Puasanya Kaum-kaum Terdahulu

Puasanya Kaum-kaum Terdahulu

Puasa juga dilakukan oleh penganut agama-agama dunia, dan kaum-kaum terdahulu

Puasa merupakan fenomena alam, puasa juga dilakukan kaum-kaum terdahulu. Dr. Muhammad Nazzar ad-Daqr menyampaikan, bahwa sebenarnya, manusia bukanah satu-satunya makhluk yang melakukan puasa.

Para ilmuwan (saintis) membuktikan, bahwa semua makhluk hidup mengalami fase berpuasa (tidak makan meskipun berbagai hidangan telah tersedia di sekelilingnya. Beberapa hewan melakukanya dengan mengurung diri berhari- hari, bahkan berbulan-bulan secara beruntun.

Mereka mendekam di lubang (rumah), berdiam diri dan tidak makan. Bangsa burung, ikan, maupun jenis serangga, semua berpuasa.

Telah lazim diketahui bahwa setiap serangga mengalami fase kamuflase (bertapa) dengan berpuasa secara total dan menyatu di sarangnya. Para ilmuwan juga mengamati, bahwa seusai melakukan pertapaan, hewan-hewan tersebut bertambah giat dan energik.

Bahkan, mayoritas hewan-hewan tersebut semakin gemuk dan sehat. Sebagaimana (seperti diwajibkan atas orang

Puasanya kaum terdahulu selain Islam

Puasa telah diwajibkan kepada bangsa-bangsa terdahulu. Sebagaimana Al-Quran, “Seperti diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian”, maksudnya adalah Al- Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan pengikut agama- agama terdahulu.

Sebagian pakar tafsir menjelaskan, “Penyamaan puasa bagi umat Muhammad  dengan umat lain, hanyatata caranya yang berbeda. Jadi maksud penyamaan tersebut, bukanlah secara total.

“Barangkali, Hypocrates yang hidup pada abad kelima sebelum Masehi adalah orang yang pertama kali mencatat tata cara berpuasa dan menyatakan pentingnya bagi kesehatan.”

Banyak referensi yang menjelaskan puasa bangsa dan kaum terdahulu.

Puasa orang Mesir Kuno

Mereka berpuasa untuk membersihkan hati. Khususnya di hari-hari raya.

Puasa orang Yunani Kuno

Mereka mengambil ritual puasa dari bangsa Mesir. Semua rakyat Yunani berpuasa untuk mencari keridhaan dan dengan niat mendekatkan diri kepada tuhan mereka

Puasa orang Yahudi

Kaum Yahudi melakukanya di kala sedih, berdukacita, ketika sakit dan ada marabahaya. Mereka berpuasa jika ada anggapan bahwa Allah sedang murka atau tidak ridha kepada mereka.

Diriwayatkan bahwa mereka berpuasa selama seminggu dalam setiap tahun sebagai peringatan hancurnya Yarusalem (Baitul Maqdis). Mereka juga berpuasa di hari peleburan dosa yang disebut Kapoor.

Para Rabi (pendeta Yahudi) membuat syariat baru agar kaum Yahudi melakukannya selama 4 hari di awal bulan keempat, kelima, ketujuh, dan kesepuluh menurut kalender tahunan mereka. Puasa tersebut sebagai peringatan terhadap peristiwa-peristiwa Baitul Maqdis.

Mereka juga melakukan Puasa Purim sebagai peringatan atas keselamatan mereka dari penyerbuan raja Ahasuerus dalam Perang Esther. Mereka juga melaksanakan puasa-puasa Sunah.

Kaum Yahudi memulai amalan ini sejak terbenam matahari, dan berakhir hingga munculnya bintang pertama di malam hari. Kecuali puasa Yaum Thafarah (Hari Panen) dan hari kesembilan bulan Agustus, dimulai dari sore hingga sore hari berikutnya.

Sembilan hari pertama pada bulan Agustus diwajibkan untuk berpuasa yaitu dengan mengharamkan makan daging dan minum khamar.

Puasa kaum Nasrani

Nabi Isa as melakukan puasa sebanyak 40 hari sebelum datang risalah (Pengutusan)  Kemudian para Rahib (pendeta Nasrani) ingin mengikuti Nabi Isa tersebut. 

Mereka juga mewajibkan puasa nazar, setelah  melakukan taubat dan sebagainya.  Mereka, menahan diri untuk menikmati makanan berat (nasi) atau minuman, dan membatasi makan hanya sekali dalam sehari.

Namun mereka diperbolehkan untuk menikmati makanan ringan (snack). Kaum Nasrani seringkali melakukan pada hari hari tertentu dalam setahun, dengan bermacam tata cara.

Adat mereka berbeda sesuai daerah di mana mereka tinggal. Mayoritas kaum Nasrani melakukanya dengan menahan diri untuk memakan segala yang bernyawa. Namun, sebagian mereka ada yang membatasi diri untuk memakan ikan dan burung.

Ada juga yang tidak memakan telur atau buah. Sebagian ada yang mencukupkan diri dengan roti kerinng (kasar). Namun, ada juga yang tidak memakan semua jenis makanan tadi. Hingga abad-abad terakhir, terjadi perselisihan di kalangan kaum Nasrani tentang batas akhir ibadah ini. Sebagian menghentikan puasanya (berbuka) ketika mendengar suara ayam berkokok.

Ada sebuah pertanyaan yang menarik, mengapa Allah berfrman, “Sebagaimana (seperti diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian.” (al-Baqarah [2]: 185).

Sebagian yang lain berbuka ketika malamm mulai usai (fajar). Ibnu ‘Abbas berkata, “Dulu orang-orang menjalankannya selama tiga hari dalam satu bulan, kemudian dinasakh (diganti) dengan puasa Ramadhan.

Ulama menjawab, “Al-Quran menggunakan redaksi tasybih (penyamaan) antara kaum nabi Muhammad ﷺ dan kaum-kaum sebelum mereka karena tiga tujuan;

Pertama, menunjukkan perhatian khusus terhadap ibadah ini sekaligus penjelasan tentang asal ibadah tersebut, yaitu Allah telah mewajibkan ibadah tersebut kepada orang-orang sebelum kaum Muslim dan juga kepada kaum Muslim.

Hal ini memunjukkan bahwa ibadah puasa sangat mulia dan pahalanya begitu besar. Selain itu, sebagai motivasi yang menmbangkitkan semangat kaum Muslim untuk menerima ibadah tersebut, serta agar umat umat terdahulu tidak merasa memiliki keistimnewaan tersendiri.

Kedua, redaksi tasybih (penyamaan dengan umat sebelumnya adalah bentuk sindiran kepada umat Islam yang merasa berat untuk melak sanakan ibadah puasa. Sebab menjalankan perbuatan yang juga dijalani orang lain, dapat memberikan rasa sepenanggungan.  Dengan kata lain, jika orang lain bisa, mengapa kita tidak?

Ketiga, membakar mangat kaum Muslim untuk menjalankan kewajiban puasa, agar mereka tidak malas menerima ibadah ini, sehingga mereka menerina dengan kekutan ini gairah) yang melebihi orang yang sebelumnya.” */Rahasia Puasa menurut 4 Mahzab

HIDAYATULLAH