Ramadan, Bulan Agung Penuh Berkah Menaungi Kita

MENJELANG bulan suci Ramadan, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berpidato di hadapan para sahabatnya. Ceramah di penghujung bulan Syaban tersebut berisi tentang keistimewaan Ramadan, serta anjuran untuk meningkatkan penghambaan kepada Allah dan kepedulian sosial.
Yang menarik, Rasulullah menggunakan redaksi sapaan “ya ayyuhannas” (wahai manusia) saat mengawali pidatonya, yang menandakan bahwa pesan tersebut berlaku umum bagi seluruh umat, bukan kaum Muslimin semata. Berikut isi lengkap pidato tersebut:

“Wahai manusia, sungguh bulan agung dan penuh berkah telah menaungi kalian. Bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Pada bulan itu, Allah menjadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan qiyam atau salat di malam harinya sebagai ibadah sunah. Siapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebajikan, maka nilainya sama dengan mengerjakan kewajiban di bulan lain. Siapa yang mengerjakan suatu kewajiban dalam bulan Ramadan tersebut, maka sama dengan menjalankan tujuh puluh kewajiban di bulan lain.”

“Ramadan itu adalah bulan kesabaran; sedangkan ketabahan dan kesabaran, balasannya adalah surga. Ramadan adalah bulan pertolongan. Pada bulan itu rezeki orang-orang mukmin ditambah.”

“Siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa di bulan itu, maka ia akan diampuni dosanya, dibebaskan dari api neraka. Orang itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tersebut. Sedangkan pahala puasa bagi orang yang melakukannya, tidak berkurang sedikit pun.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tak semua dari kami memiliki makanan untuk berbuka bagi orang lain.”

Rasulullah menjawab, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberikan sebutir kurma, atau seteguk air, atau seteguk susu.” Nabi pun melanjutkan, “Dialah Ramadan, bulan yang permulaannya dipenuhi dengan rahmat, periode pertengahannya dipenuhi dengan ampunan, pada periode terakhirnya merupakan pembebasan manusia dari azab neraka.”

“Barangsiapa yang meringankan beban pekerjaan pembantu-pembantu rumah tangganya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan membebaskannya dari api neraka.”

“Oleh karena itu dalam bulan Ramadan ini, hendaklah kamu sekalian dapat meraih empat bagian. Dua bagian pertama untuk memperoleh rida Tuhanmu dan dua bagian lain adalah sesuatu yang kamu dambakan. (Untuk meraih) dua bagian yang pertama, hendaklah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. (Untuk meraih) dua bagian yang kedua hendaklah memohon (dimasukkan ke dalam) surga dan berlindung dari api neraka.”

“Siapa yang memberi minuman kepada orang yang berpuasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari telagaku, suatu minuman yang seseorang tidak akan merasa haus dan dahaga lagi sesudahnya, sehingga ia masuk ke dalam surga.” (Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah: 1780; al-Baihaqi dalam Syuab al-Iman: 3455. Redaksi hadits di atas riwayat Ibn Khuzaimah).

Meskipun sebagian ahli menyebut hadits ini berstatus dhaif, kandungannya masih bisa diamalkan karena berkaitan dengan fadhailul amal (keutamaan amal). Beberapa keterangan yang disebutkan hadits ini, banyak persamaan yang disebutkan hadits yang lebih sahih. Imam Ahmad bin Hanbal menyampaikan pernyataan mengenai hadits dhaif:

“Hadits yang dhaif lebih aku cintai dari ra’yu (pendapat akal seseorang).” Dalam kalimat yang lain, beliau berpendapat:

“Beramal dengan hadits yang dhaif lebih utama dari menggunakan qiyas (analogi)”.

Hadits itu dimuat juga dalam kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama terkenal, antara lain: Muhammad Yusuf al-Kandahlawi dalam kitab Hayah al-Shahabah, III/400401, Imam al-Munzdiri dalam kitab al-Targhib wa al-Tarhib, I/1617, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin Baz dalam kitab Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwiah, XV/4445. Prof. Hasbi al-Shiddiqi dalam Pedoman Puasa. [nuol]

INILAH MOZAIK