Kisah Pelaku Maksiat Dapat Hidayah Melalui Anaknya Yang Bisu Dan Tuli

saya seorang pria berumur 37 tahun. Sudah menikah dan dikaruniai anak. Salah satunya Marwan yang masih berusia 7 tahun. Allah memberinya kekurangan berupa tuli dan bisu. Meski demikian, sungguh dia telah disusui keimanan dari air susu wanita yang beriman dan seorang penghafal Al-Quran.

Oh ya, meski istri saya wanita beriman. Saya sudah melakukan banyak hal yang dilarang oleh Allah ta’ala dan dosa-dosa besar.

Shalat saja jarang saya lakukan secara berjamaah kecuali kalau ada acara-acara tertentu saja sebagai bentuk simpati (menarik perhatian) terhadap orang lain. Terus terang, teman saya kebanyakan kurang baik dan para pesulap. Mungkin karena itu syetan selalu bersama saya dalam banyak waktu.

Suatu malam saya dan Marwan sedang di rumah. Kala itu, bertepatan shalat Maghrib. Saya sedang merencanakan pergi bersama teman-teman. Namun tiba-tiba anak saya, Marwan memberi isyarat-isyarat (bahasa tubuh yang hanya saya dan dia yang mengerti).

Kira-kira isyaratnya kala itu begini: “Wahai bapakku, kenapa engkau tidak shalat”? Kemudian dia mulai mengangkat tangannya ke langit dan mengancam saya dengan maksud menunjukkan isarat bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala melihat saya.

Saya jadi kaget (terharu) dengan perkataannya dan mulailah anak saya menangis di depan saya. Saya berusaha menariknya namun rupanya dia kabur.

Beberapa saat kemudian, dia menuju kran dan mengambil wudhu. Ia lalu shalat di depan saya. Usai shalat dia berdiri dan mengambil mushaf Al-Quran, meletakkannya di depannya dan membolak-balik kertas-kertasnya lalu meletakkan jarinya tepat pada Surat Maryam : “Wahai bapakku, sesungguhnya aku (Ibrahim) khawatir, bahwa kamu akan ditimpa azab oleh Yang Maha Pengasih, maka kamu menjadi kawan bagi syetan.” (Quran Surat Maryam ayat:45).

Melihat kejadian itu saya tak kuasa menangis dalam waktu yang cuku lama. Lalu dia berdiri dan menghapus air mata saya sambil tak lupa mencium kepala dan tangan saya sambil berkata dengan isyarat yang kira-kira artinya: “Shalatlah wahai bapakku sebelum kamu diletakkan dalam tanah dan menjadi jaminan azab.”

Demi Allah Yang Maha Besar, saya dalam keadaan bingung (hilang akal) dan takut. Sungguh, tidak ada satu orangpun yang  mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu Wata’ala.

Maka saya segera menghidupkan lampu-lampu rumah semuanya sambil ia mengikutiku dari kamar ke kamar dengan melihatku penuh keheranan.

“Tinggalkanlah lampu-lampu itu, mari kita pergi ke masjid (maksudnya Masjid Nabawi yang mulia).”

“Tidak, kita akan pergi ke masjid yang ada di dekat rumah kita saja, ” bagitu kataku.

Iapun masih menolak ajakan saya, karena dia hanya ingin pergi ke Masjid Nabawi. Dan saya akhirnya pergi ke sana meski dalam keadaan takut sekali.

Kami masuk ke Raudhoh, sedang saat itu penuh dengan manusia. Tak beberapa lama, dikumandangkanlah iqamah untuk shalat Isya. Imam membaca firman Allah “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan dan barangsiapa mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya dia (syetan) itu menyuruh perbuatan keji dan munkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmatNya kepadamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: An-Nur: 21).

Mendengar bacaan imam, saya tak kuasa menahan tangisan.Rupanya, Marwanpun ikut menangis karena terpengaruh tangisan saya. Di pertengahan shalat, rupanya Marwan mengeluarkan sapu tangan dari kantong saya lalu menghapus air mata saya dengan sapu tangan itu.

Usai shalat, saya masih menangis lagi. Marwan kembali menghapus air mata saya sampai-sampai saya duduk (berada) di masjid Nabawi satu jam penuh. Karena kerasnya tangisan saya, membuat Marwan mendinginkan suasana.

“Sudahlah pak, jangan takut” ujarnya.

Kami lalu pulang ke rumah dan malam itu adalah malam yang sangat mengagumgkan bagi saya. Di mana saya seolah lahir kembali.

Tak lama hadirlah istri saya dan anak-anak saya. Mereka mulai menangis semuanya, padahal mereka tidak tahu sedikitpun apa yang telah terjadi.

Saat itu berkatalah Marwan pada mereka semua, “Tadi bapak shalat di masjid haram.”

Mendengar kabar ini, senanglah istri saya. Akhirnya saya menceritakan semua pada istri tentang apa yang terjadi antara saya dan Marwan.

“Aku bertanya kepadamu dan demi Allah, apakah kamu yang datang padanya (pada Marwan) dan menyuruhnya membuka mushaf untukku saat itu?,” demikian pertanyaanku saat itu.

Saat itu istrku bersumpah pada Allah tiga kali bahwa sesungguhnya dia tidak tak pernah melakukan hal itu pada Marwan.

“Pujilah Allah (bersyukurlah pada Allah) karena kamu dapat hidayah ini, ” ujar istriku kala itu.

Sungguhnya, malam itu adalah malam yang paling berkesan (indah).

Sekarang, Alhamdulillah saya tidak pernah lagi meninggal shalat berjamaah di masjid. Dan sungguh, saya telah meninggalkan (menjauhi) teman-teman yang buruk semuanya.

Kini saya telah merasakan keimanan sebagaimana saya juga hidup penuh kebahagian, kecintaan dan saling menyayangi bersama istri dan anak-anak saya. Lebih khusus anak saya Marwan yang tuli lagi bisu. Bagaimana tidak, sedangkan saya telah mendapat hidayah melalui dia.

*pemilik cerita ini adalah salah satu penduduk Kota Madinah.

Menggendong Sang Ayah Selama Prosesi Haji

Punggungku adalah kursi yang nyaman untuk ayahku…
———————————————————————

Itulah ucapan jamaah haji asal India saat menggendong ayahnya yang telah berusia 80 tahun, saat keduanya menunaikah ibadah haji tahun ini, tahun 1435 H/2014 M. Nama anak itu adalah Muhammad Rasyid. Ia berusia 50-an tahun. Rasyid menyatakan, ia bisa saja membawa kursi roda untuk membantu ayahnya menunaikan satu per satu rangkaian ibadah haji. Namun menurutnya ayahnya yang sepuh itu lebih merasa nyaman berada di atas punggunya. Jadi ia lebih memilih cara itu agar ayahnya merasa lebih senang.

“Aku bisa mendorongnya dengan kursi roda atau alat pengangkut sejenisnya, tapi punggungku lebih nyaman untuk ayahku,” katanya kepada harian al-Watan.

Rasyid adalah anak satu-satunya dari sang ayah. Dan ia sangat mencintai ayahnya lebih dari apapun. “Aku sangat dekat dengan ayahku, terutama setelah ibuku meninggal dunia”, katanya.

Dia berkisah, dulu sewaktu kecil ayahnya senantiasa menggendongnya. Mengangkat tubuh kecilnya di atas punggung si ayah. “Sekarang saatnya aku membalas kebaikan ayahku dalam bentuk serupa”.

Sebenarnya sang ayah sejak dulu telah mengutarakan harapan agar bisa menunaikan ibadah haji ke tanah haram. Namun saat itu, kondisi keuangan keluarga mereka tidak memungkinkan. “Ketika ayahku berusia 80 tahun, aku memutuskan untuk membawanya pergi berhaji, tidak peduli berapapun biayanya”, kata Rasyid.

Rasyid melanjutkan, “Aku juga bertekad dan berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku tidak akan membiarkan kaki ayahku menyentuh bumi (aku gendong), baik saat thawaf (mengelilingi Ka’bah tujuh putaran), sa’i (bolak-balik tujuh kali antara bukit Shafa-Marwa), dan saat melempar kerikil jamarat”.

Setelah berhasil menunaikan tekadnya itu, Rasyid teringat akan ucapan seseorang di desanya, desa kecil yang berada di India. Orang-orang mengatakan, ia tidak mungkin bisa menunaikan ibadah haji karena ayahnya yang sangat mencintainya tidak akan mungkin mengizinkannya berangkat ke Arab Saudi. Selain itu, ayahnya juga tidak bersedia apabila ia gendong agar pergi haji bersama. Namun ia telah membuktikan apa yang disangkakan penduduk desa itu keliru. Bahkan, ia tidak hanya berangkat dengan ayahnya saja. Ibu tirinya pun ikut serta bersama-sama menunaikan rukun Islam yang kelima.

Kisah Muhammad Rasyid ini mengajarkan kepada kita tentang berbakti kepada orang tua. Haji saat ini berbeda dengan haji-haji di zaman dulu. Saat ini, jumlah jamaah haji begitu besar dan kondisinya begitu padat. Bahkan pada saat-saat tertentu, untuk masuk Masjidil Haram di waktu-waktu haji pun mendapat peringatan dan pengaturan karena Masjidil Haram sudah tidak mampu menampung jamaah haji. Belum lagi cuaca yang terik menyengat. Namun di tengah kondisi padatnya Masjidil Haram dan lempar jamarat, serta panasnya cuaca, Rasyid berusaha sekuat tenaga menggendong ayahnya yang sudah sangat tua. Terkadang kita dalam keadaan longgar dan mudah, masih sering menolak perintah dan enggan berbuat baik kepada orang tua. Mudah-mudahan Allah menganugerahkan kepada kita bakti dan kasih sayang kepada orang tua kita.

Ia juga menjadi bukti dari sekian banyak bukti kebenaran janji Allah. Janji barangsiapa yang jujur kepada Allah, maka Allah akan mewujudkan cita-citanya. Rasyid telah jujur berniat sepenuh hati mewujudkan cita-citanya dan ayahnya untuk berhaji ke tanah suci. Lalu, Allah bukakan jalan kepadanya.

Kisah Rasyid juga mengajarkan bahwa rezeki haji itu bukanlah hitungan pasti nominal rezeki. Terkadang jalan menuju ke sana Allah bukakan dari pintu yang tiada disangka. Entah apapun dan bagaimanapun caranya. Dan sebaliknya, terkadang rezeki harta itu ada tapi kesehatan atau hal-hal lain jadi penghalang. Terkadang harta itu cukup atau berlebih, namun lemahnya iman menghalangi.

Oleh karena itu, mohonlah kepada Allah dengan sepenuh hati dan penuh kejujuran bahwa kita ingin menjadi tamu-Nya di rumah-Nya, Baitullah yang mulia, mudah-mudahan Allah kabulkan keinginan dan wujudkan suatu hari nanti. Mohonlah kepada Allah taufik, agar hati kita diberikan spirit untuk menggemakan kalimat talbiyah bersama kaum muslimin dunnia di Baitullah al-haram.

Sumber: saudigazette.com.sa

Rencana Perjalanan Haji 1436 H / 2015 M

Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) sudah menyusun Rencana Perjalanan Haji (RPH) 1436 H/ 2015 M. Daftar ini berisi jadwal-jadwal penting jemaah haji di Indonesia maupun di Arab Saudi.

Inilah daftar RPH yang detikcom peroleh dalam pelatihan Petugas PPIH:

a. 20 Agustus 2015 (5 Dzulqoidah 1436)= Calon jemaah haji masuk asrama haji.

b. 21 Agustus 2015 (6 Dzulqoidah 1436)= Awal pemberangkatan calon jemaah haji Gelombang I dari Tanah Air ke Madinah.

c. 30 Agustus 2015 (15 Dzulqoidah 1436)= Awal jemaah haji Gelombang I dari Madinah ke Makkah.

d. 3 September 2015 (19 Dzulqoidah 1436)= Akhir calon jemaah haji Gelombang I dari Tanah Air ke Madinah/ Jeddah pukul 24.00 waktu Arab Saudi.

e. 4 September 2015 (20 Dzulqoidah 1436)= Awal calon jemaah haji Gelombang II dari Tanah Air ke Jeddah.

f. 12 September 2015 (28 Dzulqoidah 1436)= Akhir calon jemaah haji Gelombang I dari Madinah ke Makkah.

g. 17 September 2015 (4 Dzulhijjah 1436)= Akhir pemberangkatan calon jemaah haji Gelombang II dari Tanah Air ke Jeddah.

h. 17 September 2015 (4 Dzulhijjah 1436)= Closing date KAIA Jeddah (pukul 24.00 WAS).

i. 21 September 2015 (8 Dzulhijjah 1436)= Hari Tarwiyah.

j. 22 September 2015 (9 Dzulhijjah 1436)= Wukuf di Arafah.

k. 23 September 2015 (10 Dzulhijjah 1436)= Idul Adha 1436 H.

l. 24-26 September 2015 (11-13 Dzulhijjah 1436 H)= Hari Tasyrik.

m. 28 September 2015 (15 Dzulhijjah 1436)= Awal pemulangan jemaah haji Gelombang I dari Makkah melalui bandara KAAIA Jeddah ke Tanah Air.

n. 29 September 2015 (16 Dzulhijjah 1436)= Awal kedatangan jemaah haji Gelombang I dari Jeddah ke Tanah Air.

o. 3 Oktober 2015 (20 Dzulhijjah 1436)= Awal pemberangkatan jemaah haji Gelombang II dari Makkah ke Madinah.

p. 11 Oktober 2015 (28 Dzulhijjah 1436)= Akhir pemberangkatan jemaah haji Gelombang 1 dari Makkah ke bandara KAAI Jeddah.

q. 12 Oktober 2015 (29 Dzulhijjah 1436)= Awal pemulangan jemaah haji Gelombang II dari Madinah ke Tanah Air.

r.14 Oktober 2015 (1 Muharram 1437)= Tahun baru hijriah.

s. 16 Oktober 2015 (3 Muharram 1437)= Akhir pemberangkatan jemaah haji Gelombang II dari Makkah ke Madinah.

t. 25 Oktober 2015 (12 Muharram 1437)= Akhir pemulangan jemaah haji Gelombang II dari Madinah ke Tanah Air.

u. 26 Oktober 2015 (14 Muharram 1437)= Akhir kedatangan jemaah haji Gelombang II dari Madinah ke Tanah Air.

Maurice Bucaille, Meneliti Mumi Fir’aun dan Memutuskan untuk Masuk Islam

kisahmuallaf.com – Suatu hari di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir. Setelah mendapat restu dari pemerintah Mesir, mumi Firaun tersebut kemudian digotong ke Prancis. Bahkan, pihak Prancis membuat pesta penyambutan kedatangan mumi Firaun dengan pesta yang sangat meriah.

Mumi itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang selanjutnya dilakukan penelitian sekaligus mengungkap rahasia di baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof Dr Maurice Bucaille.

Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.

Tidak hanya anggota keluarga Raja Faisal yang menjadi pasiennya. Anggota keluarga Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, diketahui juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.

Namanya mulai terkenal ketika ia menulis buku tentang Bibel, Alquran, dan ilmu pengetahuan modern atau judul aslinya dalam bahasa Prancis yaitu La Bible, le Coran et la Science di tahun 1976.

Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, ketika datang kesempatan kepada Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.

Ternyata, hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.

Penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang profesor. Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?

Prof. Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.

Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil.

Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.

Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Alquran yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkannya mayatnya.

Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.

Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu.

Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu.

Ia berkata pada dirinya sendiri. ”Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”

Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka”.

Kemudian dia membandingkan dengan Injil. Ternyata, Injil juga tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.

Berikrar Islam
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang mengembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.

Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.

Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).

Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.

Ia pun kembali ke Prancis dengan wajah baru, berbeda dengan wajah pada saat dia pergi dulu. Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern dengan Alquran, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan Alquran.

Semua hasil penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan Modern, judul asli dalam bahasa Prancis, La Bible, le Coran et la Science. Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional (laris) di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.

Karyanya ini menerangkan bahwa Alquran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya diragukan.

Liam Neeson : Bergetar Mendengar Adzan di Turki

KisahMuallaf.com – Bintang Hollywood Liam Neeson , pemeran utama Film Grey, the A Team, Taken 1, Taken 2 , dan beberapa film Box Office Hollywood mempertimbangkan melepaskan keyakinan Katolik dan menjadi seorang Muslim.

Aktor yang telah berusia 59 tahun, ia mengaku merasakan kekuatan Islam “memasuki ke dalam batinnya” saat ia melakukan syuting film Taken 2 di kota Istanbul Turki.

Dia mengatakan: “Panggilan sholat (Adzan) yang terjadi lima kali sehari selama seminggu pertama itu membuatnya gila.Minggu kedua, lantunan adzan itu memasuki dan terasa di bawah kulitnya. Pada minggu ketiga, rasanya saya tidak bisa hidup tanpa (Adzan) nya. Ini benar-benar menjadi suatu hipnotis dan sangat, sangat berpengaruh bagi saya , sangat, sangat istimewa, sangat indah. ”

Kemudian ia beli CD nyanyian Islam, yang ia memakai dan mendengarkannya sebelum tidur untuk membantunya tidur.

“Ada 4.000 masjid di kota Istambul . Beberapa dari masjid itu sungguh menakjubkan dan itu benar-benar membuat saya berpikir ingin menjadi seorang Muslim. ”

Liam dibesarkan di Irlandia Utara sebagai anak dari keluarga Katolik yang taat dan ia diberi nama oleh pendeta setempat.

Tapi bintang Hollywood tersebut- ditinggal oleh istrinya Natasha Richardson yang meninggal dalam usia 45 tahun dalam kecelakaan ski pada tahun 2009 – telah berbicara tentang kondisi imannya.

Dia berkata: “Saya dibesarkan sebagai seorang Katolik tapi saya selalu berpikir setiap hari dan bertanya kepada diri sendiri, secara tidak sadar, apa yang kita lakukan di planet ini? Apa maksud dari semuanya itu?

Tapi sayangnya, hingga saat ini Liam Neeson masih belum menyatakan memeluk Islam, semoga saja hidayah itu datang kembali dan tidak di sia siakan olehnya…Aamiin.

Kemenag Jatim Prioritaskan yang Belum Berhaji

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah (PUH) Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur HM Sakur mengatakan, diperlukan batasan bagi CJH yang sudah pernah berhaji. Pasalnya, kewajiban ibadah haji adalah sekali dalam seumur hidup.

“Jadi jika sudah berhaji kemudian mau berhaji lagi, harus ada batasan yang jelas dan bisa dimasukkan dalam RUU peyelenggaraan haji dan umroh ini. Bisa jadi batasannya 5 tahun, atau 10 tahun, Ini perlu diberikan payung hukum supaya CJH yang belum berhaji mendapat prioritas kesempatan berhaji” tutur Sakur.

Pimpinan rombongan yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, tujuan kedatangannya adalah untuk mendengarkan masukan-masukan di daerah terkait penyelenggaraan ibadah haji. Masukan-masukan tersebut akan dibawa ke pusat dan dijadikan pertimbangan dalam menyusun RUU PHU.

“Misalnya, masukan terkait persoalan-persoalan yang perlu mendapat payung hukum sehingga kelak keterlibatan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umroh bisa tepat. Karena ada kegiatan yang sudah dilaksanakan di daerah, tapi payung hukumnya kurang tepat, atau bahkan belum ada” ujar dia

Hadir pada kesempatan tersebut, sejumlah anggota Komisi VIII DPR RI, di antaranya Iqbal Romzi (fraksi PKS), KH. Muslih ZA (Fraksi PPP), KH Falahudin Mahruz (PKB), Ibu Andi Rustati (fraksi Gerindra), Kuswiyanto (Fraksi PAN), Ibu Linda Megawati (Fraksi Demokrat), dan Gede Syamsul Mujahidin (Fraksi Hanura). Andi Nurroni

Tahap Pertama BPIH Reguler: Hari Ketiga 55.733 Jemaah Lunas

Jakarta (Sinhat)–Berdasarkan data dari Siskohat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) tercatat sebanyak 55.733 jemaah telah melunasi pada tahap pertama hingga sore hari ini, Kamis (04/06).

Pelunasan tahap pertama Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler Tahun 1436H/2015M dimulai 01- 30 Juni 2015 mendatang.

Sebagaimana tahun lalu, kuota jamaah haji Indonesia tahun ini berjumlah 168.800 karena masih mengalami pemotongan sebanyak 20%. Dari jumlah itu, kuota haji regular sebanyak 155.200 yang terdiri dari jemaah haji regular sebanyak 154.049 dan Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) sebanyak 1.151 orang. Sedangkan haji khusus sebanyak 13.600 terdiri dari jemaah haji khusus sebanyak 12.831 orang dan petugas PIHK sebanyak 769 orang.

Jemaah haji akan diberangkatkan dalam 2 gelombang. Gelombang I direncanakan akan mulai diberangkatkan pada tanggal 21 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 3 September 2015 menuju Madinah. Gelombang II pada tanggal 4 September 2015 sampai dengan tanggal 17 September 2015 tujuan Jeddah.

Rute pemberangkatan tahun ini berbeda dengan tahun kemarin,

Gelombang I dengan rute Tanah Air-Madinah-Makkah-Jeddah-Tanah Air, sedangkan

Gelombang II dengan rute Tanah Air-Jeddah-Makkah-Madinah-Tanah Air. (ar/ar).

Selama Musim Haji Suhu di Arab Saudi Bisa Mencapai 50 Derajat Celsius

Jakarta (Sinhat)–Staf Ahli Menteri Kesehatan, Chairul Radjab Nasution menjelaskan, selama musim haji suhu di Arab Saudi bisa mencapai mencapai 50 derajat celsius. “Suhu udara di sebagian besar wilayah Arab Saudi saat musim haji nanti diperkirakan bisa mencapai 50 derajat celsius. Jadi, mohon kepada calon jamaah haji untuk menjaga kondisi kesehatannya dan perbanyak minum air dan makan buah-buahan yang mengandung air saat berada di Tanah Suci nanti,” kata Chairul Radjab Nasution di asrama haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (04/06).

Ia kembali menambahkan, sebagian besar kondisi kesehatan jamaah haji rentan terhadap berbagai penyakit. Salah satunya yakni penyakit diabetes yang banyak menghinggapi sebagian besar jamaah haji berusia di atas 45 tahun. “Untuk itu, kami minta petugas kesehatan dapat maksimal melayani jamaah haji,” ucap Chairul Radjab Nasution.

Lanjut Chairul, selama operasional penyelenggaraan haji, Kementerian Kesehatan membangun aktifitas petugas kesehatan dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). Selain itu, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan haji, petugas diminta sesering mungkin berkoordinasi dengan petugas lainnya.

“Dengan meningkatnya kualitas koordinasi antar petugas maka tingkat pelayanan kesehatan yang diinginkan jamaah haji dapat tercapai dengan baik,” ujarnya. Di samping itu, lanjut dia, petugas kesehatan harus mampu memahami peran dan fungsi masing-masing sehingga tidak bingun lagi saat nanti menjalankan tugas.

“Dengan kerja keras dan ikhlas, Insya Allah penyelenggaraan haji yang lebih baik dari tahun lalu, dapat terwujud di tahun ini,” ujarnya kembali. (Rio/ar)

Kisah-kisah Inspiratif Orang Biasa Mampu Naik Haji ( cerita 1 )

VIVAnews – Panggilan ibadah haji ke Tanah Suci tak pandang bulu. Buktinya, Sumiati, pedagang sayur di pasar tradisional, bisa berangkat memenuhi panggilan Ilahi.

Meski perjuangan itu tidak mudah. Janda dengan sembilan anak itu harus mengumpulkan uang selama 20 tahun lebih. Setiap hari, keuntungan berjualan sayur Rp1.000 hingga Rp2.000 dari pendapatannya yang hanya Rp30 ribu per hari, selalu disisihkan ke tabungan.

“Saya dan suami ingin naik haji sejak 1982,” kata Sumiati saat ditemui di Pendopoan Rumah Dinas Wali Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, Selasa 16 September 2014.

Bersama suami, Sumiati selalu menyisihkan keuntungan dari berjualan sayur. Tabungan masa depan yang tidak pernah ia ambil.

Namun, di hari bahagia, Sumiati justru sangat sedih. Suami yang dicintainya tidak bisa ikut pergi bersama ke Tanah Suci. Suaminya tewas ditabrak kereta empat tahun lalu, ketika sedang mendaftar haji di salah satu kelompok bimbingan haji.

Meski begitu, Sumiati tetap bertekad berangkat ke Tanah Suci. Di tahun ini, dia diberi kesempatan untuk menunaikan rukun Islam kelima itu.

Tukang mie naik haji

Kisah seorang janda penjual mie cakalang di Kota Manado, Sulawesi Utara, ini juga sangat menginspirasi kita semua.

Janda itu bernama Nani Sulaiman. Meski tidak mudah tentunya mengumpulkan biaya untuk pergi haji. Nani harus menyisihkan keuntungan dari penjualan bubur sejak tahun 2000. 

Kesehariannya, Nani Sulaiman bersama suami biasa berjualan di basement Masjid Raya Ahmad Yani, Kota Manado. 

Namun, saat uang tabungan hajinya yang disimpan belum mencukupi, sang suami terlebih dulu meninggal pada 2007. Kepergian suami membuatnya semakin berat menghidupi ketiga anaknya.

Tapi dia tetap gigih. Demi anak dan keinginan menunaikan ibadah haji, Nani tetap bekerja keras.

Pada 2010, niat Neni beribadah haji mendekati kenyataan. Pasalnya, dia mendapat warisan dari sang mertua sebesar Rp60 juta. Uang itu dibagi untuk ketiga anaknya masing-masing Rp15 juta. Sisanya, untuk mendaftar haji.

Selama empat tahun menunggu, akhirnya tahun ini dia pun mendapat kesempatan ke tanah suci.

Nani mengaku bahagia, bisa memenuhi panggilan Ilahi. Wajah Nani tampak bahagia, meski air matanya menetes. Dia haru, masih belum percaya bisa menunaikan ibadah haji.

“Karena menunaikan haji sudah ada dibenak saya sejak suami saya masih hidup,” kata Nani, di Masjid Awwaby, ketika akan dilepas untuk berangkat ke tanah suci.

Nani menyalami sanak saudaranya untuk berpamitan. Sambil memegang koper, menuju bus rombongan calon haji Babussalam.

Kisah kedua calon jemaah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita. Kerja apapun, selama itu didapat dengan cara halal, dibarengi dengan doa dan niat yang kuat, Insya Allah akan dikabulkan.

Ardhi Ardhiansyah dan Dede Suhendra/tvOne Prabumulih
Marwan Dias Aswan/tvOne Manado

Mustafa Samuel, Syok Saat Pertama Kali Baca Qur’an

kisahmuallaf.com- Butuh waktu 25 tahun bagi Steven untuk menemukan Islam dan meyakini bahwa Islam-lah agama kebenaran, yang mampu menjawab semua pertanyaan yang selama puluhan tahun mengusik alam pikirannya.

Setelah melalui pencarian panjang, pada tahun 2009, Steven mantap bersyahadat dan hidup sebagai seorang muslim dengan nama islami Mustafa Samuel.

Ia lahir dalam keluarga penganut agama Kristen Ortodoks, dan mengenyam pendidikan di berbagai sekolah Kristen, mulai dari yang berbasis Katolik, Protestan, Maronit, Kristen Ortodoks dan aliran Kristen lainnya. Pengalaman ini membuat Steven memiliki cukup bekal pengetahuan agama, sekaligus membuatnya berpikir kritis terhadap ajaran Kristen yang diketahuinya.

“Saya tidak pernah benar-benar menerima dogma yang diajukan pada saya. Saya adalah orang yang akan selalu menanyakan apa saja, termasuk soal agama,” ujar Steven.

Masa Pencarian

Ia mengingat kembali perjalanan hidupnya di era 1990-an, masa dimana ia benar-benar serius mencari tahu tentang banyak hal. Steven juga memutuskan pindah tempat tinggal dari Sydney ke Queensland, karena ia merasa Sydney bukan tempat yang baik buat dirinya.

“Saya pernah bekerja di sebuah toko minuman keras selama lima tahun, dan saya pernah menyaksikan perilaku manusia yang sangat buruk, yang tidak pernah Anda bayangkan. Saya kira, pengalaman ini mengguncang keyakinan saya akan kemanusiaan,” ungkap Steven.

Setelah pindah ke Queensland, Steven berusaha mencari kebenaran yang ia inginkan, dan berdoa pada Tuhan agar menunjukkan kebenaran itu, dan ia akan menerimanya.

“Selama masa itu, saya ikut jamaah Mormon, Saksi Yehovah dan jamaah beragam aliran agama Kristen untuk menemukan kebenaran yang saya cari. Tapi saya tidak pernah bisa mendapatkan jawaban yang saya inginkan, ‘mengapa saya di sini?’, ‘apa tujuan keberadaan saya?’” tutur Steven.

Peristiwa serangan 11 September 2001 di AS, menjadi titik balik pencarian Steven. Selama ini, di tengah pencariannya akan kebenaran, Steven tidak pernah melirik ajaran Islam, dan ia tidak tahu sama sekali tentang Islam.

“Saya tidak terlalu berusaha mencari tahu lebih jauh tentang Islam. Tapi saya kira, saya merasa bahwa mungkin umat Islam adalah umat yang benar-benar menjalankan ajaran agamanya dengan benar. Melihat bagaimana seluruh dunia bersikap perang terhadap orang Islam, satu hal yang menurut saya masuk akan, mungkin karena kaum Muslimin berada di jalur yang benar,” ungkap Steven.

Namun cahaya Islam belum menerangi hati Steven. Steven masih terus melakukan pencarian dan melakukan perjalanan ke berbagai negara, mulai dari AS, Amerika Tengah, Eropa, termasuk ke Italia untuk bertemu dengan keluarganya, lalu ke Dubai dan Singapura.

Selama lima hari kunjungannya di Dubai, Steven berniat untuk melihat sendiri bagaimana Islam yang sebenarnya, karena Dubai adalah negara muslim. Tapi Steven mengaku kecewa, karena Dubai tidak seperti gambaran kota islami seperti yang ia bayangkan. Tapi ada satu hal yang benar-benar menarik perhatian Steven saat di Dubai.

“Saya pergi ke sebuah museum di sana, dan diseberang jalan museum saya melihat sebuah masjid. Saya benar-benar ingin menyeberang jalan dan melihat masjid itu untuk mencari tahu tentang Islam. Saya tidak sadar hari itu hari Jumat, saat umat Islam menunaikan salat Jumat. Saya belum paham ketika itu. Saya juga mengenakan pakaian kasual seperti yang digunakan warga negara asing lainnya, sementara orang-orang di masjid mengenakan busana lokal. Padahal saya benar-benar ingin sekali ke masjid itu,” ungkap Steven.

Hidayah Quran dan Islam

Keinginannya untuk masuk ke masjid tidak pernah tercapai, karena ia harus kembali ke Australia. Steven mulai mencari tahu sendiri tentang Islam. Tahun 2006, ia membeli Quraan pertamanya, yang ia baca dalam kurun waktu 2,5 tahun. Steven mengaku syok, saat membaca isi terjemahan Quran.

“Saya baru tahu kalau Nabi Musa, Nabu Lut dan Nabi Nuh, serta nabi-nabi lainnya juga diceritakan dalam Quran. Saya benar-benar kaget dan berseru dalam hati ‘Oh, wow’. Tak ada satu pun dalam Quran yang ingin mengobarkan perang atau mengarah pada kata ekstrimisme atau terorisme, atau apalah. Rasa ingin tahu saya makin besar. Oleh sebab itu, selama dua selanjutnya saya terus mempelajari Islam. Saya baca Quran sekali lagi,” papar Steven.

Steven mengaku sudah ingin masuk Islam pada tahun 2008, tapi ia tidak menemukan seorang muslim yang bisa membantunya. Ia mengontak sebuah masjid, mengirim surat elektronik, dan meminta dikirimkan Al-Quran. Tapi tak ada yang menjawab suratnya. Ia jadi berpikir, “Baiklah, mungkin Allah tidak menginginkan saya menjadi seorang muslim” dan ini membuatnya agak panik.

Tahun 2009, Steven kembali ke Sydney dan bertemu seorang muslim yang menurutnya sangat ramah, namanya Samir. Awalnya Steven berpikir Samir bukan muslim karena tidak berjenggot, dan Samir punya menantu bernama Adam yang membuat Steven berpikir keduanya adalah Kristiani.

Saat itu, Steven sudah tahu bagaimana caranya salat, yang ia pelajari lewat internet. Steven bahkan sudah mulai menunaikan salat seperti layaknya muslim, sejak seminggu sebelum ia memutuskan untuk mengucapkan syahadat. Ia juga mulai meninggalkan kebiasaan minum minuman beralkohol dan tidak lagi makan daging babi.

Suatu hari, Samir membawakannya satu box pizza dan minuman ringan. Ia bertanya pada Samir apakah makanan itu halal, karena saar itu Steven masih mengira Samir bukan muslim. Samir menjawab bahwa pizza yang dibawanya halal. Saat itulah Steven baru tahu kalau sahabatnya itu seorang muslim, dan ia mengatakan, “Oh, saya ingin menjadi seorang muslim.”

Keesokan harinya, Samir membawa Steven ke rumah seorang iparnya dan disanalah Steven mengucapkan dua kalimat syahadat. “Saya merasa sangat-sangat bahagia, dan sejak itu saya tidak pernah lagi menengok ke belakang,” tukas Steven alias Mustafa Samuel.

Steven merasakan perubahan besar dalam dirinya setelah menjadi seorang muslim. “Islam membuat saya lebih disiplin dengan kewajiban salat lima waktu, wudu, menahan lapar saat Ramadan, menahan diri untuk tidak makan daging babi dan minum minuman keras. Islam mengubah semuanya, mengubah keseluruhan dinamika kehidupan saya. Saya jadi lebih tenang, tidak mudah marah, lebih seimbang dalam berpikir, jika dulu saya gampang emosi, sekarang saya lebih rileks,” papar Steven.

“Islam mengajarkan kita untuk menjadi orang yang sabar. Saya sangat bahagia memeluk Islam karena Islam memberikan saya banyak kebaikan yang tidak saya miliki sebelumnya,” tandas Steven.