Ragu Akan Kesucian Air, Masih Bisakah Digunakan Untuk Bersuci?

Ragu Akan Kesucian Air, Masih Bisakah Digunakan Untuk Bersuci?

Bersuci merupakan salah satu pekerjaan vital yang harus dilakukan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Alat utama dalam melakukan bersuci adalah air. Dalam prakteknya, tidak semua air bisa digunakan untuk bersuci, yakni hanya tertuju pada air yang memiliki status suci mensucikan. Namun, bagaimana dengan air yang diragukan kesuciannya? Masih bisakah digunakan untuk bersuci?

Dalam literatur fikih syafi’i terdapat beberapa penjelasan mengenai seseorang yang ragu akan kesucian air. Menurut Imam Mawardi apabila seseorang ragu akan ukuran air apakah sampai dua kulah (270 liter) atau tidak hendaknya mengambil dugaan bahwa air tersebut kurang dari dua kulah. Sehingga apabila air tersebut kejatuhan benda najis maka dihukumi najis.  Hal ini, sebagaimana dalam kitab al-Hawi fi fikhi al-Syafi’i, juz 1, halaman 343,

فَلَوْ وَقَعَتْ نَجَاسَةٌ فِي مَاءٍ شُكَّ فِي قَدْرِهِ هَلْ هُوَ قُلَّتَانِ أَوْ أَقَلُّ : فَهُوَ عَلَى الْقِلَّةِ مَا لَمْ يَعْلَمْ كَثْرَتَهُ وَيَكُونُ نَجِسًا

Artinya : “seandainya benda najis terjatuh pada air yang diragukan apakah sampai dua kulah atau tidak maka air tersebut statusnya sedikit dan menjadi air yang najis”

Berdasarkan penjelasan diatas apabila seseorang ragu mengenai sampainya air pada dua qulah, maka dia harus meyakini air tersebut kurang dari dua kulah. Namun, apabila seseorang yakin akan kesucian air lalu muncul keraguan apakah ada najis yang masuk, maka dia tetap pada keyakinannya yaitu dihukumi suci menyucikan. 

Sebaliknya, apabila seseorang meyakini bahwa air itu telah dijatuhi najis, lalu muncul keraguan apakah air tersebut sudah disucikan atau tidak, maka tetap dihukumi najis. Kalau tidak meyakini apa-apa, maka air tersebut dihukumi suci berdasarkan hukum asal air adalah suci. Sebagaimana dalam kitab al- Majmu Syarhul-Muhaddab, juz 1, halaman 167,

إذا تيقن طهارة الماء وشك في نجاسته توضأ به لان الاصل بقاؤه على الطهارة وان تيقن نجاسته وشك في طهارته لم يتوضأ به لان الاصل بقاؤه علي النجاسة وان لم يتيقن طهارته ولا نجاسته توضأ به لان الاصل طهارته

Artinya :”Apabila seseorang yakin akan kesucian air kemudian ragu dalam kenajisannya maka dia boleh berwudhu dengan air itu. Karena pada asalnya air tetap pada kesuciannya. Namun, apabila dia meyakini akan najisnya air lalu muncul keraguan apakah sudah disucikan atau tidak, maka dia tidak boleh berwudhu dengan air itu. Kalau dia tidak meyakini najis ataupun suci maka dia boleh berwudhu dengan air itu karena pada asalnya air dihukumi suci.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa apabila seseorang ragu akan ukuran air apakah sampai dua qulah atau tidak, maka dia harus mengambil dugaan bahwa air tersebut kurang dari dua qulah, sehingga apabila air tersebut kejatuhan benda najis maka dihukumi najis.

Namun, apabila seseorang yakin akan kesucian air lalu muncul dugaan kebalikannya maka dia harus berpegangan pada keyakinannya, yakni sucinya air. Kalau dia tidak meyakini apa-apa, maka air tersebut dihukumi suci berdasarkan hukum asal air adalah suci.

Demikian penjelasan mengenai hukum air yang diragukan kesuciaannya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH