan kita semua. Termasuk berdiam diri di rumah. Tak keluar kecuali dalam hal darurat.

Ketika seseorang keluar, seyogianya ia menjaga jarak dari orang lain. selalu menjaga kebersihan diri, misalnya mencuci tangan.Pasalnya, taat pada pemerintah yang sah merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Q.S an-Nisa ayat 59. Allah berfirman;

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya

Menurut Abu Bakar bin Mas’ud al Kasani al Hanafi, dalam kitab Bada’i ‘al-Sana’i’ fi Tartib al-Syara’i, bahwa mematuhi pemerintah hukumnya adalah wajib. Selama pemimpin tersebut tak menyuruh melaksanakan perbuatan maksiat.

Al Kasani dalam Bada’i ‘al-Sana’i’ fi Tartib al-Syara’i, jilid VII mengatakan;

طاعة الإمام فيما ليس بمعصيةٍ فرضٌ، فكيف فيما هو طاعةٌ؟

Artinya; Mematuhi pemimpin selama tidak menyuruh maksiat kepada Allah, merupakan kewajiban. Maka bagaimana kenapa tidak Taat?

Ketiga, seorang muslim dianjurkan untuk taat pada para ulama. Para ulama di pelbagai belahan dunia, Al Azhar, Kuwait, Turki, Arab Saudi, dan Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan panduan khususnya shalat jamaah di masjid dan shalat Jumat.

Dalam hal wabah seperti sekarang ini, para ulama dari pelbagai lintas negara Islam telah mengeluarkan fatwa bahwa adanya rukhsah, untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah dan shalat Jumat—diganti dengan Zuhur. Dan melaksanakan ibadah tersebut di dalam rumah, bersama dengan keluarga.

Fatwa ini dikeluarkan oleh ulama-ulama yang kompeten dalam ilmu Islam. Tujuannya untuk menghindarkan dari kemudharatan. Di samping itu juga, untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Pasalnya, salah satu tujuan syariah (maqashid ays syari’yah) adalah hifzd an nafs—menjaga kehidupan.

Keempat, selanjutnya nasihat bijak ditujukan pada orang-orang yang yang tak berkenan dalam memakai masker atau tak percaya Covid-19. Percaya itu merupakan hak pribadi. Tak bisa dipaksakan. Itu tak mengapa, tetapi silahkan itu diamalkan dalam ruang pribadi.

Artinya, seorang bisa saja menafikan adanya Covid-19 dan enggan memakai masker selama ia di rumah. Lain hukumnya, ketika ia telah keluar dari rumah. Itu bukan ranah privat lagi, tetapi sudah masuk lingkungan umum atau mua’malah.

Sementara itu, Islam mengajarkan manusia dalam pergaulan dan ranah sosial  untuk tidak jatuh kemudharatan dan juga jangan membuat kemudharatan. Rasulullah bersabda terkait larangan memperbuat kemudharatan ini;

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺقَالَ: «لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Artinya; Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh memberikan mudarat tanpa disengaja atau pun disengaja.

Orang yang sudah keluar dari rumah (ruang privat), maka ia dikenakan adat. Kita tak boleh menimpakan keburukan pada manusia lain. Tergolong ranah umum atau mua’malah  itu ialah menggunakan jalur publik, masjid, pasar, mall, sekolah dan halte bus, terminal, dan stasiun.

Logikanya Anda tidak ingin mendapatkan penyakit, bukan? Tetapi kenapa Anda tak mau menjaga saudara Anda dari penyakit. Anda juga ingin tumbuh dan hidup sehat, tetapi kok Anda enggak peduli sama keadaan saudara Anda. Jadi ini semua, tanggung jawab di ruang muamalah atau sosial.

Nabi bersabda;

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ” رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Artinya; Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikian nasihat TGB terhadap kondisi Covid-19 yang masih melanda Indonesia. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH